Review 'My Daughter Is A Zombie': Film Paling Komplit, Bikin Tertawa & Menangis

- Film My Daughter Is A Zombie (2025) menghadirkan komedi segar, aksi absurd, dan drama keluarga yang menyentuh
- Komedi spontan, akting Cho Jung-Seok, dan chemistry antar pemain menjadi kekuatan utama film ini
- Cerita roller coaster dengan chemistry yang nyata, penulisan cerdas penuh plot twist, serta pesan tentang cinta tanpa syarat
Siapa bilang film zombie harus selalu penuh darah dan ketegangan? My Daughter Is A Zombie (2025) hadir sebagai kejutan manis yang membalik semua ekspektasi tentang genre horor.
Lewat cerita tentang seorang ayah tunggal yang harus menyembunyikan dan melatih anaknya yang berubah jadi zombie, film ini menyuguhkan komedi yang segar, aksi yang absurd, dan drama keluarga yang bikin haru. Siap-siap tertawa, teriak, dan menangis hanya dalam dua jam!
Sinopsis: apa yang kamu lakukan jika ada anggota keluargamu yang berubah menjadi zombie?

Lee Jung-Hwan (Cho Jung-Seok) adalah seorang pelatih hewan liar dan ayah tunggal yang membesarkan anak perempuannya, Soo-Ah (Choi Yoo-Ri), seorang remaja yang energik dan suka menari. Namun semuanya berubah ketika Soo-Ah digigit zombie. Dalam kepanikan dan ketakutan, Jung-Hwan melarikan diri ke kampung halamannya di Eunbong-ri, tempat ibunya tinggal. Di sanalah ia mencoba menyembunyikan sang anak dari pemerintah yang telah menetapkan kebijakan tegas untuk membasmi semua yang terinfeksi.
Alih-alih menyerah, Jung-Hwan justru memutuskan untuk melatih Soo-Ah seperti melatih binatang buas. Ia yakin bahwa anaknya masih memiliki sisi manusia. Hal ini ia sadari dari cara Soo-Ah merespon musik, menari, hingga takut pada pukulan tongkat neneknya. Maka dimulailah proyek rahasia penuh perjuangan, tawa, dan air mata: mengubah zombie jadi anak normal.
Akankah Soo-Ah berubah kembali menjadi manusia dan sembuh dari infeksinya?
Kisah haru berbalut komedi yang natural

Salah satu kekuatan utama film ini adalah komedinya yang spontan, tulus, dan nggak dipaksakan. Setiap adegan dipenuhi dengan humor-humor segar yang muncul dari situasi absurd yang tak terduga. Seperti saat Soo-Ah berusaha menahan naluri zombie-nya saat mendengar lagu favorit, atau ketika Jung-Hwan berlatih melatih zombie seperti sedang menghadapi singa kelaparan. Dijamin, deh, kamu akan tertawa dengan sendirinya melihat tingkah aneh mereka.
Akting Cho Jung-Seok benar-benar menjadi pusat gravitasi komedi dalam film ini. Dengan ekspresi bingung, panik, tapi tetap optimis, ia memerankan Jung-Hwan sebagai ayah yang sering gagal tapi tak pernah menyerah. Kehadirannya mengingatkan kita bahwa ayah kadang memang nggak selalu tahu apa yang harus dilakukan, tapi mereka akan mencoba segala cara untuk anaknya.
Tidak hanya itu, karakter-karakter pendukung seperti nenek Bam-Soon yang galak tapi sayang cucu, hingga teman masa kecil Jung-Hwan yang kini jadi apoteker, semuanya punya momen-momen kocak yang terasa organik. Film ini berhasil menyeimbangkan tema zombie dan keluarga dengan humor yang nggak murahan.
Chemistry satu sama lain yang membuat cerita semakin terasa hidup

Film ini mungkin punya cerita bak roller coaster dengan dinamikanya yang naik-turun, tapi chemistry antar pemainnya membuat segalanya terasa sangat nyata. Cho Jung-Seok dan Choi Yoo-Ri punya dinamika ayah-anak yang menyentuh. Walau Choi Yoo-Ri lebih banyak berperan sebagai zombie yang diam dan kaku, ekspresi matanya dan gestur tubuhnya membuat hubungan mereka tetap terasa hangat.
Lee Jung-Eun sebagai nenek juga sukses mencuri perhatian. Karakternya keras kepala, cerewet, tapi juga sangat protektif. Sosok nenek yang kadang galak tapi dalam diam mencintai keluarganya ini menjadi pelengkap yang bikin hati penonton hangat. Sementara itu, Cho Yeo-Jeong sebagai mantan cinta pertama Jung-Hwan yang kini jadi pemburu zombie menambah lapisan konflik sekaligus sedikit sentuhan romansa.
Jumlah karakter yang tidak terlalu banyak membuat tiap tokoh mendapat porsi yang pas dan tidak mubazir. Semuanya punya kontribusi terhadap cerita dan tidak ada yang sekadar lewat. Interaksi antar karakter juga terasa alami, seolah kita sedang menonton keluarga dan tetangga di kampung halaman sendiri.
Penulisan yang rapi, meski penuh plot twist

Meski tampak seperti film komedi, My Daughter Is A Zombie menyimpan banyak kejutan yang tak disangka-sangka. Alur ceritanya dibangun dengan rapi, dan beberapa kali penonton akan terperangah oleh twist yang tidak bisa ditebak. Justru karena film ini menggabungkan genre yang tak biasa, yakni komedi, thriller, drama keluarga, dan zombie, ceritanya jadi sulit ditebak dan menyegarkan.
Penulisan naskahnya terasa cerdas, tidak asal comot elemen zombie dan kemudian ditumpuk dengan konflik keluarga. Setiap perkembangan cerita punya alasan yang kuat dan emosional. Bahkan elemen-elemen kecil seperti lagu favorit Soo-Ah atau gaya melatih Jung-Hwan punya makna yang berkembang seiring berjalannya film.
Yang paling menarik adalah bagaimana penonton dibuat terus bertanya-tanya: apakah Soo-Ah bisa sembuh? Dan jika tidak, apakah Jung-Hwan sanggup menghadapi kenyataan itu? Film ini memberikan jawaban yang mungkin tidak kamu harapkan, tapi justru itulah kekuatan cerita yang tidak klise dan berani keluar dari pakem.
Pesan tentang cinta tanpa syarat

Di balik semua kekacauan, kelucuan, dan ketegangan, inti dari My Daughter Is A Zombie adalah tentang cinta seorang ayah. Jung-Hwan bukan ayah yang sempurna, bahkan bisa dibilang sering ceroboh dan gegabah. Tapi ia adalah contoh cinta tanpa syarat. Jung-Hwan adalah sosok yang bersedia mempertaruhkan segalanya demi anaknya, bahkan ketika dunia menyuruhnya menyerah.
Film ini menyampaikan pesan bahwa keluarga bukan hanya tentang darah, tapi tentang pilihan untuk tetap mencintai meski dalam situasi paling sulit. Perjuangan Jung-Hwan adalah pengingat bahwa dalam kondisi apa pun, kasih sayang dan keyakinan bisa menjadi penyelamat. Bahkan ketika yang kamu cintai berubah menjadi zombie sekalipun.
Tak hanya membuat penonton tertawa dan menangis, film ini juga meninggalkan kesan yang dalam. Ia mengajak kita berpikir ulang tentang apa arti menjadi orang tua, apa batas cinta, dan seberapa jauh kita mau berjuang untuk mempertahankan satu-satunya hal yang paling berarti dalam hidup: keluarga.



















