Review ‘Mencuri Raden Saleh’: Kecerdikan Nakal yang Memikat

Ingin rasanya jadi komplotan para Pencuri Raden Saleh

Review ‘Mencuri Raden Saleh’: Kecerdikan Nakal yang Memikat

Follow Popbela untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Whatsapp Channel & Google News

“Siapa nih, yang bikin film heist bawa-bawa nama Raden Saleh?,” tanya saya ketika pertama kali mendengar akan ada film bertema pencurian dari sineas Indonesia. Berisiko, namun dengan berani, Angga Dwimas Sasongko mewujudkan film tersebut di tahun 2022 ini.

Bukan perkara mudah untuk mengeksekusi cerita pencurian kelas kakap yang dilakukan oleh maling gen-Z kelas teri. Belajar dari film heist Hollywood, memang perlu plot mendetail yang mampu mengikat pandangan untuk tetap ke layar.

Review ‘Mencuri Raden Saleh’: Kecerdikan Nakal yang Memikat

Oke, saya penasaran. Pertama, Angga—dan bahkan sineas Indonesia—belum pernah megerjakan film rumit seperti ini. Kedua, ia melibatkan banyak nama-nama muda—baik dari sisi aktor hingga penulis dan cinematographer. Ketiga, kita membicarakan nama Raden Saleh. Pelukis pionir seni modern yang memadukan romantisme Eropa dengan latar Jawa, yang harga lukisannya bisa sampai ratusan miliar.

Usaha Angga selama bertahun-tahun merangkai proses pembuatan film tidak sia-sia. Dengan 15 draft naskah, hingga perlu waktu dua setengah tahun mempersiapkan replika lukisan Raden Saleh, film Mencuri Raden Saleh terhampar sepanjang 154 menit dengan gejolak gereget yang kerap meletup, namun mulus ditonton tanpa rasa terengah-engah.

Bagi saya penyuka Popo Iskandar dan Arie Smit, senang rasanya mendengar Piko (Iqbaal Ramadhan)—si penggemar Depeche Mode, menyebut nama-nama Affandi, Jeihan (Sukmantoro), hingga Hendra Gunawan. Lalu ia juga bertanya kalau untuk permintaan khusus, lukisan Raden Saleh seri apa yang mau dibuat replikanya.

Lalu pembayarannya? Dengan ETH. Sebuah kombinasi selera konvensional dengan sudut pandang yang visioner, mulai membuat saya membenarkan posisi duduk dan menajamkan pandangan saya, meski mendapat jatah menonton di jam 10 malam.

Persahabatan Piko dengan Ucup (Angga Yunanda) juga terasa ‘normal’, seperti keduanya memang sudah kenal lama dan saling tahu kondisi kehidupan pribadi masing-masing. Hal ini mengingatkan saya dengan chemistry Ben dan Jodi di film serial Filosofi Kopi yang juga di bawah arahan Angga. Sutradara 37 tahun tersebut tak pernah luput mengutamakan ikatan emosional pelakon film-filmnya.

Kemudian ketika Sarah (Aghniny Haque), duo Umay Shahab (Gofar) dan Tuktuk (Ari Irham), serta Fella (Rachel Amanda) masuk dalam cerita, secara perlahan mereka membentuk ikatan heksagon yang saling menguatkan dan memperkaya film. Membuat saya percaya dengan kesatuan unit ini. 

Tentu kehadiran Permadi (Tio Pakusadewo) membawa aura tersendiri yang bisa membuat bergidik. Atau kokohnya karakter Budiman (Dwi Sasono) dan Dini (Atiqah Hasiholan) yang meski tidak memiliki banyak screen time, namun menjadi percikan fluktuasi ‘rasa’ di dalam cerita. Tapi aktualisasi lakon keenam bintang muda yang dipercaya Angga, membuat Mencuri Raden Saleh begitu menyenangkan untuk ditonton.

Please bear in mind, kalau penokohan keenam karakter utama ini adalah sosok remaja 20-an awal yang memang tidak memiliki kemampuan mencuri, karena mereka tidak pernah berprofesi sebagai maling. Jadi, plot dan proses pencurian yang memiliki kekurangan, tetap masuk akal.

Banyak hal yang mendapat perhatian saya ketika menyaksikan film ini, seperti detail suara tombol scroll mouse (sering perhatikan, nggak? Kalau di film atau serial, umumnya terdengar suara ketikan ketimbang jari yang sedang menggunakan tombol scroll?), detail nomor rangka mesin mobil, tingkat kepanikan mereka pada sebuah adegan, lelucon-lelucon yang dilontarkan tidak terdengar cringe, hingga product placement yang sangat halus tanpa terlihat dipaksakan dan kelak menjadi bahan tertawaan.

Film bertema heist tentu tak lengkap tanpa scoring yang menggugah. Di sini saya merasa Abel Huray selaku music director, memasukkan formula yang mirip dengan film serial Ocean’s dan Now You See Me. Namun tidak masalah juga, karena penempatannya terasa tepat guna.

Secara keseluruhan, ansambel Mencuri Raden Saleh telah melakukan pekerjaan paripurna. Saya jadi membayangkan, mungkin ketika Angga meneriakkan “It’s a wrap!”, banyak yang tak hanya bertepuk tangan, namun juga menangis haru. Well, it’s all worth it. Saya hanya berharap film ini memiliki kelanjutannya dan kelak bisa membuka pintunya untuk kembali mencuri kesima penonton.

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here