Review 'KKN di Desa Penari: Luwih Dowo, Luwih Medeni': Luwih Tertoto

MD Pictures mendengarkan semua kritik filmnya!

Review 'KKN di Desa Penari: Luwih Dowo, Luwih Medeni': Luwih Tertoto

Follow Popbela untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Whatsapp Channel & Google News

"Nah, ngene tho nek nggarap film iku. Luwih tertoto timbang sadurunge (nah, harusnya begini dong kalau membuat film itu. Lebih rapi dibandingkan film sebelumnya)."

Komentar itu langsung meluncur begitu saja saat saya selesai menyaksikan versi terbaru dari KKN di Desa Penari yang berjudul KKN di Desa Penari: Luwih Dowo, Luwih Medeni. Di musim liburan akhir tahun 2022 ini, MD Pictures secara 'nekat' merilis kembali film fenomenal dan terlaris sepanjang sejarah film Indonesia ini dalam waktu yang lumayan berdekatan. Seolah tak puas dengan pencapaian 9,2 juta penonton dalam kurun waktu kurang lebih satu bulan, KKN di Desa Penari dirilis kembali dengan menambahkan beberapa detil dan tokoh.

Sesuai dengan judulnya, film ini memang luwih dowo (lebih panjang secara durasi), tapi nggak luwih medeni (lebih menakutkan) dibandingkan versi sebelumnya. Namun, saya mengapresiasi beberapa 'perbaikan' di beberapa bagian film yang menandakan bahwa filmmakers di baliknya menerima semua kritik dan masukan dari penonton.

Sinopsis: KKN berujung petaka karena tak bisa kendalikan hawa nafsu

Review 'KKN di Desa Penari: Luwih Dowo, Luwih Medeni': Luwih Tertoto

Untuk yang lupa dengan jalan ceritanya, berikut saya akan kisahkan ulang sedikit sinopsis dari film yang disutradarai oleh Awi Suryadi ini. Secara keseluruhan, jalan cerita dari film ini masih tetap sama. Yakni, ada sekelompok mahasiswa yang beranggotakan enam orang mulai melakukan kuliah kerja nyata (KKN) di sebuah desa terpencil di dalam hutan. Kegiatan ini mereka lakukan demi memenuhi salah satu mata kuliah sebagai syarat kelulusan mereka.

Sejak awal kedatangan di desa ini, Ayu (Aghniny Haque), Nur (Tissa Biani), Widya (Adinda Thomas), Bima (Achmad Megantara), Wahyu (Fajar Nugra), dan Anton (Calvin Jeremy) sudah merasakan hal yang janggal. Namun, mereka menepis itu semua dan mencoba untuk mulai beradaptasi dengan lingkungan sekitar demi terlaksananya tugas kampus itu.

Kejanggalan demi kejanggalan pun datang menghantui mereka berenam. Mereka tak tahu ada petaka mengintai keselamatan dan nyawa mereka. Sebab, di antara enam orang itu ada yang melanggar peraturan paling berat. Siapa dan apa yang dilanggar sampai kegiatan KKN mereka penuh dengan teror?

Jalan cerita yang lebih rapi dan mengalir

Sebagai yang sudah membaca thread 'KKN di Desa Penari' yang ditulis oleh @Simpleman, saya merasa cukup kecewa dengan interpretasi yang divisualkan dalam film KKN di Desa Penari versi pertama. Bagaimana tidak? Alih-alih menghadirkan kisah yang runut agar mudah dipahami, Lele Laila (penulis naskah) malah membuatnya sama persis seperti thread yang dibuat.

Ya memang tidak apa-apa membuat naskahnya sesuai dengan thread yang ada. Namun hasilnya, bagi saya, seperti memvisualisasikan tweet demi tweet tanpa ada penyambungnya. Sehingga, film ini terasa patah-patah dan penonton dipaksa sudah paham dengan jalan ceritanya. Mungkin para filmmaker beranggapan semua penonton sudah membaca thread Simpleman itu. Bisa jadi tidak semuanya, kan?

Dalam film versi terbarunya ini, jalan cerita yang dihadirkan di KKN di Desa Penari: Luwih Dowo, Luwih Medeni, menurut saya, jauh lebih rapi dan mengalir. Ada beberapa penjelasan di awal film bagaimana kisah KKN tersebut dimulai, perpindahan satu adegan ke adegan lain yang lebih smooth sehingga saya nggak lagi merasakan 'kejomplangan' cerita, serta perasaan seperti melihat sketsa thread yang divisualisasikan sudah tak ada lagi.

Saya acungkan dua jempol untuk Awi dan Lele Laila yang mendengarkan kritik film ini. Sehingga apa yang dihadirkan di versi terbarunya bukan sekadar pengulangan cerita sebelumnya, melainkan ada perbaikan yang membuat film ini lebih nyaman ditonton.

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here