Review ‘Balada Si Roy’: Saat Hidup Terasa Pelik dengan Beragam Konflik

Proses pencarian jati diri, relate dengan kehidupan remaja

Review ‘Balada Si Roy’: Saat Hidup Terasa Pelik dengan Beragam Konflik

Follow Popbela untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Whatsapp Channel & Google News

Masa SMA kata orang adalah masa yang paling indah. Saya setuju dengan pernyataan itu. Sebab, meski seolah saya didera masalah, tapi hanya dengan pulang ke rumah dan tidur, semua masalah terasa selesai tanpa saya benar tahu bagaimana ujungnya.

Mengingatkan kembali ke masa SMA yang saya alami beberapa tahun lalu, menyaksikan Balada Si Roy benar-benar membuat saya masuk ke mesin waktu. Sama seperti Roy (Abidzar Al-Ghifari), masalah yang saya alami saat itu muncul seolah tak berhenti. Bukannya selesai, malah ada lagi masalah baru yang muncul dan harus dihadapi oleh Roy yang baru berusia 18 tahun itu--usia yang sama dengan saya saat SMA.

Banyak konflik yang dihadapi dalam film berdurasi hampir dua jam itu, membuat saya merasa sangat relate pada tokoh utamanya. Namun, bukankah kehidupan semua remaja yang sedang mencari jati diri memang begitu adanya?

Sinopsis: pencarian jati diri di kota kecil di pesisir barat Pulau Jawa

Review ‘Balada Si Roy’: Saat Hidup Terasa Pelik dengan Beragam Konflik

Bagi Roy (Abidzar Alghifari) pindah dari Bandung ke Serang, Banten adalah hal yang berat baginya. Sebab, Serang adalah daerah kecil yang sangat berbeda dari Bandung, tempat kelahirannya. Di Serang, Roy harus beradaptasi dengan banyak hal. Mulai dari kebiasaan anak-anak di sekolah, lingkungan, hingga menghadapi kenyataan bahwa masyarakat Serang memiliki keadaan ekonomi yang memprihatinkan dibandingkan yang seharusnya.

Beradaptasi di lingkungan baru awalnya tidak sulit bagi Roy. Sebab, teman-teman barunya, Andi (Jourdy Pranata) dan Toni (Omara N. Esteghlal) cukup membantunya untuk beradaptasi dan berkenalan dengan lingkungan sekolah. Bahkan, dalam waktu singkat, Roy bisa dekat dengan Ani (Febby Rastanty) meski ia harus berhadapan dengan Dullah (Bio One) yang juga mengincar Ani.

Di tengah begitu banyaknya masalah yang menghadang, Roy berkeinginan untuk mengikuti jejak sang ayah (Ramon Y. Tungka) untuk berpetualang, namun tetap punya rumah untuk pulang. Lantas, bisakah Roy menghadapi semua dilema untuk mencari jati diri sesungguhnya?

Konflik yang dialami Roy mencerminkan kehidupan banyak remaja

Menyaksikan Balada Si Roy sangat menegangkan. Melihat kembali Kota Serang di tahun 80-an sambil bernostalgia membuat kita seolah masuk ke mesin waktu. Saya yang lahir setelah ‘masa’ Roy berakhir jadi tahu bagaimana keadaan pada masa itu. Sedikit banyak Balada Si Roy menggambarkan keadaan yang terjadi pada tahun 80-an. Bukan hanya dari segi kehidupan anak sekolah, tapi juga dari kondisi ekonomi dan politik di masa itu yang terlihat belum stabil karena masih banyaknya penembak misterius (petrus) yang berkeliaran.

Dalam mencari jati diri, Balada Si Roy harus menghadapi banyak konflik. Salman Aristo dan Gol A Gong sebagai penulis naskah cukup apik menuliskan konflik-konflik remaja yang cukup dekat dengan keseharian anak-anak SMA. 

Di keseharian dalam kehidupan nyata remaja SMA, konflik memang sering terjadi. Tak jarang, kita sebagai manusia, berapapun usianya, dipaksa untuk mengikuti alur hidup dengan masalah dan cobaan yang terus menggempur, hampir tanpa jeda. Film ini membuat saya menyadari bahwa tidak semua masalah ada jalan keluarnya, dan kadang kita harus tetap kuat untuk menghadapi hari esok.

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here