‘Baby Blues’ Review: Sentil Kenyataan dan Sulitnya Jadi Orang Tua Baru

Tontonan ringan yang sarat pelajaran hidup

‘Baby Blues’ Review: Sentil Kenyataan dan Sulitnya Jadi Orang Tua Baru

Follow Popbela untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Whatsapp Channel & Google News

Bagi beberapa pasangan yang tengah menjalin hubungan asmara, pernikahan menjadi salah satu fase impian. Dengan menikah, mereka merasa seolah masalah hidup menjadi berkurang satu. Padahal sebenarnya, menikah adalah gerbang awal hadirnya tantangan baru yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Mengasuh anak, misalnya.

Tidak ada sekolah untuk mengasuh dan membesarkan anak. Semuanya didasarkan pada coba-coba dan pengalaman. Supaya nggak stres-stres amat, membesarkan anak butuh kerja sama pasangan. Tapi, bagaimana jadinya jika pasangan yang kita nikahi adalah sosok yang nggak peka dan belum memahami prioritas? Ditambah lagi campur tangan mertua yang membuat semuanya semakin runyam.

Kenyataan inilah yang menjadi benang merah untuk Baby Blues, film terbaru produksi MVP Pictures dan Telkomsel MAXStream.

‘Baby Blues’ Review: Sentil Kenyataan dan Sulitnya Jadi Orang Tua Baru

Ketika Dara lahir, Dinda (Aurelie Moeremans) dan Dika (Vino G. Bastian) sangat bahagia. Sebagai pasangan baru, kelahiran Dara sangat dinantikan. Terlebih, Dara juga cucu pertama bagi Ibu Tari (Ratna Riantiarno) dan Pak Nurul (Mathias Muchus) orang tua Dika. 

Awalnya, Dinda merasa bisa mengurus bayinya sendiri, meski Dika sama sekali nggak membantu. Namun, lama kelamaan, Dinda semakin stres karena Dara yang kerap rewel, Dika yang lebih sering menghabiskan waktu bersama teman-temannya, hingga mertuanya yang seringkali mengomentari cara mengasuh dan bentuk tubuh Dinda.

Karena tak tahan dengan semuanya, Dinda mengalami baby blues dan berharap semoga Dika merasakan apa yang ia rasakan. Bak sumpah yang menjadi nyata, di suatu pagi, Dinda terbangun dengan keadaan yang tak biasa: ia berada di tubuh Dika dan Dika berada di tubuhnya.

Baby Blues mungkin bukan film pertama yang menyajikan premis body swap. Namun, menjadi kisah segar di Indonesia, karena tema ini masih jarang diangkat ke layar lebar. Di industri perfilman Hollywood sendiri, tema body swap sebetulnya sudah sering ditemukan. 

Sebut saja film Freaky Friday (2003) yang dibintangi Lindsay Lohan dan Jamie Lee Curtis. Film ini mengisahkan tentang hubungan ibu dan anak yang tak akur, kemudian jiwa mereka tertukar. Lalu, ada lagi film The Hot Chick (2002) yang dibintangi oleh Rachel McAdams. Film ini berkisah tentang jiwa seorang remaja perempuan yang tertukar dengan penjahat kriminal. 

Berbeda dengan film-film bertema body swap lainnya, Imam Darto sang penulis naskah, cukup jenius memilih pasangan suami-istri muda untuk bertukar jiwa. Ia ingin menyentil pasangan muda yang terkadang masih bersikap egois dan merasa dirinyalah yang paling lelah dalam mengurus rumah tangga, sehingga muncul masalah baru yang sebenarnya tidak perlu. Padahal, jika mau bekerja sama dan saling mengerti, semua masalah ini tidak perlu berlarut-larut, bukan?

Masih soal body swap, dalam film ini kita akan melihat bagaimana Vino akan tampil lebih feminin dan Aurelie menjadi lebih tomboi, karena jiwa mereka tertukar satu sama lain. Andi Bachtiar Yusuf berhasil mengarahkan mereka dan meyakinkan penonton bahwa mereka benar-benar tertukar jiwa tanpa mengubah tampilan visual. Gestur serta emosi Vino dan Aurelie-lah yang ditampilkan sedemikian rupa, sehingga membuat penonton yakin tanpa harus dibuat-buat.

Bukan Andi Bachtiar namanya jika tidak memasukan unsur-unsur animasi sebagai pelengkap film. Dibantu oleh Asep Kalila sebagai sinematografer dan Teguh Raharjo sebagai penyunting, film garapan Andi Bachtiar selalu penuh warna cerah dan hiasan neon yang khas. Formula ini membuat penonton akan selalu ingat dengan film tersebut, seperti halnya penonton mengingat film Love for Sale (2018), Love for Sale 2 (2019) dan Bridezilla (2019).

Jangan lupakan akting para aktornya, Bela. Saya pribadi salut dengan Vino G. Bastian yang bisa begitu luwes memerankan tokoh Dika yang bertukar tubuh dengan Dinda. Tanpa harus menggunakan pakaian perempuan, kita akan sangat yakin bahwa ada Dinda di dalam tubuhnya. Mulai dari cara Vino menggendong bayi, menangis, hingga menyapa orang, semua begitu meyakinkan.

Memerankan sosok perempuan yang terperangkap dalam tubuh laki-laki menjadi salah satu impian Vino. Dalam sebuah wawancara awal kariernya dulu, Vino sangat ingin memerankan tokoh perempuan dan dalam film ini, impiannya tersebut terwujud dan hal ini membuatnya cukup puas, karena satu lagi portofolio aktingnya berhasil terabadikan.

Selain Vino dan Aurelie yang pantas mendapatkan dua jempol, saya juga angkat topi untuk ansambel pemain dalam film ini. Yakni, Ratna Riantiarno, Mathias Muchus, Abdurrahman Arif, Rigen Rakelna, Aida Nurmala dan Erick Estrada. Porsi mereka pas, dialog yang tidak berlebihan tapi tetap menarik, dan benar-benar menghidupkan jalan cerita.

Sekali lagi, Imam Darto berhasil memberikan dialog penuh humor yang saat didengarkan bukan hanya memancing tawa, tapi juga menyentil ego penonton. Baby Blues tidak hanya menghadirkan kisah ringan sebagai teman di malam minggu, tapi juga cerita yang sarat akan pesan dan pelajaran bagi siapapun yang menyaksikannya. 

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here