Tutup
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
unfortunately

Kisah Heroik Yusra Mardini, Berenang 3,5 Jam untuk Hindari Perang

Atlet Olimpiade Tokyo 2020 yang inspiratif!

Niken Ari Prayitno

Yusra Mardini, atlet renang yang tergabung dalam IOC Refugee Olympic Team tengah menjadi sorotan dunia. Kisah heroik Yusra yang berhasil kabur dari negaranya untuk mendapatkan tempat tinggal yang lebih aman, telah menyentuh hati banyak orang. 

Berenang di laut lepas dan dilanjutkan berjalan kaki hingga berjam-jam, terpaksa dilakukan Yusra demi menghindari perang. Bagaimana kisah selanjutnya dari Yusra Mardini yang saat ini tengah berjuang di Olimpiade Tokyo 2020? Simak selengkapnya berikut ini.

Kehidupan Yusra berubah sejak perang Suriah dimulai pada tahun 2015

Instagram.com/YusraMardini

Kehidupan perempuan kelahiran 5 Maret 1998 ini awalnya tidak berbeda dengan remaja pada umumnya. Yusra mengenyam pendidikan yang layak, tinggal di rumah yang nyaman dan di waktu senggang, ayahnya menyempatkan diri untuk mengajari Yusra berenang.

Namun, semua kehidupan Yusra berubah drastis saat perang mulai pecah di Suriah pada tahun 2011. Keluarganya pun sudah mulai merencanakan untuk mengungsi, tapi urung dilakukan karena berbagai alasan. Mereka pun bertahan di Damaskus, Suriah, meski situasi sangat mencekam kala itu.

Puncaknya, empat tahun setelah perang terjadi, atau pada tahun 2015, rumah Yusra hancur akibat ledakan dan ayahnya, Ezzat, ditangkap serta dipukuli oleh tentara setempat. Mau tak mau, keluarga Yusra tak ada pilihan lain selain keluar dari negara tersebut. 

Memiliki anggota keluarga yang cukup banyak, tentu sangat riskan jika semuanya melarikan diri secara bersama-sama. Keluarga Yusra pun sudah mengatur strategi untuk melarikan diri dengan memecahnya menjadi beberapa kelompok. Yusra yang saat itu berusia 17 tahun, mendapat giliran pertama untuk melarikan diri bersama kakaknya, Sarah, menggunakan kapal menuju Turki.

Berenang 3,5 jam di laut lepas

Instagram.com/YusraMardini

Setelah menempuh perjalanan yang cukup berisiko dari rumah menuju pelabuhan, Yusra dan Sarah akhirnya dapat menumpang kapal motor menuju Turki. Mereka tidak sendirian, ada 16 pengungsi lain yang juga memiliki tujuan yang sama.

Perjalanan Yusra dan Sarah menuju Turki tidak mulus begitu saja. Baru berjalan sekitar 15 menit, kapal motor yang berkapasitas 7 penumpang tapi diisi 20 orang itu mengalami mati mesin karena kelebihan muatan. 

Yusra, Sarah dan dua penumpang lainnya pun berinisiatif untuk turun dari kapal itu dengan alasan untuk mengurangi beban kapal. Saat di air, mereka pun mengikatkan tali dari kapal ke badan mereka. Karena mesin tak kunjung menyala, mereka akhirnya berenang sambil menarik perahu sampai ke daratan terdekat.

Dengan keahlian berenang yang dimiliki Yusra dan Sarah, bisa saja mereka meninggalkan pengungsi lainnya di tengah laut. Melansir dari Vogue.com, Yusra tak ingin meninggalkannya karena mereka bisa saja tidak selamat.

Itu adalah bagian tersulit bagiku karena harus merasakan perihnya air asin. Tapi, apa yang akan aku lakukan setelah itu? Membiarkan semua orang tenggelam? Kami akhirnya memutuskan menarik dan berenang untuk hidup mereka," jelas Yusra.

Setelah menempuh perjalanan laut yang berat, terutama untuk Yusra dan Sarah yang harus berenang sambil menarik perahu selama 3,5 jam, mereka akhirnya tiba di Pantai Lesbos, Yunani. 

Dari Yunani, Yusra bersama pengungsi lainnya memutuskan untuk berjalan kaki sampai ke Jerman. Tentu hal ini sangat berat, karena mereka tak memiliki cukup uang dan makanan. Bahkan Yusra sengaja meninggalkan sepatunya yang basah di Pantai Lesbos. 

Tinggal di kamp pengungsian Berlin selama enam bulan dan bergabung dengan klub renang

Instagram.com/YusraMardini

Setibanya di Berlin, Yusra dan pengungsi lainnya pun harus tinggal di kamp pengungsian sampai waktu yang tak menentu. Tak adanya surat dan dokumen data diri resmi, membuat Yusra tak bisa berbuat banyak selain menghabiskan waktu di kamp pengungsian.

Beruntung, saat itu Yusra mengetahui ada klub renang yang sedang mencari dan melatih atlet muda, Wasserfreunde Spandau 04. Tanpa pikir panjang, Yusra bergabung dengan klub tersebut.

Melalui Wasserfreunde Spandau 04, Yusra bisa mengurus surat-surat penting, identitas diri dan izin tinggal di Jerman. Beberapa bulan Yusra berlatih di klub tersebut sampai akhirnya ia terpilih untuk mengikuti Olimpiade Rio 2016 mewakili IOC Refugee Olympic Team yang baru dibentuk oleh UNHCR.

Dua kali ikut bertanding di olimpiade

Instagram.com/YusraMardini

Olimpiade Tokyo 2020 menjadi olimpiade kedua yang diikutinya. Pada tahun 2016 lalu, Yusra juga mendapat kesempatan untuk bertanding di Olimpiade Rio 2016. Ia bertanding untuk dua nomor perlombaan, yakni 100 meter gaya bebas dan 100 meter gaya kupu-kupu.

Pada Olimpiade Tokyo 2020 ini, Yusra tak hanya bertanding. Yusra mendapat kehormatan sebagai pembawa bendera dalam upacara pembukaan Olimpiade Tokyo 2020.

Prestasi membanggakan lainnya

Mendengar pengalaman Yusra yang begitu berat sebagai seorang imigran, namun tetap berprestasi di kancah dunia, membuat PBB memilihnya sebagai GoodWill Ambassador UNHCR. Tidak hanya itu, di sela-sela latihannya sebagai atlet profesional, Yusra mengisi waktuya dengan bekerja untuk ERCI, organisasi non-pemerintah yang membantu pengungsi untuk berkomunikasi dengan tim penyelamat.

Atas apa yang dilakukannya ini, Yusra mendapat pujian dan perhatian dunia. Dalam kesempatan wawancara bersama UNHCR, dilansir dari TrtWorld.com, Yusra mengatakan bahwa pengungsi juga memiliki kesempatan yang sama dengan masyarakat dunia lainnya asalkan mereka tak ragu untuk bermimpi dan berusaha.

"Saya berpesan kepada mereka semua untuk selalu melakukan apa yang mereka sukai. Tunjukkan kepada dunia bahwa pengungsi tidak akan mudah menyerah dan akan terus bermimpi, bahkan setelah melalui perjalanan yang sulit sekalipun," jelas Yusra.

Membaca perjalanan hidup Yusra, atlet tersebut memang pantas mendapat pujian atas kerja kerasnya, ya, Bela. 

IDN Media Channels

Latest from Inspiration