Kabar duka menyelimuti Tanah Air pada Sabtu (1-3-2025) kemarin. Dua pendaki perempuan, Lilie Wijayanti Poegiono dan Elsa Laksono, dikabarkan meninggal dunia setelah mencapai puncak tertinggi Indonesia, Carstensz Pyramid, Papua Tengah.
Kedua pendaki senior ini meninggal akibat hipotermia setelah menghadapi cuaca ekstrem di puncak gunung tersebut. Lilie dan Elsa sendiri merupakan dua sahabat yang sudah hampir 40 tahun mendaki bersama. Keduanya bercita-cita untuk menaklukan 7 puncak tertinggi di Indonesia.
Meninggal sambil berpelukan, berikut kisah persahabatan penuh haru pendaki Lilie Wijayanti Poegiono dan Elsa Laksono.
1. Bersahabat sejak SMP
Bukan kenal sebentar, Lilie dan Elsa merupakan sepasang sahabat sejak keduanya masih SMP. Masuk ke SMA, keduanya kembali satu sekolah di SMAK St. Albertus Malang atau yang dikenal juga dengan SMA Dempo.
Pada tahun 1984, setelah lulus SMA, persahabatan mereka tersebut sempat terputus lantaran mengejar kehidupan pribadi masing-masing. Lilie dan Elsa bertemu kembali berkat media sosial setelah berusia 50 tahun.
“Pertemanan Mamak Pendaki (Lilie Wijayanti) dan Mamak Gigi (Elsa Laksono) dimulai sejak bangku SMP, dan berlanjut ke SMA dan mulailah kami mendaki bersama,” ungkap Lilie.
"Persahabatan kami terputus tanpa kabar berita, aku melanjutkan kuliah dan karier di Telkom, dan Elsa melanjutkan kuliah Kedokteran Gigi di Jakarta. Karena itulah dia dinamai Mamak Gigi. Komunikasi terbatas dan hubungan terputus. Dan ketika sosmed mulai marak, bertemulah kami dan teman-teman lainnya," cerita Lilie dalam sebuah caption di unggahan Instagram.
2. Pertama mendaki bersama saat SMA
Dua sahabat ini memulai petualangan mereka mendaki gunung saat duduk di bangku SMA. Keduanya saat itu ingin menaklukan Gunung Bromo. Meski sempat terhenti karena kesibukan masing-masing, usai bertemu lagi mereka akhirnya kembali mendaki.
Hal ini diprakarsai oleh Elsa yang mengajak teman-temannya itu. Elsa meminta hadiah ulang tahun ke-50 berupa mendaki Gunung Semeru. Meski gagal, keduanya tetap senang karena akhirnya bisa melanjutkan hobi mereka itu.
"Percaya atau tidak, Mak Gigi inilah biang kerok kami mendaki lagi. Saat itu dia berulang tahun ke-50, dan ketika ditanya mau hadiah apa? Jawabannya adalah hiking ke Gunung Semeru. Jadilah kami bersusah payah penuh drama mendaki Gunung Semeru dan gagal," kenang Lilie.
"Dari situlah kami berdua dan seorang teman membentuk grup Kura-Kura Gunung dan beranak pinak sampai sekarang. Mendaki puluhan gunung di dalam dan beberapa di luar negeri," tambahnya.
3. Daki gunung di dalam dan luar negeri
Dua sahabat ini bercita-cita untuk mencapai tujuh puncak gunung tertinggi di Indonesia. Mereka bahkan telah mendaki ke puncak gunung, baik di dalam maupun luar negeri. Tak hanya berdua, duo sahabat ini juga membangun sebuah klub mendaki bernama Kura-Kura Gunung.
Bersama dengan tiga teman SMA-nya, Lilie dan Elsa pernah mencapai puncak Gunung Dempo untuk merayakan 40 tahun kelulusan mereka. Pendakian tersebut pun dipersembahkan untuk almamater sekolah tercintanya.
"Di puncak Gunung Dempo yang megah, kami berlima, alumni SMAK St. Albertus Malang, yang lebih populer dengan nama SMA Dempo, bersatu kembali. Masa paling indah kami, belajar bersama, bermain bersama, dan mendaki bersama.
Tahun 1984, aku, Adjie, dan Elsa lulus. Hanafi, kakak kelas (D83), dan Saroni, adik kelas (D87). Kami pun berpisah, mengejar cita-cita masing-masing. Romo Kepala Sekolah, bagaikan melepas merpati putih, mengantarkan kami terbang. Ada yang ke luar negeri, ada yang ke luar kota.
Bertahun kemudian, kami dipertemukan kembali. Kecintaan kami pada pendakian gunung pun masih membara. Kami mewadahi kegiatan kami di grup Kura-Kura Gunung menjelajahi gunung-gunung di Indonesia dan beberapa gunung di luar negeri.
Kini, dalam rangka merayakan 40 tahun kelulusan, kami mendaki Gunung Dempo, gunung yang namanya sama dengan sekolah kami. Walaupun trek Dempo terkenal kejam, ditambah badai yang menerjang selama pendakian, sebagai anak Dempo yang telah ditempa, kami tak gentar.
Akhirnya, dengan bangga kami berdiri di Puncak Merapi Gunung Dempo dengan seragam SMA kami. Pendakian ini kami persembahkan untuk almamater tercinta, SMAK Santo Albertus Malang.
Aku memilih lagu Merpati Putih, lagu favorit Romo Kepala Sekolah kami, yang kami nyanyikan kembali di misa Requiemnya…..kembali membangkitkan segala kenangan dan perjuangan di SMA," tulis Lilie di unggahannya.
4. Hiking Queen yang suka berdansa di hutan
Elsa dan Lilie mengaku kalau mereka bukan dancing queen melainkan hiking queen. Bagi keduanya, alam adalah tempat bermain, hutan adalah lantai dansa, dan gunung adalah kerajaannya. Dokter gigi dan perancang busana itu membagikan keseruan mereka saat mendaki bersama hingga menari dengan semangat meski usia mereka tak lagi muda.
Kecintaan pada alam, membuatnya telah mendaki puluhan gunung. Lilie tercatat telah mendaki sekitar 30 gunung, termasuk Gunung Merbabu, Manglayang, Slamet, Burangrang, Kelud, Cartenz, Kerinci, Semeru, Rinjani, Bukit Raya, Latimojong, dan Binaiya.
Sedangkan sang sahabat, diketahui telah mendaki Gunung Sumbing, Papandayan, Slamet, dan Mahameru. Bersama Lilie, Elsa juga diketahui pernah mendaki gunung tertinggi di dunia, Gunung Everest, Nepal pada 2019.
"Alam adalah playground kami. Entah mengapa kalau di alam kami bisa bergembira seperti menari-nari di trek, lupa semua masalah. Dan itulah kami, kami nggak bisa menari, menarinya jelek karena bukan Dancing Queen tapi kami adalah Hiking Queen. Gunung adalah kerajaan kami……
Kali ini kami mendaki di kerajaan kami Gunung Slamet via Guci Permadi. Perjalanan kami dikemas dengan apik oleh mas Aerul dari @mount_slamet_3428mdpl
Disclaimer: Hiking Queen nya kidding ya gaes, mohon maaf kalau ada Hiking Queen yang bertahta, hahaha….," kata Lilie lagi saat memamerkan persahabatan mereka di Instagram.
5. Persahabatan abadi di puncak ketujuh
Dua sahabat sesama kelahiran 1965 ini akhirnya menghembuskan napas terakhir setelah menjalani hobi tercinta mereka dan menuntaskan cita-citanya. Lilie dan Elsa dinyatakan meninggal dunia pada Sabtu (1-3-2025) sekitar pukul 02.07 WIT di Puncak Carstensz, Papua Tengah.
Sebelumnya, dalam sebuah wawancara yang terbit pada 29 Januari 2025 lalu, Lilie mengatakan baru saja menuntaskan enam gunung tertinggi di Indonesia dan bertekad mendaki Puncak Jaya untuk menggenapkan tujuh puncak tertinggi di Indonesia.
Dari foto tangkapan layar yang dikirimkan Rahman Mukhlis, Ketua Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI), pada Jumat (28-2-2025) pukul 14.00 WIT, para pendaki sebenarnya sudah sampai di puncak, namun mengalami hipotermia dan diare. Lilie dan Elsa pun meninggal dunia karena serangan hipotermia.
Ternyata, selain untuk menyempurnakan cita-citanya, Elsa dan Lilie juga punya misi khusus di Puncak Cartenzs, yakni membawa plakat sebagai bentuk penghormatan kepada rekan mereka, Hanafi Tanoto, yang meninggal dunia di gunung tersebut tahun sebelumnya.
Plakat tersebut pun sudah berhasil mereka pasang, sebelum akhirnya menyusul sang sahabat yang lebih dahulu berpulang di tempat yang sama.
"Perjumpaan tidak pernah berakhir, seperti awan menjadi hujan dan kembali. Persatuanmu kekal, dalam kami dan semesta. Sang Khalik telah menyambutmu. Kau wariskan semangat yang kami teruskan," tulis plakat tersebut.
Selamat jalan untuk Lilie dan Elsa.