Mengapa Pemprov Bali Sahkan Penangguhan Pembangunan Hotel dan Villa?
- Pemprov Bali menetapkan moratorium pembangunan hotel dan villa pada 14 September lalu di lahan produktif dan wilayah resapan air.
- Moratorium ini dilakukan untuk memenuhi amanat Haluan Pembangunan Bali 100 Tahun, mencegah banjir besar terulang, dan mengatasi kepadatan populasi manusia di Bali.
- Usulan untuk moratorium pembangunan hotel di Bali sudah diajukan sejak 2018 karena faktor lingkungan dan kepadatan populasi manusia di Bali.
Setelah lama dikaji, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali resmi menetapkan moratorium atau penangguhan pembangunan hotel dan villa pada 14 September lalu. Penangguhan ini berlaku khususnya di lahan produktif dan wilayah resapan air.
Sedikit kilas balik, moratorium pembangunan bangunan komersial ini sebenarnya sudah lama dibahas. Namun, aturan ini akhirnya ditetapkan setelah Gubernur Bali Wayan Koster melakukan rapat gabungan bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Hanif Faisol Nurofiq, Bupati Badung, Wali Kota Denpasar, serta Forkopimda Provinsi Bali.
Kira-kira apa alasan di balik disahkannya moratorium pembangunan ini? Simak rangkuman informasinya di bawah ini!
Penuhi amanat Haluan Pembangunan Bali 100 Tahun
Berkat keindahan alamnya, Bali telah lama menjadi destinasi pilihan wisatawan lokal maupun mancanegara. Oleh karena itu, Pemprov Bali menetapkan Peraturan Daerah (Perda) No. 4 Tahun 2023 tentang Haluan Pembangunan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru 2025-2125. Kelestarian alam menjadi salah satu poin pentingnya.
“Mulai tahun ini sesuai dengan Haluan 100 Tahun Bali, mulai 2025 tidak boleh lagi ada alih fungsi lahan produktif untuk kepentingan komersial seperti hotel dan restoran. Instruksi telah saya berikan kepada Bupati dan Wali Kota. Setelah penanganan banjir selesai, kita akan kumpul kembali untuk memastikan tidak ada izin baru yang melanggar kebijakan ini,” tegas Gubernur Koster pada 15 September 2025, dikutip dari metrotvnews.com.
Cegah banjir besar terulang
Penangguhan pembangunan hotel dan villa ini juga dilakukan sebagai langkah pencegahan agar banjir besar yang terjadi di Bali September lalu, tak terulang. Pasalnya, kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Ayung yang mencakup Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan makin mengkhawatirkan.
Menurut data terbaru, DAS Ayung hanya menyisakan 1.500 hektare tutupan hutan dari total 49.500 hektare atau sekitar 3 persen. Secara teori, luas minimal tutupan pohon seharusnya berada di angka 30 persen agar keseimbangan lingkungan terjaga. Menteri LHK Hanif Faisol Nurofiq menyebutkan bahwa selama periode 2015-2024, Bali juga telah kehilangan 459 hektare hutan akibat konversi menjadi lahan non-hutan.
Sudah dibahas sejak 2018
Usulan untuk melakukan moratorium pembangunan hotel di Bali sudah diajukan sejak sebelum pandemi atau sekitar 2018. Selain faktor lingkungan, kepadatan populasi manusia di Bali juga menjadi sorotan. Membludaknya jumlah wisatawan di Bali memang meningkatkan permintaan kamar hotel. Namun, hal itu juga membuat kemacetan terjadi di banyak titik.
Bali Selatan disebut akan menjadi wilayah yang paling terdampak kebijakan moratorium pembangunan hotel ini. Bagaimana tidak? Daerah wisata populer Seminyak, Kuta, Legian, Jimbaran, Benoa, Nusa Dua, serta Uluwatu semuanya berada di sini.
Namun, belum ada informasi resmi lebih lanjut tentang moratorium pembangunan ini. Januari 2025 lalu, sang gubernur bahkan masih menolak adanya kebijakan tersebut. Ia mengatakan hanya akan melakukan pengendalian ketat sehingga para investor masih punya peluang untuk membangun hotel atau villa di Bali.
Bagaimana tanggapanmu terhadap isu ini, Bela?
