Baca artikel Popbela lainnya di IDN App
For
You

Kronologi Konflik Tiongkok dan Jepang Soal Isu Taiwan, Serta Dampaknya!

1_20251122_123633_0000.png
Nikkel Asia
Intinya sih...
  • Pernyataan Takaichi memicu ketegangan China-Jepang
  • Tokyo dorong peningkatan pertahanan dengan reaksi keras dari China
  • Respons China: tekanan diplomatik, manuver militer, dan dampak ekonomi langsung
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Ketegangan antara Tiongkok dan Jepang kembali mencapai titik didih. Sebuah pernyataan Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi—yang menyinggung potensi keterlibatan Tokyo dalam konflik jika Beijing menyerang Taiwan—langsung memicu badai diplomatik, ekonomi, hingga militer. Dari ancaman terbuka diplomat China, larangan perjalanan, pembatalan ratusan ribu tiket penerbangan, hingga kapal pesiar yang mengubah rute, eskalasi ini berkembang jauh melampaui perdebatan politik semata.

Di balik pernyataan yang tampak sederhana itu, tersimpan rangkaian dinamika historis, geostrategis, dan domestik yang memperlihatkan rapuhnya hubungan dua raksasa Asia Timur tersebut. Kalau ingin tahu informasi lengkapnya, mari simak dalam artikel berikut ini, Bela!

1. Pernyataan Takaichi yang memicu gelombang ketegangan

2_20251122_123633_0001.png
Nikkel Asia

Melansir dari The Diplomat, ketegangan terbaru Tiongkok–Jepang bermula dari pidato parlemen pertama Perdana Menteri Sanae Takaichi sejak menjabat pada Oktober 2025. Dalam pidatonya, Takaichi menegaskan perubahan besar dalam posisi keamanan Jepang.

“Jika kekuatan digunakan terhadap Taiwan, dan hal itu mengancam keselamatan bangsa kita, Jepang tidak bisa dan tidak akan tinggal diam," ujarnya.

Takaichi juga menekankan kedekatan geografis sebagai alasan strategis Jepang yaitu beberapa wilayahnya, termasuk Yonaguni, berjarak hanya sekitar 110 kilometer dari Taiwan.

Pernyataan itu langsung memicu reaksi keras Beijing, yang menuduh Jepang ikut campur dalam “urusan internal” Tiongkok. Situasi kian memanas ketika seorang diplomat Tiongkok di Osaka membuat unggahan bernada kekerasan, menyebut bahwa Takaichi “layak dipotong leher” bila terus mencampuri isu Taiwan. Unggahan tersebut segera dihapus, tetapi cukup untuk mengguncang hubungan diplomatik kedua negara.

2. Prioritas baru Tokyo: Dorongan peningkatan pertahanan

3_20251122_123633_0002.png
The Japan Times

Sebagai figur dari faksi konservatif LDP, Takaichi telah lama mendorong garis keras dalam isu pertahanan. Kini, ia mempercepat target peningkatan anggaran militer hingga 2 persen PDB dan mengaktifkan kembali diskusi mengenai kemampuan respons cepat Jepang.

Undang-undang keamanan 2015 memberikan dasar bagi Jepang untuk terlibat dalam pertahanan kolektif. Dengan perubahan dinamika di Selat Taiwan, pemerintah beranggapan bahwa setiap eskalasi di wilayah tersebut bisa langsung menempatkan Jepang dalam risiko.

Kebijakan Takaichi mendapat dukungan politik dari kelompok nasionalis, namun juga memicu kekhawatiran bahwa Jepang bisa terseret dalam konflik kawasan yang lebih luas.

3. Respons dari Tiongkok: Tekanan diplomatik hingga manuver militer

4_20251122_123633_0003.png
Politico

Beijing menanggapi dengan cepat. Wakil Menteri Luar Negeri Tiongkok, Sun Weidong memanggil Duta Besar Jepang Kenji Kanasugi untuk menyampaikan protes resmi, sementara juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Lin Jian menyebut pernyataan Takaichi sebagai bentuk campur tangan dalam “urusan internal” Tiongkok. Media pemerintah Tiongkok bahkan memperingatkan bahwa tindakan Tokyo “dapat memicu perang terbuka” jika terus dianggap mengintervensi isu Taiwan.

Manuver militer di lapangan juga meningkat, termasuk pengiriman kapal penjaga pantai ke perairan sekitar Senkaku/Diaoyu dan penerbangan drone militer di dekat Yonaguni. Rangkaian tindakan ini mempertegas bahwa ancaman verbal—termasuk insiden “potong leher”—bukanlah kejadian terpisah, tetapi bagian dari strategi tekanan terukur Beijing.

4. Taiwan yang jadi sumber ketegangan Tiongkok–Jepang

7_20251122_123634_0006.png
Politico

Isu Taiwan menjadi pusat sengketa karena faktor sejarah dan strategi. Tiongkok menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya, sementara Jepang melihat stabilitas pulau itu sebagai pilar utama arsitektur keamanan Asia Timur.

Kedekatan geografis, jalur perdagangan penting, serta aliansi keamanan Jepang–AS membuat Tokyo hampir pasti terseret jika konflik pecah antara Tiongkok dan Taiwan. Bagi Jepang, kejatuhan Taiwan akan menggeser keseimbangan kekuatan regional secara dramatis, membuka celah bagi ekspansi militer Tiongkok ke kawasan yang lebih dekat dengan kepulauannya.

5. Dampak ekonomi langsung: Larangan impor hingga runtuhnya arus wisata

5_20251122_123633_0004.png
Kyodo News

Ketegangan politik segera merembet ke sektor ekonomi. Tiongkok kembali menghentikan impor produk laut Jepang, sebuah pukulan berat mengingat embargo sebelumnya terkait Fukushima baru saja dilonggarkan.

Larangan perjalanan dari Tiongkok mengakibatkan pembatalan lebih dari 500 ribu tiket penerbangan menuju Jepang hanya dalam hitungan hari. Maskapai menawarkan pengembalian dana penuh, sementara agen perjalanan menangguhkan seluruh paket wisata ke Jepang. Industri pariwisata Jepang—yang mengandalkan wisatawan Tiongkok—mengalami guncangan besar.

6. Efek domino di kawasan: kapal pesiar hingga maskapai ganti rute

6_20251122_123633_0005.png
Kyodo News

Operator kapal pesiar Tiongkok mulai mengubah rute agar tidak lagi singgah di Jepang, mengalihkan perjalanan ke pelabuhan Korea Selatan. Hal ini mempertegas persepsi bahwa berkunjung ke Jepang kini dianggap “berisiko” bagi turis Tiongkok.

Di media sosial, sentimen nasionalis meningkat. Banyak pengguna menyerukan agar masyarakat menghindari Jepang demi “kepentingan nasional.” Imbasnya, Korea Selatan mendapat lonjakan wisatawan, sementara Jepang menghadapi penurunan tajam minat kunjungan dari pasar terbesarnya.

7. Pertemuan batal, hubungan Tiongkok–Jepang kian memanas

8_20251122_123634_0007.png
The Japan Times

Meskipun ketegangan meningkat, analisis umum menunjukkan bahwa Beijing masih berusaha mengirimkan pesan tanpa menutup pintu dialog sepenuhnya. Namun, tanda-tanda pendinginan tampak suram.

Salah satu indikator terpenting adalah kegagalan pertemuan bilateral tingkat tinggi yang sebelumnya direncanakan di sela-sela konferensi regional. Kedua pihak semula dijadwalkan bertemu untuk meredakan ketegangan, tetapi Tiongkok membatalkan pertemuan tersebut di menit-menit terakhir, dengan alasan “situasi yang tidak kondusif.” Tokyo pun merespons dengan menyatakan bahwa Beijing “kehilangan kesempatan untuk mencegah eskalasi lebih jauh.”

Bagi Takaichi, kegagalan itu membuat ruang diplomasi semakin sempit. Meredakan konflik dapat merugikan citranya sebagai pemimpin tegas, sementara mempertahankan sikap keras memperbesar risiko eskalasi—baik secara politik maupun militer.

Dalam situasi ini, masa depan stabilitas Asia Timur sangat bergantung pada bagaimana kedua negara mengelola isu Taiwan beberapa bulan ke depan. Dengan kegagalan pertemuan diplomatik, merosotnya hubungan ekonomi, dan meningkatnya tekanan politik di kedua sisi, hubungan Tiongkok–Jepang berada pada titik paling rapuh dalam bertahun-tahun.

Lantas, akankah ketegangan Jepang–Tiongkok soal Taiwan mereda atau justru bergerak ke arah yang lebih berbahaya dalam beberapa bulan ke depan? Kalau ada informasi lain yang kamu tahu, bisa tulis lewat kolom komentar, Bela!

Share
Topics
Editorial Team
Ayu Utami
EditorAyu Utami
Follow Us

Latest in Lifestyle

See More

5 Kota Dingin di Jawa Timur, Bukan Hanya Batu

14 Des 2025, 20:15 WIBLifestyle