- Asap hitam (fumata nera): Jika tidak ada kandidat yang memperoleh mayoritas dua pertiga, bahan kimia (campuran kalium perklorat, sulfur, dan antrasena) ditambahkan ke dalam pembakaran surat suara untuk menghasilkan asap hitam. Asap hitam ini menjadi sinyal bagi dunia di luar bahwa paus baru belum terpilih.
- Asap putih (fumata bianca): Jika seorang kandidat berhasil memperoleh mayoritas dua pertiga suara, surat suara dibakar dengan bahan kimia tambahan (campuran kalium klorat, laktosa, dan getah pinus) sehingga menghasilkan asap putih. Asap putih ini menjadi tanda sukacita bahwa paus baru telah terpilih. Seringkali, lonceng Basilika Santo Petrus juga dibunyikan untuk mengkonfirmasi terpilihnya Paus.
Menanti Asap Putih, Bagaimana Proses Misa Kudus Pemilihan Paus Baru?

- Proses pemilihan paus baru dimulai setelah paus sebelumnya wafat atau mengundurkan diri, diawali dengan masa berkabung dan pembahasan kandidat potensial dalam Kongregasi Umum.
- Pemungutan suara dilakukan secara rahasia dengan tiga kardinal pengawas yang menghitung jumlah surat suara, dan seorang kandidat harus meraih mayoritas dua pertiga suara untuk terpilih sebagai Paus.
- Asap hitam dari cerobong Kapel Sistina menandakan belum terpilihnya paus baru, sementara asap putih menjadi tanda sukacita bahwa paus baru telah terpilih.
Asap hitam mengepul dari cerobong Kapel Sistina, menandakan belum terpilihnya paus baru pada hari pertama konklaf pada 7 Mei lalu. Para kardinal kembali ke kediaman Santa Marta, tempat mereka dikarantina hingga proses pemungutan suara dilanjutkan keesokan harinya. Hari pertama konklaf biasanya memakan waktu lebih lama karena diawali dengan meditasi dari salah satu kardinal senior, yang merefleksikan kondisi Gereja Katolik dan arah yang seharusnya diambil oleh paus berikutnya.
Para kardinal pun menunjuk sembilan orang untuk menjalankan peran penting dalam proses pemungutan suara, yaitu Pengawas, Infirmarii, dan Revisi, yang bertugas memastikan keakuratan dan keamanan hasil pemilihan. Kali ini, proses berlangsung lebih kompleks karena melibatkan jumlah yang lebih besar dalam sejarah konklaf, yakni 133 kardinal.
Momen asap hitam ini sontak menjadi sorotan dunia, sebuah simbol bahwa Gereja Katolik masih dalam penantian akan pemimpin barunya. Namun, di balik tradisi ini tersimpan rangkaian ritual dan tata cara yang sarat makna spiritual serta sejarah panjang.
Lantas, seperti apa proses konklaf atau misa kudus pemilihan paus berikutnya?
Persiapan menuju konklaf

Setelah paus sebelumnya wafat atau mengundurkan diri, Kardinal Camerlengo secara resmi mengonfirmasi hal tersebut dan menghancurkan segel kepausan sebagai simbol berakhirnya masa jabatannya. Kepemimpinan sementara Gereja Katolik kemudian dipegang oleh Dewan Kardinal.
Selama sembilan hari berikutnya diadakan masa berkabung (novemdiales), yang diisi dengan misa dan doa untuk mengenang paus yang telah tiada. Para kardinal kemudian berkumpul dalam Kongregasi Umum untuk membahas situasi Gereja dan mengevaluasi kandidat potensial yang layak menjadi Paus berikutnya.
Hanya kardinal di bawah usia 80 tahun yang berhak memilih dalam konklaf. Setelah tanggal konklaf ditentukan, yang biasanya 15–20 hari setelah wafatnya paus, Kapel Sistina akan disiapkan sebagai lokasi pemilihan, dan para kardinal tinggal di Rumah Santa Marta selama proses berlangsung dengan pengamanan ketat untuk menjaga kerahasiaan.
Dimulainya konklaf
Pada pagi hari pertama konklaf, para kardinal pemilih mengikuti Misa Pro Eligendo Pontifice, atau Misa Kudus di Basilika Santo Petrus untuk memohon bimbingan Roh Kudus dalam memilih paus baru. Sore harinya, mereka berprosesi secara khidmat menuju Kapel Sistina, menyanyikan litani para kudus dan himne Veni Creator Spiritus, sebuah permohonan akan kehadiran Roh Kudus.
Setibanya di sana, para kardinal mengucapkan sumpah kerahasiaan yang ketat, dan berjanji menjaga kerahasiaan seluruh proses dan menolak pengaruh luar. Setelah itu, seruan “Extra omnes!” dikumandangkan, menandakan bahwa semua orang yang tidak terlibat langsung dalam konklaf harus keluar. Pintu-pintu kapel pun disegel dari luar.
Sebelum pemungutan suara dimulai, seorang rohaniwan memberikan meditasi kepada para kardinal tentang tanggung jawab spiritual yang besar dalam memilih pemimpin Gereja, lalu meninggalkan ruangan bersama petugas liturgi.
Proses pemilihan paus

Pemungutan suara dalam konklaf dilakukan secara rahasia menggunakan surat suara kertas, setiap kardinal menuliskan nama kandidat pilihannya dengan tulisan tangan yang disamarkan. Secara bergiliran, para kardinal maju ke altar, mengucapkan doa khusus, dan memasukkan surat suara ke dalam wadah.
Tiga kardinal yang ditunjuk sebagai Pengawas lalu menghitung jumlah surat suara; jika jumlahnya tidak sesuai dengan jumlah pemilih, seluruh suara dibakar dan pemungutan diulang. Setelah dinyatakan sah, nama-nama dalam surat suara dibacakan lantang dan dicatat oleh tiga kardinal lain yang bertugas sebagai Revisi.
Seorang kandidat harus meraih mayoritas dua pertiga suara untuk terpilih sebagai Paus. Pada hari pertama, biasanya hanya dilakukan satu kali pemungutan suara di sore hari, sementara pada hari-hari berikutnya dapat dilakukan hingga empat kali—dua di pagi dan dua di sore hari.
Asap dari cerobong Kapel Sistina, penentu telah terpilihnya paus

Setelah setiap sesi pemungutan suara, surat suara dibakar di sebuah tungku khusus di dalam Kapel Sistina.
Bila dalam tiga hari pemungutan suara belum mendapatkan hasil, ada masa jeda selama satu hari untuk doa, diskusi informal, dan nasihat spiritual dari kardinal diakon senior. Proses pemungutan suara kemudian dilanjutkan. Setelah tujuh kali pemungutan suara berikutnya tanpa hasil, jeda serupa dapat diadakan kembali.
Ketika paus baru telah terpilih

Setelah seorang kardinal terpilih meraih mayoritas suara, Dewan Kardinal akan menanyakan apakah ia menerima pemilihan tersebut sebagai Paus Tertinggi. Jika ia menjawab “Accepto” (Saya menerima), secara resmi ia menjadi paus baru.
Selanjutnya, ia memilih nama kepausan yang akan digunakannya selama masa jabatannya. Para kardinal kemudian memberikan penghormatan kepada paus yang terpilih dan mengucapkan janji kesetiaan, disusul doa syukur "Te Deum". Paus baru lalu dibawa ke "Ruang Air Mata" (Stanza delle Lacrime), sebuah ruangan kecil di samping Kapel Sistina, tempat ia mengenakan jubah putih kepausan untuk pertama kalinya. Jubah ini telah disiapkan dalam tiga ukuran (kecil, sedang, dan besar).
Setelah Paus baru terpilih, kardinal diakon senior muncul di balkon Basilika Santo Petrus dan mengumumkan, “Annuntio vobis gaudium magnum; Habemus Papam!” (Saya mengumumkan kepada Anda sukacita besar; Kita punya Paus!), diikuti dengan nama asli dan nama kepausan paus yang baru.
Paus baru kemudian memberikan berkat apostolik pertama, Urbi et Orbi, untuk kota Roma dan seluruh dunia. Beberapa hari setelahnya, paus merayakan misa pelantikan resmi sebagai simbol dimulainya pelayanan kepausannya.
Itulah proses misa kudus pemilihan paus baru, yang harus melewati serangkaian sakral yang penuh makna, tradisi, dan spiritualitas Gereja Katolik yang mendalam.
Untuk paus baru yang nantinya terpilih, semoga bimbingan Roh Kudus senantiasa menyertai dalam menjalankan tugas mulia sebagai pemimpin spiritual umat Katolik di seluruh dunia, yang terus membawa kedamaian, harapan, dan kasih bagi umat manusia.



















