Baca artikel Popbela lainnya di IDN App
For
You

The Kid Who Would Be King, Kisah Zaman Pertengahan di Masa Modern

IMDB.com
IMDB.com

Kalau mendengar kisah seorang pemuda yang bisa menarik pedang tua dari cengkeraman sebuah batu, rasanya di pikiran kita akan terbayang film dengan setting waktu abad pertengahan. Di mana pada masa itu sihir, perang, dan ksatria berbaju zirah masih eksis. Tapi, apa jadinya kalau kisah tersebut terjadi di zaman serba modern dan digital seperti saat ini? Mungkin saja akan terasa aneh dan janggal.

Keanehan dan kejanggalan tersebutlah yang diangkat dalam film terbaru produksi Fox Movies yang berjudul The Kid Who Would Be King. Film tersebut menggabungkan kisah klasik dengan zaman modern sehingga menghasilkan tontonan yang nggak membosankan. Sebelum menonton, baca review-nya dulu yuk berikut ini.

Sinopsis: Ketika Seorang Anak Biasa Berubah Menjadi Ksatria dalam Waktu Satu Malam

IMDB.com
IMDB.com

The Kid Who Would Be King mengisahkan tentang seorang anak berusia 12 tahun bernama Alexander Elliott (Louis Ashbourne Serkis) yang sangat percaya dengan kisah dalam buku dongeng The Round Table yang diberikan oleh ayahnya. Alex memiliki seorang sahabat bernama Bedders (Dean Chaumoo) yang selalu menjadi bulan-bulanan Lance (Tom Taylor) dan Kaye (Rhianna Doris).

Suatu hari, saat sedang kabur dari kejaran Lance dan Kaye, Alex tidak sengaja menemukan pedang yang tertancap di sebuah batu dan berhasil menariknya keluar. Alex dan Bedders pun mencoba mencari tahu asal-usul pedang tersebut yang malah membawanya kepada sosok jahat bernama Morgana Le Fay (Rebecca Ferguson) yang menginginkan pedang tersebut.

Bersama dengan Lance dan Kaye yang akhirnya berdamai, Alex dan Bedders dipandu oleh penyihir bernama Merlin (Angus Imrie) berlatih untuk menjadi sosok ksatria untuk melawan Morgana. Apapun mereka lakukan, termasuk melakukan perjalanan lintas dimensi yang melelahkan dan menakutkan.

Kisah Sejarah Ringan dengan Alur yang Mudah Dicerna

IMDB.com
IMDB.com

Film ini mencoba menghadirkan dan memperkenalkan tokoh legendaris King Arthur dan sejarahnya kepada target penontonnya, yakni anak-anak berusia 12 tahun ke atas. Melalui kisah yang ringan dan mudah dipahami, sedikit banyak target penonton yang merupakan anak-anak ini diharapkan bisa mulai mengenal sosok King Arthur dan pedangnya yang melegenda.

Bukan hanya itu, melalui cara yang ringan pula, para penonton diajak untuk melihat kembali sejarah meja bundar di mana King Arthur bersama dengan para ksatrianya berunding dan membuat strategi untuk melawan Morgana.

Menurut Popbela, film besutan sutradara Joe Cornish ini bukan hanya menghibur, tetapi juga memberikan edukasi tentang sejarah tokoh legenda Inggris dengan cara yang sangat menyenangkan. Terlepas dari adanya lelucon yang kurang dipahami oleh orang Indonesia, tapi nilai sejarah dalam film ini patut diacungi jempol.

Penuh Pesan Positif untuk Penonton

IMDB.com
IMDB.com

Selain berisikan sejarah yang cukup informatif, The Kid Who Would Be King juga penuh dengan pesan positif yang disampaikan dengan cara yang nggak menggurui. Misalnya seperti kutipan kata-kata dari Penyihir Merlin yang mengatakan jika kamu ingin menjadi seorang ksatria, kita harus memenuhi lima syarat. Syarat pertama adalah tidak boleh berbohong, tidak boleh berkata kasar, tidak boleh jahil, selalu berusaha sekuat tenaga, dan cintai orang yang kamu hormati.

Kelima syarat tersebut tentu mudah ditiru oleh siapapun, termasuk anak-anak. Siapapun yang menontonnya, pasti akan terngiang dengan syarat tersebut karena diulang lebih dari dua kali oleh para tokoh di dalam film.

Melihat review-nya sekilas dan menonton trailer-nya, kita pasti akan bisa langsung menebak kalau film ini memang menjadi tontonan yang ringan bersama keluarga. Kamu bisa mengajak seluruh anggota keluarga untuk menontonnya langsung di layar bioskop mulai 21 Januari 2019.

Share
Topics
Editorial Team
Rara Peni Asih
EditorRara Peni Asih
Follow Us

Latest in Career

See More

Sejarah dan Makna Pohon Natal, Dianggap Penangkal Sial di Musim Dingin

21 Des 2025, 20:15 WIBCareer