Ada satu momen yang terus terulang di banyak kehidupan perempuan: sebuah notifikasi kecil yang tampak biasa—ping!—tapi mampu mengguncang seluruh dunia di dalam dada. Bisa berupa komentar yang merendahkan, pesan anonim yang mengancam, atau penyebaran foto pribadi tanpa izin. Tidak ada yang melihatnya, tidak ada saksi mata, tetapi luka itu nyata.
Di balik layar yang terang, perempuan sering kali bertarung sendirian. Kita diajarkan untuk "jangan terlalu baper" atau "blokir saja", padahal yang hilang bukan hanya rasa aman, tetapi juga kendali atas diri kita. Di ruang digital yang seharusnya menjadi tempat untuk berkarya dan tumbuh, perempuan malah dipaksa terus waspada.
Dan di sinilah pertanyaannya muncul: "Jika teknologi diciptakan untuk memudahkan hidup, mengapa ruang digital justru terasa makin sempit bagi perempuan?"
