'Avatar: The Way of Water' Review: Breathtaking & Eyegasm Movie

Menyegarkan mata pasca diserbu deretan film horor lokal

'Avatar: The Way of Water' Review: Breathtaking & Eyegasm Movie

Follow Popbela untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Whatsapp Channel & Google News

Melihat jumlah penonton film Indonesia yang tahun ini banyak mencapai lebih dari satu juta penonton, tentu membuat bangga. Itu artinya, antusias penonton untuk kembali menikmati film di bioskop semakin tinggi. Di antara deretan film yang berhasil ditonton lebih dari satu juta kali itu didominasi oleh film horor. Mulai dari KKN Desa Penari, Pengabdi Setan: Communion, Ivanna, hingga Qorin

Disadari atau tidak, film-film yang menduduki jumlah penonton terbanyak ini didominasi oleh film horor yang bernuansa gelap dan suram. Sepanjang film pun warna gelap, latar di malam hari, hingga darah menjadi yang paling sering kita lihat. Di tengah gempuran film horor lokal, Avatar: The Way of Water muncul untuk ‘membersihkan’ mata dari segala hal berbau horor. Sepanjang 3 jam 15 menit mata kita akan ‘dibersihkan’ oleh visual-visual memesona yang dijamin akan membuatmu eyegasm.

Sinopsis: hijrah untuk menyelamatkan keluarga

'Avatar: The Way of Water' Review: Breathtaking & Eyegasm Movie

Avatar: The Way of Water berkisah tentang pasangan Jake Sully (Sam Worthington) dan Neytiri (Zoe Saldana) yang hidup bersama empat anak mereka di tengah hutan belantara Pandora. Namun, keberadaan Jake di sana mengundang Sky People ke tengah hutan yang memburunya hidup-hidup karena satu alasan.

Merasa bahwa keluarganya tak lagi aman dan keberadaannya di Omaticaya hanya membahayakan rakyat di sana, Jake memutuskan untuk pergi. Ia pun mencari tempat aman dan Metkayina yang berada di pinggir pantai dipilih sebagai tempat tinggalnya yang baru.

Memang, keluarga Jake sangat diterima oleh masyarakat setempat. Termasuk sang kepala suku, Tonowari (Cliff Curtis). Namun, istrinya, Ronal (Kate Winslet) meragukan keluarga Jake bisa beradaptasi dengan baik lantaran fisiologi tubuh mereka yang sangat berbeda dengan rakyat di Metkayina.

Sebagai informasi, rakyat Metkayina memiliki tangan dan buntut yang besar karena mereka adalah perenang sekaligus penyelam yang andal. Postur tubuh mereka berbeda dengan keluarga Jake yang memiliki tubuh lebih kurus dan ringan karena mereka tinggal di antara pepohonan.

Namun, apakah keluarga Jake bisa bertahan di tempat tinggal baru mereka dan menjauhkan diri dari Sky People?

Jalan cerita yang klise, tertutup sempurna dengan visual yang indah

Kalau boleh jujur, sebetulnya jalan cerita yang ditawarkan oleh Avatar: The Way of Water terbilang cukup klise. Sang tokoh utama pergi meninggalkan komuni ke komuni lainnya demi menyelamatkan keluarga, tapi musuh masih bisa melacak keberadaannya. Lalu, ada satu anak yang selalu mengambil risiko demi membuktikan keberaniannya. Simpel dan tanpa perlu melihat ending kamu pasti sudah bisa menebak bagaimana akhir dari kisah tersebut.

Namun, bukan James Cameron namanya jika membiarkan jalan cerita klise tersebut menjadi apa adanya. Dibantu oleh Russell Carpenter sebagai pengarah sinematografi, James berhasil menyulap kisah sederhana itu menjadi film yang indah dan penuh warna–meski didominasi warna biru.

Terlepas dari jalan ceritanya yang klise, satu hal yang perlu diperhatikan di sini adalah pengembangan dari masing-masing karakternya. Kita akan melihat bersama bagaimana karakter dari masing-masing tokoh tumbuh seiring dengan masalah yang mereka hadapi. Kita juga akan diajak ikut beradaptasi membiasakan diri melihat latar laut biru nan penuh warna di dasarnya, dari hutan Pandora yang menjadi latar di sekuel sebelumnya.

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here

‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌