Jangan Telan Mentah-Mentah, Ini 5 Informasi Hoaks Soal Virus Corona 

Cek kembali faktanya, ya!

Jangan Telan Mentah-Mentah, Ini 5 Informasi Hoaks Soal Virus Corona 

Follow Popbela untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Whatsapp Channel & Google News

Saat diketahui sejak Desember 2019 lalu hingga detik ini, virus corona jenis baru yang berasal dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok Tengah, COVID-19, telah menelan korban hampir 2.765 orang meninggal dan menginfeksi lebih dari 80 ribu jiwa di total 39 negara.

Badan kesehatan dunia, World Health Organization (WHO), menyatakan COVID-19 sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). Dengan kata lain, pemerintah dunia baik yang terinfeksi atau pun tidak, harus ikut berkoordinasi dalam menanggulangi COVID-19. Arab Saudi baru saja memutuskan untuk menutup negaranya dari kedatangan jamaah umrah, termasuk dari Indonesia.

Di saat genting ini, adalah hal manusiawi bagi sesama manusia untuk saling menenangkan dan memberi dukungan satu sama lain. Akan tetapi, terdapat beberapa pihak yang malah menggunakan epidemi ini sebagai kesempatan untuk menyebarkan misinformasi dan berbagai isu yang meresahkan masyarakat dunia, baik nyata maupun maya. Simak beberapa informasi hoaks seputar virus corona berikut ini.

1. COVID-19 sudah ada sejak 2015

Jangan Telan Mentah-Mentah, Ini 5 Informasi Hoaks Soal Virus Corona 

Mitos yang beredar cukup luas di dunia maya adalah bahwa COVID-19 bukanlah virus "baru". Informasi tersebut dibeberkan oleh seorang QAnon dan YouTuber yang "ahli" soal teori konspirasi, Jordan Sather.

Bagi yang tidak tahu, QAnon adalah ideologi bahwa terdapat rencana jahat oleh sebuah "negara rahasia" untuk menggulingkan satu pemerintahan.

Melalui sebuah utasan Twitter, Sather bercuit bahwa virus corona "baru" tersebut sebenarnya sudah dipatenkan oleh sebuah perusahaan Inggris, Pirbright Institute, pada 2015 dan dikabulkan pada 2017.

Sather kemudian menuduh bahwa COVID-19 adalah "epidemik berencana" oleh pemerintah dunia; dan, media bertugas untuk menakut-nakuti masyarakat.

Terlebih lagi, Sather kemudian membagikan tautan yang menghubungkan Pirbright Institute dengan co-founder Microsoft, Bill Gates. Hal itu karena sebuah siaran pers pada 2019 menyatakan bahwa Pitbright bekerja sama dengan Bill and Melinda Gates Foundation untuk meneliti penyakit ternak, khususnya coronavirus pada flu burung.

Hal ini kemudian merebak ke berbagai kalangan penyuka teori konspirasi dan anti-vaksinasi. Tak ayal, misinformasi itu terus menyebar hingga beberapa orang percaya akan hal itu.

Kebenarannya? Ternyata paten pada 2015 oleh Pirbright Institute digunakan untuk meneliti virus corona yang menyebabkan flu burung. Terlebih lagi, Pirbright menyatakan bahwa Bill and Melinda Gates Foundation tidak mendanai paten tersebut.

Menyoal pencatutan nama Gates ke dalam isu tersebut, hal itu lumrah terjadi di saat genting seperti ini. Sama seperti saat kasus penyakit Zika melanda dunia, nama Bill Gates pun ikut dilibatkan sebagai "dalang".

Sebagai filantrofis, Bill dan Melinda Gates memang aktif berpartisipasi untuk membantu dunia menanggulangi penyakit dan mortalitas. Mengutip kata Bill Gates,

"Menangani penyakit sama seperti sedang berperang."

Tetap saja, walaupun tidak valid, para penyuka teori konspirasi akan terus menyebarkan teori-teori menarik yang selain melatih otak juga membuat bulu kudukmu merinding.

2. Pemerintah dunia menyembunyikan vaksin dan obat COVID-19

Lagi-lagi, ini merupakan teori konspirasi.

Pada 22 Januari, sebuah status di Facebook menjadi viral karena menunjukkan sebuah paten oleh badan kesehatan Amerika Serikat, Centers for Disease Control and Prevention (CDC), untuk penyakit virus corona.

Status tersebut kemudian dibagikan oleh banyak orang, menimbulkan pandangan bahwa pemerintah dunia secara rahasia telah menemukan vaksin untuk COVID-19 dan melelangnya kepada pembeli dengan harga tertinggi.

Tentu saja, hal tersebut segera dibantah validitasnya.

Mengapa? Sesuai namanya, COVID-19 baru ditemukan pada penutup 2019 menuju 2020. Jika penyakitnya saja baru, tidak mungkin vaksin dan obatnya telah dikembangkan. Mereka ilmuwan, bukan peramal, bukan?

Terlebih lagi, virus corona tidak hanya terbatas pada COVID-19 saja. Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), Middle East Respiratory Syndrome (MERS), bahkan pilek biasa pun juga tergolong dalam virus corona.

Hingga saat ini, ilmuwan dunia tengah berjibaku untuk meneliti virus corona agar mendapat titik terang berupa vaksin dan obatnya. Adalah tugas dunia untuk menyemangati mereka, bukannya menuduh yang bukan-bukan.

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here