Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Popbela lainnya di IDN App
Popbela-06703.jpg
Popbela.com/Rendra

Intinya sih...

  • Hindia bercerita tentang momen tidur paling nyenyak setelah submit album, menunjukkan sisi manusiawi di balik spotlight.

  • .Feast, Hindia, dan Lomba Sihir memiliki perbedaan terletak pada manusianya, mencerminkan perjalanan hidup dan perspektif tiap personel.

  • Hindia menolak konsep pendewasaan musik yang linear, mengungkapkan bahwa seni adalah ruang untuk menyalurkan emosi paling jujur.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

"Halo, apa kabar?" 

Menjadi kalimat hangat pembuka Hindia–nama panggung Baskara–saat pertama kali bertemu POPBELA di Nitro Coffee Ciranjang. Mengenakan setelan hitam sambil menjinjing tote bag yang senada, Hindia langsung menyapa semua kru POPBELA sambil sesekali melontarkan pendapat tentang berita hari ini yang baru dibacanya. 

Banyak sekali topik yang telah POPBELA susun untuk diobrolin bersama musisi kelahiran 22 Februari 1994 itu. Mulai dari pertanyaan soal WNI, kisruh royalti musisi Tanah Air yang masih carut-marut, sampai soal mimpi terjauh Hindia. Enaknya dimulai dari mana dulu, ya?

Tidur paling nyenyak setelah submit album

Popbela.com/Rendra

Dari sekian banyak topik yang terlintas untuk Hindia, pertanyaan pertama yang POPBELA lontarkan untuknya justru adalah topik yang paling sederhana: "kapan terakhir kali kamu tertidur tenang?"

Familiar dengan pertanyaan ini, Bela? Potongan lirik dari "Secukupnya" menjadi pembuka yang pas untuk obrolan sore itu. 

"Kapan ya? Gue tidur paling nyenyak itu setelah submit lagu ke back end system. Rasanya kayak lega, tapi abis itu dua hari kemudian pusing lagi," jawabnya dengan sedikit bercanda tapi serius.

Buat Hindia, titik paling tenang dalam hidup justru datang di malam setelah ia mengirimkan albumnya ke agregator musik. Momen itu terasa jadi klimaks dari kerja keras berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Ia cerita, saat album pertama dirilis, perasaan yang muncul bukan cuma lega, tapi juga bangga karena berhasil mengabadikan isi hati dalam sebuah karya.

Namun, perjalanan berikutnya nggak selalu mulus. Di album kedua, Hindia baru merasakan betul arti "lega" karena berhasil melewati proses yang penuh tekanan. Malam itu ia bisa tidur pulas, bahkan sampai ngorok kencang. Tapi keesokan harinya, ia langsung kembali dihantam realita: masih ada segudang hal yang belum diselesaikan, dari listening session hingga persiapan promo.

Cerita sederhana ini justru memperlihatkan sisi manusiawi seorang musisi: di balik spotlight, ada rasa letih, cemas, sekaligus kepuasan pribadi yang hanya bisa dirasakan setelah semua usaha terbayar.

.Feast, Hindia, dan Lomba Sihir: tiga dunia, satu benang merah

Popbela.com/Rendra

Di tengah-tengah obrolan yang terus berlangsung hangat, POPBELA sempat menobatkan Baskara Putra sebagai musisi yang multi-band. Bagaimana tidak? Saat ini, nama Baskara tercatat aktif bermusik untuk tiga band yang ketiga-tiganya masih begitu aktif manggung dan menelurkan karya sampai saat ini. Tiga band tersebut adalah .Feast, Hindia, dan Lomba Sihir.

Lantas, pertanyaan selanjutnya yang sering muncul di penikmat musik Tanah Air adalah "apa sih bedanya .Feast, Hindia, dan Lomba Sihir?".

"Bedanya dari tiga band ini adalah terletak pada manusianya," jawab Hindia lugas.

"Gue percaya pengalaman hidup dan perspektif tiap personel selalu jadi pembeda paling signifikan di setiap proyek musik. Hasilnya, walau kadang temanya mirip, nuansa dan emosi lagu-lagu yang diciptakan bisa jauh berbeda," lanjut Hindia.

Seiring berjalannya waktu, para personel dari masing-masing band ini juga mengalami transformasi. .Feast misalnya, yang dulu dikenal agresif, kini terasa lebih mellow karena masing-masing anggotanya mulai berkeluarga dan punya prioritas baru. Sementara Hindia, sebagai solo project, lebih bebas jadi cerminan isi hati Bas sendiri, tanpa harus kompromi dengan pikiran orang lain.

Menurutnya, perubahan ini bukan soal "dewasa atau tidak", tapi refleksi natural dari perjalanan hidup. Kadang musik harus keras, kadang cukup diam—sama seperti cara manusia menghadapi dunia.

Konsep pendewasaan yang nggak selalu linear

Popbela.com/Rendra

Kalau biasanya musisi suka bilang album baru adalah bentuk "pendewasaan diri", Hindia justru menolak konsep itu. Buatnya, pendewasaan bukan garis lurus yang selalu naik. Justru, isi hati bisa berubah-ubah tergantung fase hidup yang sedang dijalani.

Album pertama Hindia terasa bijak dan penuh penerimaan, sementara album kedua justru lebih emosional, bahkan sampai menyinggung hal-hal kontroversial. Itu semua bukan berarti ia makin “dewasa” atau makin “kekanak-kanakan”, melainkan sekadar refleksi jujur dari apa yang ia rasakan saat itu.

"Menjadi dewasa itu nggak selalu linear. Tidak selalu menjadi semakin buruk, atau tidak selalu menjadi makin baik. Banyak faktornya, bahkan mungkin bisa jutaan yang memengaruhi seseorang bisa menjadi lebih dewasa," kata Hindia.

"Kalau berkaca dari karya gue," lanjut Hindia, "album pertama gue justru yang paling bijaksana, di album kedua bahkan lebih childish karena banyak sumpah serapahnya."

Buat Hindia, seni adalah ruang untuk menyalurkan emosi paling jujur, entah itu bijak, marah, atau bahkan childish. Dan justru di situlah keindahan musik: ia bisa merekam spektrum manusia yang nggak pernah statis.

Royalti dan carut-marut ekosistem musik Indonesia

Popbela.com/Rendra

Salah satu topik serius yang POPBELA bahas bersama Hindia dalam POPBELA’s Club adalah soal royalti. Hindia mengaku, sebagai musisi, ia nggak bisa memaksa pemilik kafe atau klub untuk bayar atau tidak bayar lagu. Menurutnya, itu bukan porsinya. Ada lembaga seperti LMKN atau WAMI yang seharusnya mengatur hal itu.

"Semua sudah ada undang-undangnya, bukan porsi gue untuk berbicara soal royalti di sini. Tapi, jika memang ingin membahasnya, topik menarik menurut gue adalah bagaimana sih cara perhitungan royalti yang transparan? Bagaimana perhitungannya yang ideal dan benar? Kita bisa mencontoh sistem di luar negeri misalnya. Di sana sistemnya sudah rapi dan nggak banyak komplain," jelas Hindia.

Masalahnya, sistem di Indonesia masih jauh dari ideal. Sosialisasi minim, transparansi kurang, bahkan banyak musisi sendiri yang nggak paham cara perhitungan royalti. Hindia baru benar-benar ngerti setelah ngobrol dengan musisi senior seperti Endah, Cholil, atau Armand Maulana.

Bagi Hindia, fokus royalti sebenarnya bukan sekadar "lo harus bayar", tapi bagaimana cara mengoleksi dan menghitungnya bisa lebih adil dan jelas—baik untuk musisi maupun pelaku industri.

Dari “Impossible Dream” ke mimpi yang lebih jauh

Popbela.com/Rendra

Balik lagi ke soal perjalanan kariernya, Hindia mengaku, dulu cita-cita terbesarnya cuma bisa manggung dibayar, atau setidaknya ongkos transportasi dan makan ditanggung. Buatnya, itu sudah jadi mimpi gembel yang mustahil. Tapi pelan-pelan, mimpi-mimpi kecil itu tercapai: punya manajer, rilis album, manggung di luar kampus, hingga akhirnya bisa tampil di stadion dengan puluhan ribu penonton.

Kini, ia belajar untuk berani bermimpi lebih jauh, bahkan jika belum tahu cara mencapainya. Dari mimpi manggung di Tennis Indoor yang dulu terasa mustahil tapi kini berhasil ia lakukan, Hindia mulai percaya bahwa langkah besar bisa ditempuh asalkan berani mencoba.

Buatnya, Dream Beyond bukan sekadar tagline kampanye Apple Music, tapi juga filosofi hidup: jangan batasi diri dengan keraguan, karena seringkali kita sendiri yang mengecilkan potensi.

"Kalau lo punya mimpi yang besar, yang kayaknya nggak mungkin deh bisa kesampaian, jangan pernah kecilkan mimpi itu. Cari jalannya. Tiga, empat, atau lima langkah jalan setapak yang lo temuin, itu sudah membawa lo lebih dekat dengan mimpi lo itu," kata Hindia.

Hindia adalah bukti nyata bahwa musik bukan sekadar nada dan lirik, tapi juga perjalanan penuh jatuh bangun yang terus membentuk siapa kita. Dari mimpi kecil yang dianggap mustahil sampai keberanian bermimpi lebih jauh, Bas menunjukkan kalau proses itu sama berharganya dengan hasil.

Dan kalau ekosistem musik Indonesia bisa lebih rapi, bukan nggak mungkin karya-karya lokal akan makin mendunia. Seperti kata Hindia, sekarang saatnya kita nggak cuma bangga sebagai orang Indonesia, tapi juga sebagai warga negara yang musiknya bisa berdiri sejajar dengan dunia.

Lebih lanjut tentang Hindia, bisa kamu lihat di siniar berikut ini.

Editorial Team