Diisolasi mengurung diri
Disinformasi berselebrasi
Yang sinis dan tidak peduli
Yang krisis alat pelindung diri
Optimis menjadi fatalis
Berharap agar tak reaktif
Siapa yang aku dengar?
Berlomba menjadi benar
Di jalan, ku bertaruh, ku bertarung
Synchronize Fest 2025 Day 1: Lebaran Musik Lokal yang Melipur Gundah

- Kunto Aji tampil spesial dengan kolaborasi bersama Yogyakarta Hadroh Clan, membawakan lagu "Mercusuar" dalam aransemen hadroh dan sholawat Jawi.
- Letto mengajak penonton Synchronize Fest untuk meluapkan emosi dengan bernyanyi sekencang-kencangnya, serta membawakan lagu "Sebelum Cahaya" sebagai penutup panggung.
- The Cottons membuat para penonton kompak bernyanyi di Forest Stage Synchronize Fest 2025 hari pertama, terutama saat lagu "Harapan, Pt. 1", "Harapan, Pt. 2", dan "Harapan, Pt. 3" dibawakan.
Rasanya kita semua sepakat bahwa hidup sebagai WNI beberapa waktu belakangan ini begitu tak mudah. Kabar buruk datang silih berganti. Oleh karena itu, hadir ke Synchronize Fest 2025 menjadi salah satu opsi self-reward untuk sejenak melipur hati yang tengah gundah tak berkesudahan.
Jumat (3/10), Synchronize Fest resmi membuka gelaran ke-10 dengan menghadirkan puluhan pertunjukan musik hingga pameran seni di Jiexpo Kemayoran. Popbela sendiri menonton lima panggung dari musisi-musisi yang lagunya digandrungi berkat lirik yang relate. Hal ini membuat para penonton datang untuk bernyanyi sekencang-kencangnya untuk meluapkan emosi. Ikuti perjalanannya di bawah ini.
1. Sore-sore Kunto "Ngaji"

Kunto Aji merupakan salah satu musisi Indonesia favorit saya berkat keindahan album Mantra Mantra dan Pengantar Purifikasi Pikir. Begitu mendengar bahwa kolaborasinya dengan Yogyakarta Hadroh Clan yang sempat viral akan diboyong ke Synchronize Fest 2025, saya menunggunya dengan penuh antusiasme.
Set panggung yang disebut netizen sebagai "Kunto Ngaji" ini dibuka dengan pengumuman lewat toa masjid khas pengajian sore di desa-desa kecil. Lagu "Urup" pun langsung membuka dan disambung dengan lantunan shalawat yang diiringi musik hadroh. Kunto Aji sendiri tampil dengan bawahan berkain serta mengenakan kopiah karya Nasirun.
Menariknya, "Mercusuar" yang merupakan lagu pop milik Kunto Aji yang dibawakan dalam aransemen hadroh dan diselingi dengan sholawat Jawi. Selain karena kecocokan progresi chord-nya, kecocokan makna dari kedua tembang tersebut juga menjadi alasan mengapa penampilan spesial ini tercipta.
"Kalau nggak salah memang dipilih secara random, tetapi setelah didalami maknanya terus disambungin sama sholawatan apa yang cocok. Nah lirik 'dari yang sudah-sudah hanya kaulah arti rumah' itu bisa juga ke Kanjeng Nabi (Muhammad SAW)," ujar Kunto Aji di sesi konferensi pers setelah penampilannya.
Belum bisa dipastikan apakah Kunto Aji dan Yogyakarta Hadroh Clan akan tampil bersama di panggung lagi atau tidak. Namun, November mendatang keduanya akan merilis lagu kolaborasi yang liriknya menyerukan tentang Free Palestine. Meski belum memiliki judul resmi, lagu tersebut turut diperdengarkan di set panggung istimewa ini. Apakah kamu juga salah satu telinga yang menjadi pendengar pertama lagu ini?
2. Meluapkan emosi di set panggung Letto

Sebagai penyuka musik Indonesia era 2000-an, saya senang akhirnya bisa menyaksikan secara langsung aksi panggung Letto. Di area penonton, dapat terlihat bahwa lagu-lagu mereka pun masih memiliki tempat spesial di hati pendengar.
Sang vokalis, Sabrang Mowo Damar Panuluh alias Noe, mengajak para penonton Synchronize Fest malam itu untuk ikut bernyanyi sekencang-kencangnya. Saat "Sampai Nanti, Sampai Mati" dibawakan, ia ingin orang-orang bisa turut melampiaskan rasa frustasinya dengan lebih lepas.
"Koor-nya udah dapet, tapi rasa frustasinya belum. Saya tahu hidupmu penuh rasa frustrasi. Ini waktumu untuk teriak kalau perlu sampe ususmu keluar," katanya.
"Sebelum Cahaya" yang liriknya terkenal filosofis dibawakan sebagai penutup panggung. Selain mengingatkan bahwa lagu ini pernah booming karena menjadi soundtrack sinetron lawas, ia juga berpesan agar para penonton tidak pernah lelah berusaha meraih "cahaya" di dalam hidupnya. So nostalgic!
3. Merajut 'Harapan' bersama The Cottons

The Cottons yang pertama merilis lagu pada 2016, terus menggaet lebih banyak penggemar setelah comeback usai hiatus panjang. Duo beranggotakan Kaneko Pardede dan Yehezkiel Tambun ini menjadi salah satu penampil di Forest Stage Synchronize Fest 2025 hari pertama.
EP perdana mereka yang berjudul Harapan merupakan karya yang berhasil membawa mereka melangkah lebih jauh. The Cottons membuat para penonton kompak bernyanyi, terutama saat lagu "Harapan, Pt. 1", "Harapan, Pt. 2", dan "Harapan, Pt. 3" dibawakan.
Berhubung dijadwalkan tampil di hari yang sama, The Cottons turut mengundang Aprilia Apsari (White Shoes & The Couples Company) naik ke atas panggung untuk menyanyikan lagu kolaborasi mereka, "Gundah". Meski sejujurnya saya juga masih kurang familier dengan diskografi grup yang satu ini, suasana set panggung mereka harus diakui betul-betul menyenangkan!
4. Sejenak jadi "pasien" Rumahsakit

Sudah aktif sejak 1994, Rumahsakit membuktikan bahwa mereka masih bisa menjadi band kesukaan Gen Z. Salah satu lagu mereka, "Apa Yang Tak Bisa", kabarnya bahkan kerap dijadikan topik penulisan skripsi sejak dirilis pada 2015 lalu sebagai bagian dari album +imeless (re: timeless).
"Lagu ini sering banget dijadikan topik penulisan skripsi. Lagu tentang mengikhlaskan, melepaskan. Ini dia 'Apa Yang Tak Bisa'," ujar sang vokalis, Muhammad Arief Bakrie.
Tak cuma lagu tersebut, para "pasien" juga kompak menyanyikan tembang hits Rumahsakit lainnya, seperti "Sandiwara Semu", "Pop Kinetik", dan "Kuning". "Jadwal berobat" kali ini turut dimeriahkan dengan kehadiran brass section yang membuat lagu-lagu tersebut terdengar lebih seru saat ditonton secara langsung!
5. Menunggangi badai kehidupan modern bersama Barasuara

Urusan lagu yang relate dengan suasana Indonesia hari ini, serahkan kepada Barasuara. Baru naik ke atas panggung saja, band ini langsung membawakan "Fatalis". Lagu dari album Jalaran Sadrah ini merupakan potret kompleksnya kehidupan manusia modern.
Lagu lain yang juga menjadi sindiran keras terhadap kehidupan modern adalah "Etalase". Iga Massardi selaku frontman Barasuara sukses memandu para Penunggang Badai agar sama-sama bersorak dan bernyanyi saat bagian, "punya orang tua berkuasa merasa bebas menganiaya."
Tak ketinggalan, dua lagu viral Barasuara juga membuat set panggung ini lebih meriah. Dua OST film Sore: Istri Dari Masa Depan ini sekaligus menjadi penutup perjalanan saya di Synchronize Fest 2025 hari pertama.
Penasaran dengan keseruan hari kedua dan ketiga Synchronize Fest 2025? Pantengin terus update-nya di Popbela, ya!



















