Mengerikan! 6 Ritual Zaman Dulu yang Memakan Jiwa Manusia

Saat dewa-dewa meminta darah manusia

Mengerikan! 6 Ritual Zaman Dulu yang Memakan Jiwa Manusia

Follow Popbela untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Whatsapp Channel & Google News

Banyak hal yang dapat kita syukuri dari hidup di zaman modern ini. Salah satunya adalah peradaban manusia yang sudah semakin maju dan perikemanusiaan yang lebih toleran. Contoh konkritnya adalah tidak adanya lagi penyembahan berhala yang memerlukan nyawa manusia.

Bayangkan saja, pada zaman dulu, terdapat keyakinan bahwa darah manusia adalah salah satu persembahan paling sempurna untuk para dewa.

Alhasil, beberapa suku zaman dulu mengorbankan nyawa manusia, entah itu nyawa orang yang tidak bersalah atau yang menjadi tahanan perang. Hal tersebut dilakukan agar sang dewa senang dan memberikan "berkat".

Merinding mendengarnya? Kalau begitu, siapkan hatimu, inilah enam kebudayaan zaman dulu yang mempersembahkan nyawa manusia sebagai persembahan untuk dewa sesembahan mereka.

Disclaimer: Artikel ini mengandung konten yang dapat membuat mual dan trauma. Jangan baca ini sambil makan! Kebijaksanaan pembaca amat disarankan.

1. Dinasti Shang

Mengerikan! 6 Ritual Zaman Dulu yang Memakan Jiwa Manusia

Kebudayaan pertama yang mengambil nyawa manusia adalah Dinasti Shang (1600 - 1400 SM) dari Tiongkok. Hal ini terbukti dari tulisan pada tulang sapi atau cangkang penyu yang sering dipakai oleh para peramal pada zaman itu sebelum mengambil keputusan. Tentu saja, tulang-tulang ini hanya bisa dibaca oleh para peramal dan sang penguasa.

Pada 1899, para arkeolog Tiongkok melakukan penggalian di daerah Yinxu, dekat Anyang, Provinsi Henan, dan menemukan tulang ramalan dari sapi dan cangkang penyu. Lebih mengejutkan lagi, mereka juga menemukan kuburan massal berisi 10 hingga 50 tulang belulang manusia yang ternyata dijadikan korban!

Kalau kamu penasaran, boleh langsung menuju ke Museum Yinxu. Yinxu adalah ibukota kuno dari Dinasti Shang.

Lewat tulisannya yang berjudul "Human Sacrifice during Shang Dynasty" pada 2015, Asisten Profesor Departemen Komunikasi, Seni, dan Sains Pennsylvania State University, Keren Wang, mengatakan bahwa Dinasti Shang menyaksikan dua jenis pengorbanan manusia yang dilakukan secara berkala, yaitu Xunzang (殉葬) dan Renji (人祭).

Xunzang (yang berarti "kesyahidan") adalah ritual pengorbanan yang dilakukan saat seorang penguasa Dinasti Shang meninggal. Para pelayan pribadi dari mendiang penguasa tersebut diharuskan bunuh diri untuk menemani sang penguasa di alam baka. Korban bisa berjenis kelamin laki-laki atau perempuan tergantung dari pelayan pribadinya.

Sementara keadaaan korban lebih terhormat pada upacara Xunzang, tulang belulang yang ditemukan hasil upacara Renji jauh lebih mengenaskan.

Jika terjadi kelaparan, maka akan dilangsungkan upacara Renji (yang secara harafiah berarti "korban manusia"). Yang biasa dikorbankan adalah kaum laki-laki dan tahanan perang dari luar Dinasti Shang. Jarang rakyat dari Dinasti Shang yang dikorbankan, kecuali para penjahat. Mereka lalu disembelih dan dikubur di sebuah lubang besar atau dibakar.

Wang mengatakan bahwa pengorbanan manusia Renji terbesar pada waktu itu dilakukan oleh Wuding (memerintah pada 1250 – 1192 SM). Ia mengorbankan 9.000 nyawa manusia demi memuaskan Dewa Shang-Di!

2. Kartago

Kartago "dulunya" adalah kota modern yang sekarang sudah menjadi Tunis, ibukota Tunisia, Afrika Utara. Masyarakat Kartago diketahui melakukan sejumlah ritual pengorbanan.

Percayakah kamu, kalau mereka tega mengorbankan anak mereka sendiri? Hal ini sampai sekarang masih menjadi bahan perdebatan. Di Tunis, terdapat satu situs peninggalan Kartago terbesar tempat hal mengerikan itu terjadi, yaitu Tophet Salammbó.

"Tophet" berasal dari bahasa Ibrani untuk menggambarkan tempat di mana bangsa Israel berdosa kepada Tuhan dengan mengikuti ritual bangsa lain dan mengorbankan anak mereka.

Bukti arkeologis dan catatan sejarah menunjukkan bahwa ada beberapa upacara ritual brutal di mana masyarakat kelas atas akan mengorbankan anak-anak mereka yang masih bayi. Dikarenakan memakan biaya mahal, seringnya, masyarakat kelas atas di Kartago yang mengorbankan anak sulung mereka agar mendapat berkah para dewa.

Tidak sampai di situ, terkadang mereka terlalu sayang dengan anak mereka. Berharap bisa menipu para dewa, mereka kemudian mengambil anak pelayan mereka atau membeli anak agar dapat dibesarkan lalu dikorbankan ke para dewa! Jahat!

Ritualnya pun kejam. Sang bayi hidup-hidup dibakar di hadapan patung Dewa Ba'al Hammon. Bayi yang malang diletakkan di tangan patung Ba'al Hammon yang mengarah ke bawah, ke arah jurang dengan api yang menyala, dan bayi itu pun jatuhlah!

Sejarawan dari Diodorus Siculus hingga Plutarch pun tahu akan ritual ini. Mereka mengatakan bahwa ritual ini dilakukan biasanya didasarkan pada keuntungan bisnis. Selain anak, hewan pun juga dikorbankan. Abu mereka kemudian ditempatkan di sebuah guci.

Diriwayatkan oleh Tertulianus, saat Kekaisaran Romawi mengetahui hal ini, para rahib yang melakukan pengorbanan anak kemudian disalibkan. Akan tetapi, ternyata, ritual tersebut tetap berjalan secara rahasia.

Ritual ini akhirnya berhenti saat Kartago menerima peringatan dari Kekaisaran Akhemeniyah untuk segera menghentikan berbagai kegiatan yang "menajiskan" termasuk pengorbanan anak.

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here