Hukum merayakan Hari Ibu dalam Islam ada beberapa perbedaan di kalangan ulama. Sebagian ulama yakni Syeikh Syauqi Allam, Syeikh Ali Jum'ah, Syeikh Abdul Fattah Asyur, Syekh Muhammad Ismail Bakar, dan Lembaga Fatwa Mesir mengatakan peringatan Hari Ibu diperbolehkan.
Mereka berpegangan bahwa peringatan tersebut merupakan salah satu bentuk perbuatan baik untuk orang tua. Hal itu seperti pada perintah untuk berbuat baik kepada orang tua di QS Al Isra ayat 23 berikut.
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” (QS Al-Isra’: 23).
Selain itu, peringatan Hari Ibu menurut mereka juga merupakan salah satu bentuk bersyukur. Seperti pada firman Allah SWT dalam QS Al-Luqman ayat 14 berikut.
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu” (QS Luqman: 14).
Para ulama yang memperbolehkan ini berpendapat bahwa memberikan hadiah, membebastugaskan ibu dari tugas domestik merupakan adat atau tradisi, bukan ibadah. Mereka menganggap hal itu bukan termasuk bid'ah, karena bid'ah merupakan urusan ibadah.