Sekitar satu tahun lagi, Indonesia akan kembali mengadakan pesta demokrasi terbesar, yaitu Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Warga Negara Indonesia (WNI) yang sudah memenuhi syarat, dapat memilih pemimpin dan wakil rakyat yang akan memimpin dan menentukan sejumlah kebijakan di negeri ini.
Pemilu kali ini, akan lebih banyak Gen Z, generasi kelahiran 1997–2021, yang dapat berpartisipasi. Sementara itu, generasi milenial sudah terjun di kancah politik dan menjadi jajaran politisi muda. Lantas, bagaimana masa depan demokrasi Indonesia yang akan mulai diramaikan oleh kaum muda ini?
Indonesia Millenial And Gen Z Summit 2022 pada sesi "The Future of Indonesia Democracy" membahas lebih dalam topik ini. Di panggung Visionary Leaders ini, hadir sejumlah narasumber, yaitu Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Jurnalis dan Founder Narasi Najwa Shihab, dan Executive Director Indikator Politik Indonesia Burhanudin Muhtadi.
"Sejak dulu saya percaya anak muda peduli politik, kok. Saya selalu bilang saya akan berdebat tujuh hari tujuh malam pada orang-orang yang bilang kalau anak muda kita apolitis. Karena kalau gitu saya nggak akan bikin Narasi, saya nggak akan bikin gerakan Indonesia Butuh Anak Muda. Karena kita percaya anak muda peduli, karena kita percaya negeri ini perlu dikelola dan diperjuangkan oleh anak-anak muda. Cuma kuncinya sekarang bagaimana menjernihkan pandangan anak muda soal politik," kata Najwa Shihab.
Terbukti oleh studi
Dalam gelaran ini, IDN Media turut merilis Indonesia Millennial & Gen Z Report. Laporan tersebut menyebutkan, kedua generasi lebih optimistis terhadap masa depan demokrasi Indonesia yang lebih baik. Burhanudin Muhtadi dari Indikator Politik Indonesia juga mengamini hal tersebut.
"Studi sebelumnya kan selalu mengatakan generasi milenial dianggap tidak begitu peduli sama partai politik, tidak begitu aware dengan perkembangan politik. Studi IDN (Media) dan studi saya (Indikator Politik Indonesia) membantah itu semua. Mereka justru sangat aware sama politik, mereka sangat apa dan betapa pentingnya politik, dan justru karena mereka saking tahunya politik, mereka jadi sangat kritis terhadap politik," katanya.
Harus pilih calon seperti apa?
Namun, generasi muda ini tak dapat dimungkiri juga menghadapi sebuah kebingungan dalam memilih calon pemimpin. Dengan tantangan demokrasi yang kian beragam, contohnya peretasan terhadap puluhan awak media Narasi, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan untuk memilih kandidat yang tepat.
"Kita peduli multidisiplin, dan kita juga peduli pada kebebasan, kita minta kemerdekaan berekspresi. Itu isu-isu yang penting dan itu yang harus dibahas oleh calon-calon pemimpin. Bukan hanya sekadar siapa yang turun ke bawah, bukan hanya sekadar siapa yang surveinya paling tinggi. Mari kita menuntut lebih supaya bisa dapat yang lebih," kata Najwa.
Jaga iklim demokasi
Selanjutnya, Anies Baswedan berpendapat demokrasi Indonesia bisa terus berlangsung apabila sejumlah ancaman bisa dieliminiasi. Sebut saja aturan yang seharusnya tak mudah diubah-ubah serta pihak-pihak penyelenggara yang adil dan netral. Selain itu, penting juga untuk memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh warga negara untuk berpartisipasi dalam proses ini.
"Berikutnya yang tak kalah penting adalah lawan itu diberikan kesempatan pada semua. Tidak ada eliminasi untuk lawan pertandingan. Kalau ada pertandingan sepak bola, ada klub-klub yang dilarang ikut, ya maka di situ terancam suasana sportivitas," ujarnya.
Untuk meningkatkan keikutsertaan anak muda dalam Pemilu mendatang, KPU tengah mengadakan program untuk mengajak para mahasiswa menjadi bagian dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Hasyim sebagai ketua berharap, pengetahuan dan nalar kritis kelompok ini dapat berdampak baik pada jalannya Pemilu.
"Kami ini di KPU sedang bekerja sama dengan banyak kampus dan di kampus-kampus ini sedang ada program namanya Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka. Kami mendorong kepada para rektor pimpinan kampus untuk menugaskan mahasiswanya jadi bagian dari penyelenggara Pemilu, menjadi anggota KPPS di semua KPPS," jelasnya.
Bagaimana pendapatmu soal masa depan demokrasi Indonesia, Bela?