Emil Mario, si 'Iseng Creator' yang Berani dan Inspiratif

Masa kecilnya pendiam dan kurang bergaul, lho!

Emil Mario, si 'Iseng Creator' yang Berani dan Inspiratif

Follow Popbela untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Whatsapp Channel & Google News

Emilia Maria Rosana. Itulah nama yang sudah dipersiapkan untuk Emil Mario Rosando, yang ternyata lahir dengan kelamin laki-laki pada 13 Juli 2001 di Jayapura. Kamu mungkin mengenali sosoknya lewat konten-konten humor di TikTok dan Instagram. Memulai membuat konten di tahun 2020 akibat pandemi, pada suatu saat kontennya mulai FYP dan nama Emil melejit beriringan dengan bertambahnya pengikut hingga jutaan.

Lewat cakapnya ia berbicara hingga berbagi opini, Popbela menyangka Emil adalah gen-Z yang confident since birth. Tapi ternyata tidak. “Aku tuh, di rumah dulu pendiam,” kata anak ketiga dari empat bersaudara itu. Lalu dari mana kepercayaan diri dan keberanian itu muncul? Berikut wawancara Popbela bersama Emil Mario.

Kepercayaan diri dan miskonsepsi seorang Cancer

Emil Mario, si 'Iseng Creator' yang Berani dan Inspiratif

Wardrobe: korset, belt, gloves, anting dan kalung milik stylist, choker, anting, lace socks dan sepatu milik model

Kepercayaan diri yang tinggi biasanya ada di zodiak Pisces dan Leo. Lalu, miskonsepsi apa yang sering kamu rasakan sebagai seorang Cancer?

Stigmanya, Cancer itu sensitif. Menurut aku benar, tapi sensitifnya itu bukan baperan, melainkan mudah ‘membaca’ situasi. Misalnya, aku bisa merasakan perubahan sikap seseorang. Empatinya juga lebih tinggi dan sebenarnya nggak gampang marah. Jadi kalau lihat aku marah-marah di media sosial, itu hanya persona saja.

Apakah sifat sensitif tersebut datang dari pengalaman hidup dan masa remaja kamu yang pernah dibully?

Kayaknya sih, iya ya. Aku rasa mostly sikap dan personality kita orang-orang dewasa itu sedikit banyak terbentuk dari pengalaman masa lalu, ya. Seperti how we grow up, kita tumbuh sama keluarga yang kayak gimana. Itu kayaknya menurut aku ngaruh banget ke sifat kita nanti setelah dewasa. Jadi kayaknya aku dapetin sifat sensitif itu karena mungkin dari kecil—bahkan dari aku bayi, mama dan papa aku sudah pisah. Lalu usia satu tahun aku juga sudah pindah ke Jakarta. Aku tuh, udah notice banyak hal-hal kecil yang berubah dari aku kecil. Jadi, mungkin hal itu yang membuat aku sensitive terhadap hal-hal kecil yang berubah di sekeliling aku.

Jadi keberanian untuk terbuka seperti sekarang datang secara bertahap?

Iya, aku rasa begitu. Aku menganut paham ‘fake it ‘till you make it’. Bukan cuma dari sisi confidence saja, ya, karena aku punya teman-teman yang punya background pekerjaan berbeda-beda, dan menurut aku ‘fake it’ itu bisa aja kamu peres di depan bos kamu, nah, aku itu ya ‘fake it’ di depan kamera.

Lalu dari mana kamu dapat kepercayaan diri kamu yang tinggi?

Social media

"Fake it 'till you make it!"

Wardrobe: korset, belt, gloves, anting dan kalung milik stylist, choker, anting, lace socks dan sepatu milik model

Really?

Yes! Karena kayak, just finding inspirations, sih. Aku tuh, nemuin orang-orang yang mungkin nggak bisa aku temuin di real life, tapi aku melihat sosok-sosok persona di media sosial dari zaman dulu aku pilih yang bisa aku look up to. Aku rasa kalian juga bisa menemukan inspirasi dari tokoh inspiratif atau dari mana saja.

Akankah suatu saat kamu bisa bilang “I don’t need to fake it anymore”?

Pasti aku akan ada di fase itu, sih. Karena saat ini aku merasa slowly I don’t need to fake it anymore. Mungkin karena ‘jam terbang’ yang aku udah dapat bullying dari dulu, dan masih ada hal lain yang dilalui. Jadi sekarang kayaknya kalau dihadapkan dengan masalah tuh, 2024, jadiin lelucon saja lah, jadiin becandaan aja, jadiin video lalu  konten aja, terus dapet duit. Nggak usah terlalu dipikirin banget hal-hal yang negative, but instead fokus ke hal-hal yang bisa menguntungkan kamu, orang-orang yang sayang sama kamu.

So, do you still need to fit in?

Mmm, tergantung. Jika fit in itu bisa menguntungkan—dalam arti membuat aku keluar dari comfort zone, why not. Tapi jika itu harus mengganggu pribadi aku, aku rasa ngga harus dipaksakan. Pintar-pintar membawa diri, pintar-pintar milih lingkungan juga yang bisa kasih dampak positif dalam hidup.

Masih mengidolakan Olga Syahputra?

Masih banget! Aku masih suka nonton video-videonya zaman dulu. Bukan Cuma Olga saja, tapi juga Ruben Onsu, Ivan Gunawan, itu orang-orang yang dari zaman aku kecil, I look up. Karena dulu, aku nggak ada tv cable, jadi cuma nonton dari saluran lokal. Aku tuh, melihat dari sisi performing. Aku tahu aku ‘banci’ kamera, jadi the fact that aku akhirnya bisa ketemu mereka, aku jadi dapat ilmu baru dari mereka. Mereka ngajarin aku gimana cara membawa diri di depan kamera. Bagaimana bisa tetap bersikap professional di depan kamera meski punya banyak masalah hidup di balik layar.

Jadi setelah lulus dari Mercu Buana, bisa dibilang profesi kamu apa sekarang?

Iseng Creator

Lho?! Kenapa?

Karena aku kan awalnya juga iseng-iseng bikin konten. Dulunya bahkan bikinnya masih video meme gitu. Nggak pernah ada tujuan awal untuk jadi content creator. Aku memang selalu ingin berada di dunia hiburan tapi bukan sebagai content creator. Aku pengen jadi artis. Dulu sebelum ada content creator, aku taunya ya, msu jadi artis. Aku ikut casting sana-sini, ikut modelling, main film pendek dan aku pikir itu memang jalan aku buat masuk ke dunia entertainment. Lalu pandemi terjadi, abis itu ya udah aku bikin video-video iseng yang ternyata menghasilkan.

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here