instagram.com/prillylatuconsina96
Setelah menulis bukunya, Prilly Latuconsina mendapat banyak pesan, salah satunya adalah merasa kalau hidup itu nggak harus selalu dihadapi dengan berlari. Terkadang, ada banyak hal atau kesempatan berharga yang terlewat karena kamu terus berlari, mengejar sesuatu yang akhirnya pun tak bisa membuatmu bahagia atau cukup.
“Aku merasa hidup tuh nggak harus tiap hari berlari. Kayak waktu aku di fase retak, luruh, tuh aku tuh merasanya aku lari terus. Aku ingin cepat-cepat mencari makna hidup aku, aku pengen cepat-cepat merasa cukup.
Jadi, aku merasa ada baiknya kita tuh juga berjalan, melihat sekeliling, karena ketika kita berlari kan kita melihat sekeliling itu buru-buru. Mungkin kita banyak kehilangan sesuatu di saat kita buru-buru, ingin mencapai sesuatu atau berlari terus, mengejar sesuatu terus yang juga dasarnya karena ekspektasi orang lain atau omongan orang lain. Jadi, di fase kembali itu tuh aku lebih menjalani hari itu dengan berjalan. It's okay untuk menghadapi uncertainty, sekarang tuh aku sangat menikmati uncertainty yang aku punya gitu. Siapa tau ketidakpastian itu bisa memberikan kita kejutan dan membawa kita ke pintu-pintu kesempatan yang lain,” kata sang penulis.
Melalui bukunya juga, ia ingin menyampaikan kepada para pembacanya bahwa di saat mereka merasa dunia itu hancur, retak atau kehilangan identitas sendiri, kehilangan dirinya sendiri, mereka tak sendiri. Ia juga pernah ada di fase itu dan bukan berarti itu adalah akhir dari segalanya. Justru, fase retak menjadi awal untuk menjadi sosok yang lebih kuat.
“Aku tuh ingin menyampaikan ke mereka bahwa di saat mereka merasa dunia mereka tuh sudah hancur, mereka sudah retak, kehilangan identitas sendiri, kehilangan dirinya sendiri. Aku cuma mau mereka merasa bahwa mereka tuh nggak sendiri. Ada orang nih contohnya ada yang dianggap selalu baik sama semua orang, tapi pernah merasakan kehilangan dirinya sendiri.
Dan bukan berarti fase itu adalah akhir dari segalanya gitu.Itu hanya fase awal untuk kita benar-benar bisa menjadi sosok yang lebih kuat, sosok yang lebih tahan banting dan sosok yang lebih bisa berdamai sama penderitaan, perjuangan yang nggak enak gitu. Dan nanti ada momennya ketika kamu sudah bisa yakin sama diri sendiri. sudah bisa menemukan sendiri, itu semua akan luruh. Luka-luka itu akan pelan-pelan sembuh gitu. Walaupun, waktunya nggak bisa ditentukan dan bisa jadi lama,” pesan Prilly.
“Dan harapannya kedepannya pembaca, kalau misalnya belum ada di kembali utuh, akan ada di fase kembali utuhnya lagi. Atau mungkin buku ini bisa menjadi inspirasi untuk mereka kembali utuh, seperti bagaimana buku yang Omara kasih bisa membantu aku memaknai hidupku. Jadi, semoga pembaca yang membaca buku ini bisa juga kembali memaknai hidupnya. Bertanya dan berdiskusi ke diri sendiri apa yang mereka mau dan akhirnya kembali utuh. Menjadi sosok yang memang akhirnya bisa mempunyai makna yang selama ini nggak pernah mereka temukan sebelumnya gitu,” harapnya.