Marah tentu saja merupakan sifat alami yang tidak mungkin hilang dari diri manusia. Inilah yang membedakan manusia dan malaikat karena manusia masih memiliki nafsu, termasuk nafsu marah.
Bahkan Rasulullah SAW bersabda:
“Aku ini hanya manusia biasa, aku bisa senang sebagaimana manusia senang, dan aku bisa marah sebagaimana manusia marah.”
Namun, manusia tetap harus bisa mengendalikan, menahan dan minimalisir kemarahannya. Karena kemarahan ibarat bara api yang akan berkobar dan dapat menimbulkan kerusakan jika tidak dipadamkan.
Oleh karena itu, Rasulullah memberi contoh jika sedang marah, maka kita diperintahkan untuk diam. Ini dimaksudkan agar kita tidak mengucapkan kata-kata di luar kendali sehingga menimbulkan penyesalan.
Dalam Hadits Riwayat (HR) Imam Ahmad bertuliskan:
إِذَا غَضَبَ اَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ
Artinya:
“Jika di antara kalian marah maka hendaklah ia diam.”
Allah SWT dalam firman-Nya juga memuji hamba-Nya dengan sifat berikut:
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Artinya:
“Orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang menafkahkan (harta mereka) baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali ‘Imran: 134)
Namun, agar kemarahanmu tidak semakin besar jika yang dilakukan hanya diam, maka ada beberapa cara yang bisa dilakukan, sesuai dengan anjuran Rasulullah SAW.
