Popbela.com/Natasha Cecilia
Menurut Iqbaal Ramadhan, Umay Shahab, Dwi Sasono, dan Dul Jaelani, film Perayaan Mati Rasa punya banyak pesan yang dihadirkan untuk keluarga. Ada gambaran bagaimana menjadi kepala keluarga yang berusaha menjadi contoh yang baik, hingga dinamika hubungan kakak beradik yang nggak selalu mulus-mulus saja.
"Ini film tentang keluarga, tentang anak pertama dengan segala problematikanya. Tentang suami yang berusaha menjadi contoh yang baik bagi istri. Berusaha menjadi bapak yang baik bagi anak-anaknya. Mungkin secara garis besar kira-kira begitu," ungkap Umay.
Iqbaal sendiri yang berperan sebagai anak pertama belajar banyak tentang perasaan para anak pertama selama ini, termasuk yang dirasakan oleh kakaknya. Baginya, menjadi anak kedua tak pernah ditekan untuk apa pun, berbeda dengan anak pertama. Ia juga memberikan pesan untuk para anak pertama agar selalu kuat.
"Jadi kayaknya untuk anak-anak pertama di luar sana, ketahuilah bahwa kalian tuh cukup untuk ada aja sih. Maksudnya kalian nggak perlu membuktikan kalau kalian itu bisa membanggakan. Gue yakin banget orang tua kalian juga sebenarnya cukup hanya dengan kalian ada. Mungkin memang ya anak kedua atau anak berikut-berikutnya yang mungkin lebih diperhatikan.
Pahamin aja juga kalau misalnya ternyata banyak orang tua itu juga sebenarnya anak-anak dan mereka juga masih mencari. Kalian itu adalah percobaannya. Jadi, sama-sama saling mengerti dan tetap jaga komunikasi yang baik dengan orang tua," pesan Iqbaal.
Dwi Sasono yang memerankan sosok bapak untuk Ian dan Uta mendapat pelajaran dari tokohnya bahwa orang tua itu tidak boleh memaksakan kehendak pada anaknya. Orang tua itu tugasnya mendukung langkah anaknya, mengajari, dan jangan menjadi orang tua yang egois. Selesaikan dulu luka batin yang ada, jangan sampai anaknya yang menerima akibat atau dijadikan alasan. Orang tua itu memberi harapan untuk anak-anaknya, bukan paksaan.
"Kalau dari aku ya, sebagai Satya, sebagai seorang bapak, ya saya sadari anak itu bukan milik saya, tapi milik semesta. Biarkan anak itu belajar atas dasar pilihan yang benar atau salah. Ya harapan mudah, tapi bukan sebuah paksaan.
Karena setiap kelahiran pasti memiliki misi masing-masing. Setiap kelahiran punya sebuah guru sendiri-sendiri. Bahkan, kita sendiri lahir juga nggak tahu misi kita apa kan. Orang tuanya lagi. Cuma tujuannya kan ngapain ya?
Mengajari hal yang baik gitu. Untuk arahnya ke mana ya biarkan anak menemukan potensinya yang terbaik dalam dirinya dan mendukung setiap langkahnya. Lakukan apa yang dia suka, sudah dan dukung bertemu sendiri jalannya. Supaya jangan menjadi orang tua yang egois," kata Dwi Sasono.
Dul sendiri berkaca dari tokoh Saka yang ia perankan mendapat pelajaran untuk menjadi orang yang penuh dengan ketulusan. Tulus dalam menjalankan segala sesuatu. Selain itu, Dul juga belajar dari konflik sahabatnya, Ian Antono dengan keluarganya bahwa sesama keluarga itu tidak boleh gengsi dan jangan ada rasa persaingan dengan saudara.
"Kebetulan saat itu saya karakternya adalah seseorang yang menjadi support system dari Ian Antono. Dari situ saya belajar tentang ketulusannya. Banyak sekali itu. (Seperti) Main musik dengan tulus, kerja dengan tulus, berteman dengan tulus.
Belajar soal itu, sih. Ketulusan soal menjadi support system gitu. Jadi, yang saya tangkap dari Ian, benar kata Iqbaal, Ian ada miskomunikasi sama bapaknya. Saya rasa kenapa bisa kayak gitu? Karena ada faktor kegengsian gitu ya, dalam keluarga.
Jadi maksud saya, sudahlah. Saatnya kita saling support keluarga dengan tulus. Saatnya kita berhenti gengsi, untuk sekedar menyapa, sudah makan atau belum? Bagaimana harimu? Sudahilah persaingan antar keluarga, sifat pengecut itu, biar nggak jadi kayak Ian. Itu sih," kata Dul.