pexels.com/Nicole Michalou
Melansir NU Online, tidak ada ayat Al-Quran dan hadis yang secara jelas menerangkan keharaman atau kebolehan mengucapkan selamat Natal. Maka dari itu, persoalan cara mengucapkan selamat Natal dalam Islam ini masuk ke dalam permasalahan ijtihad.
Ijtihad artinya permasalahan yang masih diperdebatkan tidak boleh diingkari (ditolak), sedangkan permasalahan yang sudah disepakati boleh diingkari. Namun, berdasarkan hadis riwayat Anas bin Malik, Nabi mencontohkan untuk berbuat baik kepada nonmuslim yang tidak menyakiti mereka.
"Dahulu ada seorang anak Yahudi yang senantiasa melayani (membantu) Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian ia sakit. Maka, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mendatanginya untuk menjenguknya, lalu beliau duduk di dekat kepalanya, kemudian berkata: Masuk Islam-lah! Maka anak Yahudi itu melihat ke arah ayahnya yang ada di dekatnya, maka ayahnya berkata: Taatilah Abul Qasim (Nabi SAW). Maka anak itu pun masuk Islam. Lalu Nabi SAW keluar seraya bersabda: Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka. (HR Bukhari, No. 1356, 5657).
Oleh karena itu, kamu bisa memberikan ucapan selamat Natal dalam bentuk menjaga keberlangsungan hari raya Natal seperti yang sering dilakukan oleh Banser. Dalil dari perbuatan tersebut adalah sebagai berikut.
"Ini merupakan pemberian hamba Allah, Umar, pemimpin kaum Mukminin kepada penduduk Iliya’ berupa jaminan keamanan: Beliau memberikan jaminan keamanan kepada mereka atas jiwa, harta, gereja, salib, dan juga agama-agama lain di sana. Gereja mereka tidak boleh diduduki dan tidak boleh dihancurkan." (Lihat: Tarikh At-Thabary, Juz 3, halaman: 609).
Menurut KH Ahmad Ishomuddin, tidak ada larangan bagi umat Islam mengucapkan "Selamat Hari Natal" dengan lisannya tanpa diiringi simbol agama mereka. Mengucapkan selamat hari Natal tersebut dilakukan untuk menjaga sopan santun dan interaksi sosial.