Perlu diketahui, pengesahan UU TPKS ini melalui proses yang sangat panjang, bahkan hingga lebih dari 9 tahun lamanya. Sebelum disahkan, undang-undang ini sempat berganti nama saat masih dirancang. Awalnya bernama RUU Pencegahan Kekerasan Seksual (PKS), kemudian berubap menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Menurut catatan Komnas Perempuan, rancangan undang-undang ini digagas sejak 2012, namun baru direalisasikan pada 2014. Kehadiran RUU ini dinilai mampu memberikan perlindungan terhadap korban sekaligus mencegah tindak kekerasan seksual.
Draf RUU diserahkan kepada pimpinan DPR pada 2016 dan awalnya dimasukkan ke Prolegnas Prioritas tahun tersebut, namun tidak juga disahkan. Hingga beberapa tahun berjalan, Komnas Perempuan pun paling tegas mengkritik pemerintah yang tidak juga mensahkan UU tersebut.
Di tahun 2019, muncul lagi petisi penolakan terhadap RUU PKS yang dianggap mendukung zina dan dianggap bernuansa liberal, sehingga tidak sesuai dengan Pancasila. Penolakan juga datang dari ormas FPI yang mengatakan RUU PKS mengandung paham feminisme barat yang anti-agama.
Tuduhan tersebut dibantah oleh Komnas Perempuan dan menyatakan bahwa itu hanya hoax. Hingga akhirnya di awal 2022, Presiden Jokowi memerintahkan Menkumham dan Menteri PPA untuk melakukan koordinasi dengan DPR. Harapannya agar ada percepatan dalam pengesahan RUU TPKS. Lalu, pada 12 April 2022 kemarin, UU TPKS disahkan dan pada tanggal 9 Mei 2022, Presiden Jokowi sudah menandatangani UU Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) tersebut.