Pexels.com/Element5 Digital
Selain itu, mahar juga diperbolehkan dalam bentuk benda atau mutsamman yang memiliki nilai jual. Ketentuan ini didasarkan dari pernikahan para sahabat Nabi SAW.
Dari Anas bin Malik RA bahwasannya Nabi Muhammad SAW melihat bekas kuning pada Abdurrahman bin Auf RA, lalu beliau bersabda,
"'Apa ini?' Abdurrahman menjawab: 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku baru menikahi wanita dengan maskawin berupa emas seberat biji kurma'. Lalu beliau bersabda: 'Semoga Allah memberkati perkawinanmu, adakanlah walimah walaupun hanya dengan seekor kambing'.” (HR. Bukhari Muslim)
Dari Sahl bin Sa’d RA bahwasanya Nabi Muhammad SAW bersabda kepada seseorang:
“Menikahlah meskipun maharnya hanya dengan cincin besi.” (HR. Bukhari)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, bahwa Ali berkata:
"Dahulu saat aku akan menikahi Fatimah RA, aku berkata: 'Wahai Rasulullah, tolong Fatimah serumahtanggakan denganku, beliau bersabda: 'Baik, berilah ia sesuatu'. Aku berkata: 'Aku tidak memiliki sesuatu'. Beliau bersabda: 'Di manakah baju zirahmu yang anti pedang itu?' Aku menjawab: 'Ia ada padaku'. Beliau bersabda: 'Berikan padanya'.” (HR. Nasai, Thabrani dan Baihaqi)
Diriwayatkan Amir bin Rabi’ah RA bahwa ada seorang wanita dari Bani Fazarah menikah dengan mahar berupa sepasang sandal. Rasulullah SAW kemudian bertanya:
"'Apakah kamu rela atas diri dan hartamu dengan dua sandal ini?' Dia menjawab: 'Ya'. (Amir bin Rabi’ah) berkata, '(Nabi SAW) membolehkannya'." (HR. Ahmad, Tirmizi dan Ibnu Majah)
Yang perlu diperhatikan, terdapat beberapa syarat sah pemberian mahar dalam bentuk benda menurut para ulama. Imam ad-Dardir al-Maliki mengatakan syarat mahar merupakan benda yang memiliki nilai (mutamawwil), suci/tidak najis (thohir), bermanfaat (muntafi’ bihi), bisa diserahkan (maqdur), dan diketahui kadarnya (ma’lum).