Menikah di usia produktif bukan keputusan yang dapat semerta-merta kuambil. Aku bukanlah seorang gadis yang terpaku pada nilai-nilai tradisional yang mengharuskan wanita bersuami untuk berdiam diri di rumah sepanjang hari, dan fokus pada tugas-tugas rumah tangga saja. Bukan berarti tidak menghargai nilai-nilai itu, tapi aku jelas tahu diriku sendiri yang sadar tak bisa selamanya hidup begitu. Keinginanku sangat sederhana, aku ingin dia yang kelak akan menjadi imam di keluargaku dapat mengerti jika aku juga punya mimpi.
Sebagai wanita, aku ingin mimpiku juga dihargai seperti aku yang mendukung apa yang ingin priaku perjuangkan untuk kehidupan masa depan. Dan menikah bukan berarti aku menyerah untuk mencapai mimpi-mimpiku dan begitu saja melupakan rencana-rencana yang telah kurangkai sedemikian cemerlang.
