Seiring waktu, pernikahan memiliki dinamikanya sendiri. Pada zaman dahulu, pernikahan dianggap sebagai sarana untuk bertahan hidup dan menjadi status yang penting bagi para perempuan. Namun, saat ini pernikahan menjadi pilihan dan bukan keharusan. Makin banyak perempuan memilih untuk tidak menikah dan menjalani hidupnya dengan bahagia.
Jika diperhatikan, angka pernikahan secara konsisten mengalami penurunan belakangan ini. Di sisi lain, angka perceraian justru kian melejit, disertai meningkatnya jumlah kekerasan pada rumah tangga (KDRT), baik yang dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan.
Meningkatnya angka perceraian itu tak ayal membuat banyak orang jadi takut untuk menikah dan bertanya-tanya, apakah pernikahan memang seburuk itu? Jawabannya tidak, jika menikah dengan pasangan yang tepat dan memiliki hubungan yang sehat.
Hal tersebut dituangkan oleh terapis konstelasi keluarga, Meilinda Sutanto, dalam buku terbarunya yang bertajuk I DO. Dalam bukunya, Meilinda mengungkapkan bahwa kegagalan rumah tangga bisa terjadi akibat tidak pulihnya pola rantai toxic yang diwariskan orang tua dan leluhur.
Penulis buku best-seller, Family Constellation, ini juga memberikan panduan komperhensif perihal pernikahan. Buku I DO tidak hanya membahas tentang impian pernikahan sempurna a la dongeng, tetapi juga menyediakan ruang untuk mengidentifikasi dan memutus rantai trauma turun-temurun yang berpotensi menimbulkan masalah dalam hubungan.
Lantas, apa saja esensi yang ada dalam buku I DO karya Meilinda Sutanto ini? Berikut Popbela ulas selengkapnya!
