Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Popbela lainnya di IDN App
Freepik.com/gpointstudio
Freepik.com/gpointstudio

Mungkin ini adalah pernyataan yang membingungkan. Ketika laki-laki menjadi ayah terhebat, namun suami yang buruk. Mereka dipuja oleh anak-anaknya, tapi mereka kesulitan menjaga hubungan yang sehat dengan istrinya.

Mereka adalah ayah yang berkomitmen dan penyayang, yang memprioritaskan kebutuhan anak-anaknya. Namun, mereka kerap gagal memberikan hal yang sama kepada pasangannya. Inilah yang memicu pertanyaan, bagaimana bisa lelaki baik tidak menjalani kedua peran penting itu dengan baik?

Jawabannya terletak pada pemahaman kepribadian dan pola perilaku laki-laki tersebut. Jadi, inilah ciri lelaki yang akan menjadi ayah terbaik, tapi suami yang buruk.

1. Tak bisa memenuhi kebutuhan emosional

Pexels.com/Alex Green

Laki-laki sering kali sangat mementingkan peran mereka sebagai seorang ayah, menunjukkan kasih sayang dan perhatian terhadap anak-anak mereka. Namun, jika menyangkut pasangannya, mereka malah bersikap tertutup secara emosional.

Mereka mungkin menghindari deep talk, enggan mengungkapkan perasaannya, atau gagal memberikan dukungan emosional kepada istrinya. Kurangnya keintiman emosional ini membuat hubungan seperti terputus.

2. Kebutuhan akan kendali

Pexels.com/Afif Ramdhasuma

Hal ini sering muncul dari rasa insecure atau ketakutan, yang dapat terwujud dalam berbagai dinamika keluarga.

Dalam perannya sebagai ayah, kebutuhan mereka akan kendali dapat dilihat sebagai bentuk protektif atau tegas, yang bertujuan untuk menyediakan lingkungan yang aman bagi anak-anaknya. Mereka mungkin menetapkan rutinitas yang ketat, menegakkan disiplin, dan mengawasi aktivitas anak-anak mereka dengan cermat. 

Dalam konteks ini, perilaku mengontrol mungkin dianggap positif, karena berkontribusi terhadap kesejahteraan dan keselamatan anak.

Namun, jika ini meluas hingga ke hubungan suami-istri, hal ini bisa menjadi masalah. Mereka mungkin berusaha mengendalikan keputusan, aktivitas, atau bahkan emosi pasangannya. Hal ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam hubungan, serta menumbuhkan kebencian dan konflik.

3. Perilaku yang tidak konsisten

Pexels.com/Ketut Subiyanto

Dengan anak-anak mereka, para lelaki ini dapat diandalkan dan konsisten. Mereka akan menepati janji, dan menjaga kehadirannya tetap dalam kehidupan sang anak. Konsistensi ini membantu membangun kepercayaan dan stabilitas dalam hubungan orangtua-anak. Tapi di sisi lain, jika menyangkut pasangannya, mereka tidak dapat diprediksi.

Sifat ini akan menciptakan lingkungan yang tidak stabil dalam rumah tangga, sehingga menimbulkan perasaan tidak aman dan ketidakpercayaan.

4. Kesulitan dalam komunikasi

Pexels.com/Keira Burton

Dalam perannya sebagai ayah, laki-laki sering mempunyai komunikasi yang jelas dan efektif dengan anak-anaknya. Mereka mampu membimbing, memberi instruksi, dan terlibat dalam dialog terbuka tentang kebutuhan dan kekhawatiran anak.

Tapi kalau menyangkut pasangannya, keterampilan komunikasinya mungkin melemah. Mereka mungkin kesulitan mengungkapkan perasaan atau keinginannya secara efektif, sehingga menimbulkan kesalahpahaman. Para lelaki ini mungkin mengalami kesulitan memahami atau merespons kebutuhan emosional pasangannya.

Tanpa komunikasi yang jelas, sulit untuk menyelesaikan konflik, membangun keintiman, atau mengembangkan saling pengertian. Hal ini dapat membuat pasangannya merasa tidak didengarkan atau tidak penting

5. Bersikap cenderung pasif

Pexels.com/Alex Green

Laki-laki mungkin proaktif dan terlibat, menaruh perhatian pada aktivitas, pendidikan, dan kesejahteraan anak mereka. Tapi pada pasangannya, sikap ini sering kali berubah menjadi pasif. Mereka mungkin menjadi kurang terlibat dalam mengambil keputusan, dan tidak bersikap inisiatif. Para istri mungkin akan merasa terbebani dan terabaikan perasaannya.

6. Ketidakmampuan untuk bertanggung jawab

Freepik.com/cookie_studio

Laki-laki yang merupakan ayah yang hebat, namun kesulitan sebagai suami, mungkin juga tidak mampu menerima tanggung jawab atas kesalahan langkah dalam hubungan. Jika berhadapan dengan anak-anak mereka, para lelaki ini mungkin akan segera meminta maaf jika mereka melakukan kesalahan, dan mengajari anak-anak mereka pentingnya bertanggung jawab.

Namun, mereka mungkin menghindari kesalahan atau tanggung jawab dalam hubungan mereka dengan istrinya. Mereka bisa menunjukkan kesalahan pasangannya, namun tidak mengakui kesalahannya sendiri. Inilah yang dapat menimbulkan kebencian dan konflik dalam hubungan.

Jika kamu melihat ciri-ciri ini, penting untuk tidak memandangnya sebagai kritik atau penilaian, melainkan sebagai peluang untuk refleksi diri dan pertumbuhan.

Kita harus menjalani perjalanan ini dengan kesabaran, kasih sayang, dan pikiran terbuka. Meningkatkan dinamika hubungan adalah proses yang membutuhkan waktu dan usaha dari kedua pasangan.

Editorial Team