Apakah kamu pernah dengar cerita tentang seseorang yang terjebak dalam hubungan toxic dengan pasangannya, tapi dia nggak bisa semudah itu untuk keluar dari hubungan tersebut?
Kalau kamu pernah mendengar dan bertanya-tanya tentang hal ini, kamu perlu mengetahui tentang istilah ikatan trauma atau trauma bonding.
Menurut salah seorang psikoterapis, Jourdan Travers, trauma bonding diartikan sebagai sebuah keterikatan secara emosional yang dimiliki seseorang dengan pelaku kekerasan.
Hal ini bisa terjadi ketika seseorang memiliki perasaan sayang, atau merindukan individu yang telah melecehkannya, karena ia telah mengembangkan hubungan dengan pelaku.
Trauma bonding rentan terjadi pada seseorang yang mengalami pelecehan di masa kanak-kanak, karena dia secara nggak sadar akan tertarik pada pasangan yang toxic di usia dewasa, dan menganggap hubungan toxic terasa akrab. Perasaan akrab atau familiar inilah yang membuat seseorang sulit untuk keluar dari hubungannya yang toxic.
Melansir mindbodygreen, dalam praktiknya, trauma bonding terlihat seperti siklus kompulsif tentang keinginan untuk menyenangkan hati pasangan. Hal ini ditandai dengan adanya insiden kekerasan berupa pelecehan fisik, verbal, atau emosional, dan kemudian periode "bulan madu" di mana semuanya tampak baik-baik saja.
Sang pelaku kekerasan ini mungkin akan menunjukkan penyesalan dan mengatakan kalau karakter mereka yang penuh dengan kekerasan itu bukanlah karakter asli mereka. Mereka mungkin akan berjanji untuk nggak melakukannya lagi, hingga akhirnya korban percaya, tapi nyatanya pola 'beracun' itu akan terus berlanjut.
Untuk melihat tanda dari trauma bonding, kamu bisa simak 5 tandanya di bawah ini, ya.
