Perbedaanya terletak pada alasan pernikahan dan respons terhadap perselingkuhan. Bagi banyak orang di Jepang, pernikahan masih merupakan kontrak sosial, dan orang-orang diharapkan menikah pada awal usia tiga puluhan.
Selain itu, banyak orang di Jepang cenderung tetap menikah, terlepas dari apakah pasangan mereka berselingkuh atau tidak. Meskipun sulit diukur, tingkat perceraian di Jepang sedikit lebih rendah daripada banyak negara Barat dan negara tetangganya, Tiongkok.
Salah satu elemen penting budaya Jepang adalah keinginan untuk menjaga perdamaian, yang menghasilkan budaya gaman, merujuk pada kata dalam bahasa Jepang untuk "ketahanan". Sentimen umum ini berada di balik banyak masalah di Jepang, seperti orang-orang yang menghadapi jam kerja lembur yang panjang. Hal ini juga dapat menjelaskan mengapa orang cenderung bertahan dalam pernikahan mereka, bahkan jika pasangannya berselingkuh atau pernikahan tersebut menjadi tanpa seks.
Jadi meskipun ada perselingkuhan, pasangan orang Jepang cenderung bertahan untuk menjaga kedamaian dan keutuhan keluarga. Sikap lain yang berakar dari budaya gaman adalah gagasan bahwa segala sesuatu bersifat shoganai, frasa umum dalam bahasa Jepang: "Mau bagaimana lagi."