Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Popbela lainnya di IDN App
Film Sampai Jumpa, Selamat Tinggal
Dok. Relate Films

Intinya sih...

  • Film ini menampilkan sisi lain Korea yang gelap dan underground

  • Para tokoh dalam film memiliki gaya nyentrik dan gelap yang mencerminkan luka mereka

  • Film ini terinspirasi dari fenomena Johatsu dan menampilkan dinamika hubungan serta masalahnya

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pertengahan tahun ini ada banyak film menarik yang akan menghibur dan menemani kamu. Kalau kamu ingin drama romansa dengan sentuhan yang sedikit dark, kamu bisa memilih film karya sutradara, Adriyanto Dewo, satu ini. Digarap oleh rumah produksi Adhya Pictures dan Relate Films, karya satu ini berjudul Sampai Jumpa, Selamat Tinggal yang menceritakan perjalanan cinta yang kompleks, mulai dari ghosting sampai toxic relationship.

Nggak hanya itu, mengambil latar di Korea Selatan, film ini akan memperlihatkan sisi lain Korea yang tak hanya selalu indah, tapi juga gelap. Popbela berkesempatan langsung mengulik filmnya dengan sang sutradara dan salah satu pemerannya, Lutesha. Berikut fakta menarik film Sampai Jumpa, Selamat Tinggal yang dibongkar langsung pemeran dan pembuat filmnya.

1. Sajikan sisi lain Korea

Film Sampai Jumpa, Selamat Tinggal (Popbela.com/NatashaCecil)

Jika di drama Korea biasanya kita disajikan dengan kehidupan yang indah, mewah, perkotaan, bersinar, atau setidaknya hangat, film ini justru mengambil angle yang berbeda. Kisahnya menceritakan kehidupan underground dan ingin mengangkat lokasi-lokasi yang belum pernah atau jarang diambil. 

“Memang awalnya rencananya kita mau buat film di luar gitu dari segi company Relate Films gitu. Memang awalnya kita mencoba Jepang. Tapi setelah melakukan riset, ternyata fenomena Johatsu ini juga kuat di Korea gitu. Setelah kita riset juga pekerja-pekerja Indonesia di Korea itu lumayan banyak dan lucunya itu pada nge-upload semua di YouTube gitu cerita keseharian mereka. 

Jadi setelah kita pelajari, menarik untuk di Korea dan saya punya notion gitu kayak Korea kita kenal lewat visual layar itu kebanyakan indah, ya, turistik location gitu. Tapi, kita di sini karena karakter-karakternya itu hidup di istilah underground, jadi kita ter-challenge sendiri juga. Kita bisa nggak ya ciptain film di Korea, cuman fokus di karakternya dan mengangkat lokasi-lokasi yang istilahnya belum pernah dipakai lah,” kata sang sutradara, Adriyanto Dewo.

Saat syuting pun banyak hal mendebarkan terjadi, seperti hampir terserang angin topan hingga panas yang menyengat. Tak hanya itu, mereka juga syuting di daerah yang kuat dengan gangster dan mafianya. Saat syuting, Adri dan Lutesha mengungkap mereka diancam untuk menghentikan prosesnya atau jika tidak akan diporak-porandakan.

“Jadi, kita itu hitung tuh ada banyak-banyak 47 location yang kita harus ambil dalam waktu kurang lebih tiga minggu syuting. Jadi setiap hari pasti ada mungkin kita pindah tiga, dua lokasi. Dan itu juga jadi challenge buat aktor ya, karena emosi yang tadi di lokasi ini kita harus bawa ke lokasi yang lain dan itu lumayan pindah-pindah lah,” ujar Adri.

“Terus kita syuting pas bulan Agustus, jadi summer, lagi heat wave. Panasnya panas banget. Kita syuting di Dangjin, kota kecil di dekat pelabuhan. Jadi, lumayan anginnya kayak angin laut, kayak panas, hawa panas gitu,” timpal Lutesha. 

“Dan lucunya kita hampir kena typhoon. Jadi di sana kita syuting tiga hari sudah ada warning tuh di SMS. Setiap 15 menit sekali lah bunyi. Karena kan kita dekat sama pantai sudah bikin barikade-barikade untuk menangani si typhoon itu. Tapi ternyata typhoon-nya nggak terlalu lewat di kota kita. Cuman yang tadinya kita desain scene itu terang akhirnya hujan seharian. Jadi kita harus merespons akhirnya, yaudah kita bawa sekalian aja deh scene ini jadi hujan-hujanan. Dan itu pas kita lihat di editing, kok jadi lebih powerful ya,” kenang Adri sambil kagum.

“Jadi kita tiga kota ya, Seoul, Danjin, sama Seosan. Paling jauh Seosan lah dari Seoul. Seosan tuh lumayan wilayah yang mafianya kuat sebenarnya. Dan ada satu scene, kita di kayak ruko, di satu pasar. Kita harus syuting sampai jam 11 rencananya. Jam 9 itu udah kedengeran kayak orang marah-marah gitu. Saya bicara sama si orang lokasinya gitu. Saya tanya ‘itu kenapa?’ ‘Kita sudah diancam, mau diusir. Dan kalau misalnya kita nggak keluar dalam berapa menit, kita mau di apalah gitu, mau diapain’,” cerita sang sutradara lagi.

“Chaos sih. Itu adegannya tuh aku lagi emosi banget, jadi kayak masih teriak-teriak. Jadi di samping aku tuh bener-bener ada, ibu-ibu tuh bawa bapaknya. Ibu-ibu orang Korea marah-marah. Tapi aku harus stand-by. Jadi ketika dia stop marah-marahnya, aku langsung action gitu. Aku action, ngomong pake bahasa Korea, terus marah-marah, terus disuruh improvisasi. Ada tambahan kayak, mungkin mau meledak,” kata Lutesha menambahkan dengan semangat.

2. Makna gaya nyentrik dan gelap para tokohnya

Film Sampai Jumpa, Selamat Tinggal (Popbela.com/NatashaCecil)

Dalam trailer-nya, diperlihatkan kalau para tokohnya kebanyakan memakai busana hitam dengan gaya yang nyentrik dan tato. Penampilan mereka sendiri menggambarkan kesepian dan luka mereka masing-masing. Salah satunya karakter Vanya (Lutesha) yang dipenuhi tato, berambut pendek, dan riasan yang bold

Ini memperlihatkan dirinya yang tangguh dan tak bisa tersentuh sebagai bos mafia dan penyalur pekerja ilegal di Korea. Punya sifat manipulatif dan tenang tapi bisa memangsa, Vanya ternyata punya latar belakang yang penuh perjuangan. Vanya tinggal paling lama di Korea dan berurusan dengan mafia. Ia pernah ditipu, dan harus bertahan dari kerasnya hidup. 

“Sebenarnya sih di film ini desain semua karakternya tuh agak unik. Semua karakternya punya tato. Kenapa Vanya segitunya nyentrik adalah karena secara visual itu harus dari pertama kali dia keliatan di frame tampilin ‘ini orang beda’ dan ada maksud tertentu dari penampilannya gitu. Jadi kayak kontras gitu. Jaketnya sama look-nya. 

Karena si Vanya ini kan sudah lama tinggal di sana dan berurusan dengan mafia. Kita desainnya waktunya dia sudah berapa tahun di situ, sempat ditipu juga sama orang sana. Terus dia harus bertahan hidup. Jadi, istilahnya orang melihat dia tuh, ‘lu jangan macem-macem sama gue deh’, karakternya kayak gitu,” ungkap Adriyanto Dewo.

3. Terinspirasi dari fenomena Johatsu

Film Sampai Jumpa, Selamat Tinggal (Popbela.com/NatashaCecil)

Film Sampai Jumpa, Selamat Tinggal terinspirasi dari sebuah fenomena yang bernama Johatsu, seperti yang diungkap langsung oleh sang sutradara. Fenomena ini banyak terjadi di Jepang, tapi juga tak sedikit di Amerika, Korea, dan di Eropa. Johatsu sendiri adalah orang yang sengaja menghilang dari kehidupan mereka, memutuskan hubungan dengan masa lalu mereka, dan memulai hidup baru.

“Inspirasi awalnya tuh ada satu artikel dan bahkan satu fenomena. Mungkin di 10 tahun terakhir ini lumayan sering dibahas di media. Tentang bagaimana satu individu itu bisa meninggalkan kehidupan lamanya.

Ganti nama dan pindah ke mungkin kota lain gitu. Dimana si keluarganya ini atau pasangannya ini nggak tahu dia pergi ke mana dan istilah itu dikenalnya Johatsu. Itu biasa terjadi di Jepang. Biasanya kalo di Jepang itu tahun 60-70an itu dilakukan sama suami istri nih yang nggak harmonis. Jadi, untuk memilih, ‘gue jadi orang lain aja deh, lu nggak usah kenal gue lagi’. Untuk menghindari perceraian formal,” jelas Adri. 

“Nah, tapi setelah saya riset itu juga nggak terjadi di Jepang aja. Mungkin istilahnya aja di Jepang itu terkenalnya. Cuma, ada juga di Korea, ada juga di Jerman, mungkin di Amerika juga ada. Tapi yang memfasilitasi, ada perusahaan swasta yang kasih fasilitas untuk ‘kamu bisa lho ganti identitas, kamu mau ganti identitas ini mau kabur dari rumah. Kita bisa ngasih kamu identitas baru’ di Jepang tuh ada organisasi swastanya. Ada yang legal dan illegal juga. Jadi, berangkat dari situ, ide itu jadi kayak kepikirannya ‘rasanya apa ya orang yang ditinggalin’ gitu. 

Apakah mereka ada usaha untuk mencari orang yang hilang ini, yang menghilang ini. Jadilah cerita tentang ghosting ini, si Dani (Jourdy Pranata) ini kabur, si Wyn (Putri Marino) mencoba mencari, tapi dalam proses pencariannya itu ketemu karakter yang bernama Rey (Jerome Kurnia). Dan ada Vanya juga, ada juga Anto (Kiki Narendra) di situ. Mereka berlima jadi intertwine lah untuk dalam kisah yang rumit dan kisruh ini,”tambahnya terkait inspirasi filmnya.

4. Tampilkan dinamika hubungan dan masalahnya

Film Sampai Jumpa, Selamat Tinggal (Popbela.com/NatashaCecil)

Film yang tayang 5 Juni 2025 ini menampilkan dinamika hubungan serta berbagai masalah yang ada di dalamnya. Semua masalah tersebut sangat sering terjadi di kehidupan nyata yang mungkin akan related dengan kamu. Mulai dari toxic relationship antara Wyn dan Dani yang membuat Dani akhirnya memilih me-ghosting Wyn.

Wyn yang merasa kalau hubungan mereka belum ada closure atau penyelesaian yang baik, akhirnya mencari Dani sampai ke Korea. Tak ada rencana dan dengan uang seadanya yang ia punya, ia bertekad untuk mendapat penjelasan dari Dani. Di sisi lain, ia bertemu dengan Rey yang juga masih dalam masa healing setelah kehilangan istri tercintanya. Filmnya pun mengangkat tema kesendirian yang dialami para tokohnya, sampai akhirnya bertemu dan saling terikat bersama.

5. Karakter villain pertama Lutesha

Film Sampai Jumpa, Selamat Tinggal (Popbela.com/NatashaCecil)

Karakter Vanya merupakan karakter villain pertamanya di film. Ia banyak memberikan saran tentang karakternya itu dan mengaku dirinya berbeda 180 derajat dengan Vanya. Selain bergaya nyentrik, aktris yang akrab disapa Uthe ini juga memangkas rambutnya sangat pendek. Hal ini ia lakukan untuk mendalami karakternya yang berperan sebagai bos pekerja ilegal.

“Jadi Vanya ini tuh bisa dibilang dia tuh bos yang menyalurkan pekerjaan ilegal kepada imigran-imigran gelap di Korea. Kenapa dia bisa menjadi orang yang seperti itu? Menurut aku, aku sama Mas Adri tuh sudah bikin semacam background story-nya lah gitu. Dia dari kecil sudah hidup mandiri. Dia harus kerja. Dia mungkin tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya. Terus dia sudah pindah-pindah tempat gitu.

Jadi, memang selama hidupnya dia tuh selalu di dalam survival mode, selalu gitu. Jadi, dia akan menghalalkan segala cara untuk menyelamatkan dirinya. Maka dari itu dia menjadi orang yang dingin. Dia nggak punya empati. hubungan sama orang-orang di sekitarnya cuma transaksional gitu,” kata Lutesha tentang karakter villain pertamanya.

6. Menegaskan makna sampai jumpa atau selamat tinggal

Film Sampai Jumpa, Selamat Tinggal (Popbela.com/NatashaCecil)

Sesuai judulnya, film ini menggali lagi makna sampai jumpa dan selamat tinggal. Selain terinspirasi dari fenomena Johatsu, Sampai Jumpa, Selamat Tinggal juga mengambil analogi dari film Life of Pi. Kisahnya mencari sebuah penyelesaian dari sebuah perpisahan, meski perpisahan pahit sekalipun. Menegaskan apakah akan berjumpa kembali, atau selamat tinggal yang berarti tak akan berjumpa kembali.

“Kenapa judulnya ini juga? Mungkin ada pertanyaan pas bikin ceritanya. Hubungan antar manusia perlu profound closure atau nggak? Mungkin sebenarnya Wyn nggak mau cari apa-apa lagi, cuma ‘yaudah lo kalau nggak mau sama gue bilang aja gitu’ mungkin cuma cari itu,” ungkap Adri. 

Jadi, siap nonton filmnya, Bela?

Editorial Team