Pasangan kita memiliki bahasa cinta "pelayanan", dia selalu membantu meringankan beban tanggungjawab kita misalnya dengan memasakkan makanan. Padahal bagi kita itu hal yang tidak terlalu penting, di hati mungkin kita berkata "Ih, ngapain segitunya sih". Di sisi lain kita berharap dia memberikan "pujian" terhadap baju yang kita pilih untuk berkencan seperti yang biasa kita lakukan padanya. Tapi kita tidak pernah mendapatkannya.
Akhirnya kita dan pasangan sama-sama mengklaim masing-masing sebagai orang yang tidak perhatian, tidak pengertian, egois, ingin menang sendiri. Lihat, kan? Bahasa cinta menjadi akar pertengkarannya. Kita tidak akan pernah nyambung meski terus berkomunikasi kalau bahasa kita berbeda dan kalau tidak tahu bahasa kita berbeda.
Padahal beda bahasa cinta itu wajar sekali, lho, Bela! Kalau kita sama-sama tahu dan sadar bahwa bahasa cinta kita berbeda, kita akan lebih mudah menjalin komunikasi. Kita akan lebih menghargai usaha pasangan untuk mencintai dan tidak cepat kecewa saat usaha kita mencintai belum dihargai.