Meski sekufu bukan syarat sah untuk menikah, tapi ada beberapa dalil juga yang merujuk pada istilah satu ini. Ada dua pendapat dari para ulama yang membahas mengenai sekufu. Sebagian ulama mengatakan sekufu adalah syarat lazim atau syarat yang harus ada meskipun tidak memengaruhi keabsahan pernikahan.
Sementara sebagian lainnya secara mutlak tidak menjadikan sekufu sebagai syarat sah untuk menikah. Sebagian ulama dari golongan mazhab Hanafi, seperti Imam at-Tsauri, Hasan al-Bashri, al-Karkhi justru tidak menjadikan sekufu sebagai syarat dalam pernikahan. Pendapat mereka didasari karena sesungguhnya manusia itu sederajat dan keunggulan manusia diukur dari ketakwaan.
Walau begitu, sekufu bisa menjadi syarat yang harus dipertimbangkan sebelum melangkah ke jenjang pernikahan. Berdasarkan dalil naqli dan ‘aqli, sekufu merujuk pada hadis berikut ini, yaitu :
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ لَهُ “ يَا عَلِيُّ ثَلاَثٌ لاَ تُؤَخِّرْهَا الصَّلاَةُ إِذَا آنَتْ وَالْجَنَازَةُ إِذَا حَضَرَتْ وَالأَيِّمُ إِذَا وَجَدْتَ لَهَا كُفْؤًا
Artinya:
“Dari Ali bin Abi Thalib, Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepadanya, “Wahai Ali, tiga hal yang jangan engkau tunda pelaksanaannya; apabila waktu shalat telah datang, jenazah yang hadir (segera dimandikan) dan (pernikahan) seorang perempuan yang telah menemukan seseorang yang cocok.” (HR. Tirmidzi)
Ada lagi dari kisah Barirah yang telah merdeka sedangkan, Mughits, suaminya masih berstatus budak. Nabi Muhammad pun menawarkan pilihan apakah tetap ingin bersama suaminya atau memilih berpisah, Barirah memilih berpisah dari suaminya, yaitu:
عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ زَوْجَ بَرِيرَةَ كَانَ عَبْدًا يُقَالُ لَهُ مُغِيثٌ كَأَنِّى أَنْظُرُ إِلَيْهِ يَطُوفُ خَلْفَهَا يَبْكِى ، وَدُمُوعُهُ تَسِيلُ عَلَى لِحْيَتِهِ ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – لِعَبَّاسٍ « يَا عَبَّاسُ أَلاَ تَعْجَبُ مِنْ حُبِّ مُغِيثٍ بَرِيرَةَ ، وَمِنْ بُغْضِ بَرِيرَةَ مُغِيثًا » . فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « لَوْ رَاجَعْتِهِ » . قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ تَأْمُرُنِى قَالَ « إِنَّمَا أَنَا أَشْفَعُ » . قَالَتْ لاَ حَاجَةَ لِى فِيهِ
Artinya:
“Dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, sesungguhnya suami Barirah adalah seorang budak yang bernama Mughits. Aku ingat bagaimana Mughits mengikuti Barirah ke mana ia pergi sambil menangis (karena mengharapkan cinta Barirah).
Air matanya mengalir membasahi jenggotnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada pamannya, Abbas, 'Wahai Abbas, tidakkah engkau heran betapa besar rasa cinta Mughits kepada Barirah namun betapa besar pula kebencian Barirah kepada Mughits.'
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Barirah, 'Andai engkau mau kembali kepada Mughits!' Barirah mengatakan, 'Wahai Rasulullah, apakah engkau memerintahkanku?' Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 'Aku hanya ingin menjadi perantara (syafi’).' Barirah mengatakan, 'Aku sudah tidak lagi membutuhkannya'.” (HR. Bukhari no. 5283)
Hadis ini menunjukkan bahwa status budak dan merdeka tidaklah setara, hal tersebut berarti sekufu adalah syarat yang diperlukan dalam pernikahan. Tetapi, sekufu bukan hal yang wajib, sebab Nabi pun memberi pilihan kepada Barirah untuk lanjut atau tidak, bukan mewajibkan Barirah untuk tidak melanjutkan.