unsplash.com/Olena Kamenetska
Menurut Laura L. Ryan, seorang terapis keluarga dan pernikahan berlisensi, serta terapis Imago bersertifikasi yang berbasis di Austin, Texas, 80% komunikasi manusia bersifat non-verbal. Ketika chatting, kita nggak bisa melihat wajah, mendengar suara, dan mengamati postur serta perilaku orang lain yang bersangkutan, maka informasi yang kita tangkap cenderung lebih mudah disalahartikan.
"Pesan terasa lebih menuduh, konflik menjadi lebih panas, dan kemarahan meningkat dengan cepat. Jika Anda memiliki konflik yang ingin Anda diskusikan, saya sangat menyarankan untuk melakukannya secara langsung. Jika Anda melihat konflik muncul selama chatting, segera akhiri aktivitas bertukar pesan, lalu coba telepon atau bertemu secara langsung untuk menyelesaikan permasalahan," ujar Laura.
Seorang pakar hubungan bernama April Masini mengatakan ada beberapa orang yang meminta saran darinya dalam forum saran hubungan gratis di AskApril.com. Salah satunya menjelaskan bahwa ia dan pacarnya bertengkar via teks karena suatu alasan. Hal tersebut pun akhirnya menjadi pemicu perpisahan di antara keduanya.
"Bertengkar melalui pesan teks meningkat dan memicu perpisahan. Ia lalu meminta penjelasan kepada saya atas apa yang terjadi. Saya menjelaskan bahwa berkirim pesan itu sangat mudah, sangat cepat, dan merupakan cara tercepat untuk meningkatkan drama", ujar April.
"Pembaca lain di forum saya mengajak pacarnya membicarakan tentang status hubungan delapan bulannya melalui teks. Percakapan itu ternyata menyebabkan perpisahan. Dia menanyakan apakah hubungannya sudah berakhir, karena ia ingin kembali bersama pacarnya. Dalam kedua kasus ini, menelepon dan berbicara satu sama lain di waktu yang nyata, atau berbicara secara langsung, jauh lebih baik daripada mengirim pesan teks, dan kedua hubungan ini mungkin tidak akan berakhir jika mereka tidak mengandalkan chatting dengan reaktif saat berkomunikasi," tambahnya.