Melansir ABC Australia, tahun lalu tercatat lebih dari enam juta turis memadati Bali, angka tersebut termasuk satu juta warga negara Australia. Aaron Connelly, yang memimpin program Southeast Asian Politics and Foreign Policy dan International Institute for Strategic Studies mengatakan sektor pariwisata akan terkena dampaknya.
“Diplomat Eropa di Jakarta sudah berdiskusi mengenai RUU KUHP yang isinya menolak pasangan di luar nikah, hal ini harus membuat pemerintahan untuk mengumumkan travel advice dan ini akan jadi berita buruk. Pasangan sejenis pun akan merasa tak nyaman jika datang ke Indonesia, karena adanya kriminalisasi hubungan sejenis yang diterapkan,” ucap Aaron Connelly kepada ABC Australia.
Namun melansir IDN Times Bali, Wakil Gubernur Bali, Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace, menyampaikan bahwa para wisatawan yang akan berlibur ke Bali tidak perlu khawatir terhadap pasal sensitif dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), yang akhirnya ditunda tersebut. Sebab pelaku yang melanggar pasal 417 RKUHP bisa dipenjara dengan syarat mutlak yaitu atas aduan suami, istri, orang tua, atau anak yang usianya telah 16 tahun.
Gus Agung, Ketua Bali Tourism Board mengatakan kepada ABC bahwa cara pandang pemerintah di Bali tidak selalu sama dengan Jakarta. “Budaya Hindu menerima siapa pun yang datang ke Bali untuk menikmati Pulau Dewata. Pengaruh ulama garis keras di Jakarta tak memberi efek apa pun di Bali,” katanya kepada ABC.
Sementara, ketika ABC bertanya tentang wisatawan asing bisa terancam dipenjara karena hubungan di luar pernikahan, Anggota Panitia Kerja (Panja) Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), Teuku Taufiqulhadi menjawab tidak masalah selama orang tidak tahu.
Berarti jika RUU KUHP akan disetujui, pasal tersebut juga berlaku bagi wisatawan asing, Bela. Meski mereka tak akan dipenjara selama nggak ada yang mengadu, namun tetap saja imbauan perjalanan yang dirilis masing-masing negara atas adanya RUU KUHP bisa mengancam kenyamanan wisatawan asing untuk berkunjung ke Indonesia dan dimanfaatkan negara lain untuk ‘merebut’ wisatawan asal Australia Eropa dan Tiongkok yang selama ini jadi penyumbang pendapatan pariwisata di Bali.
“Market Australia ini sedang diperebutkan oleh tetangga-tetangga kita. Kompetitor kita bersama. Dengan adanya ini yang sangat diuntungkan adalah kompetitor kita. Saya belum tahu persis berapa persen. Tapi saya sudah mendapatkan info dari secara online, salah satu poling system kami di kantor Thailand bahwa telah terjadi peralihan market. Dari tujuan ke Bali ke Thailand. Sangat signifikan. Sangat bahaya buat kita. November dan Desember ini bisa mengalami kekosongan,” jelas pria yang akrab disapa Gus Partha seperti yang telah dilansir IDN Times Bali.