Rumah flat di Menteng sebelumnya merupakan rumah untuk tiga orang (Situs rujak.org/Elisa Sutanudjaja)
Rumah flat di Menteng dibangun dengan skema sewa tanah jangka panjang selama 70 tahun dari Marco Kusumawijaya selaku pemilik lahan, dengan kemungkinan perpanjangan. Marco tetap memegang sertifikat hak milik atas tanah, sementara koperasi mengelola Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas bangunannya.
Biaya sewa tanah disepakati sebesar Rp90 juta per tahun, dibagi rata oleh lima keluarga penghuni sekitar Rp7,5 juta per bulan atau menyesuaikan luas unit masing-masing. Nilai sewa akan naik setiap lima tahun mengikuti inflasi.
Dari sisi bangunan, biaya konstruksi ditekan menjadi sekitar Rp8 juta per meter persegi. Penghematan dilakukan dengan desain efisien, seperti membatasi jumlah kamar mandi per unit. Semua biaya, termasuk konstruksi dan legalitas, disetorkan sebagai simpanan wajib koperasi, bukan pembayaran kepada pengembang.
Penghuni wajib menempati unit minimal lima tahun, namun tidak diperuntukkan investasi, melainkan untuk kebutuhan tinggal. Setelah itu, unit bisa dikembalikan ke koperasi, dan simpanan akan dikembalikan dengan penyesuaian inflasi.
Rumah untuk tiga orang telah berkembang menjadi rumah flat multi keluarga dan fungsi lain di luar hunian (Situs rujak.org/Elisa Sutanudjaja)
Skema ini juga menekan spekulasi harga dan menjaga keterjangkauan. Untuk para penghuninya, diketahui mereka dikenakan biaya bulanan termasuk sewa tanah, iuran lingkungan, dan simpanan koperasi hanya sekitar Rp1,2 juta!
Sementara bagi Marco, skema ini tetap memberikan pemasukan pasif tanpa mengorbankan akses warga terhadap hunian layak di tengah kota.