Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Popbela lainnya di IDN App
Ilustrasi orang menggunakan payung saat hujan deras
Ilustrasi orang menggunakan payung saat hujan deras (pexels.com/Thgusstavo Santana)

Intinya sih...

  • BMKG menyatakan musim kemarau 2025 lebih pendek dan basah dari biasanya, dengan sekitar 26% wilayah Indonesia mengalami curah hujan di atas normal, terutama di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.

  • Fenomena kemarau basah disebabkan oleh dinamika atmosfer yang tidak stabil, suhu muka laut hangat, fenomena global, aktivitas gelombang atmosfer, dan perubahan iklim jangka panjang.

  • Kemarau basah berdampak pada pertanian, infrastruktur, lingkungan, pengelolaan air dan energi, serta kesehatan. Masyarakat perlu waspada dan adaptif dalam perubahan cuaca ekstrem ini.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bela, belakangan ini kamu juga merasa nggak kalau cuaca makin tidak menentu? Siang hari bisa sangat terik dan panas, tapi tiba-tiba sore atau malamnya turun hujan deras. Padahal, sejak April lalu Indonesia seharusnya sudah memasuki musim kemarau, lho!

Nah, BMKG melalui situs resminya mengungkapkan kalau musim kemarau tahun 2025 ini lebih pendek dan bakal lebih basah dari biasanya. Sekitar 26% wilayah Indonesia diperkirakan mengalami curah hujan di atas normal, terutama di daerah dengan pola hujan monsunal seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.

Ilustrasi tetesan hujan (pexels.com/Pixabay)

Mengutip dari IDN Times, hujan yang terus turun di tengah musim kemarau ini diprediksi akan berlangsung hingga Agustus, sebelum Indonesia memasuki musim pancaroba pada September hingga November. Sementara itu, musim hujan juga diprediksi kembali datang pada Desember 2025 hingga Februari 2026.

Kondisi tersebut membuat kemarau basah jadi fenomena unik yang sedang dirasakan Indonesia pada pertengahan 2025 ini. Tapi, sebenarnya apa yang dimaksud dengan kemarau basah, dan apa saja penyebabnya? Berikut Popbela akan mengulasnya dalam artikel di bawah ini!

Mengenal fenomena kemarau basah

ilustrasi hujan deras (unsplash.com/Christopher)

Kemarau basah, atau juga dikenal sebagai wet drought, adalah anomali cuaca yang terjadi saat musim kemarau telah dimulai menurut kalender, namun curah hujan justru masih tinggi atau di atas normal. Kemarau basah bisa terbilang fenomena yang sering membingungkan dan berdampak signifikan terhadap ketahanan air.

Meski tampak basah, kondisi ini tetap mengarah pada penurunan ketersediaan air karena hujan yang turun biasanya bersifat singkat, tidak meresap optimal ke dalam tanah, atau tidak tertampung di sistem penyimpanan air seperti waduk. Akibatnya, pasokan air jangka panjang tetap terganggu.

Penyebab terjadinya kemarau basah

ilustrasi hujan memakai payung (pexels.com/Zeynep Sude Emek)

Fenomena kemarau basah disebabkan oleh berbagai faktor kompleks yang saling berkaitan, baik dari dinamika atmosfer lokal maupun pengaruh global. Berikut adalah beberapa penyebab utamanya:

  • Dinamika atmosfer yang tidak stabil. Interaksi antara suhu permukaan laut, tekanan udara, dan kelembapan tinggi membuat atmosfer menjadi labil, memicu terbentuknya awan konvektif seperti cumulonimbus yang membawa hujan lebat, petir, dan angin kencang meski di musim kemarau.

  • Suhu permukaan laut yang hangat. Permukaan laut yang masih hangat di sekitar Indonesia meningkatkan penguapan dan memicu pembentukan awan hujan.

  • Fenomena global. Beberapa fenomena iklim global turut berperan, seperti La Nina yang membawa lebih banyak uap air ke wilayah Indonesia, serta Indian Ocean Dipole (IOD) negatif yang meningkatkan kelembapan dan curah hujan.

  • Aktivitas gelombang atmosfer. Keberadaan fenomena seperti Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, dan Rossby Ekuatorial turut mendorong terbentuknya awan-awan hujan di berbagai wilayah.

  • Perubahan iklim jangka panjang. Adanya pemanasan global yang menyebabkan atmosfer menjadi lebih lembap dan pola cuaca semakin tidak menentu sehingga kemarau basah cenderung lebih sering terjadi.

Dampak kemarau basah dalam kehidupan sehari-hari

ilustrasi banjir akibat cuaca buruk (pexels.com/Dibakar Roy)

Fenomena kemarau basah berdampak signifikan pada berbagai sektor kehidupan, terutama sektor pertanian yang sangat bergantung pada pola musim. Ketidaksesuaian curah hujan dapat menyebabkan gagal tanam, genangan di lahan, serta menurunkan efektivitas pupuk dan pestisida akibat tercuci oleh hujan. Kondisi lembap juga memicu peningkatan serangan hama dan penyakit tanaman.

Di sektor infrastruktur dan lingkungan, curah hujan tinggi meningkatkan risiko banjir lokal, tanah longsor, kerusakan jalan, serta menghambat proyek konstruksi yang memerlukan cuaca kering. Dampak lain terlihat pada pengelolaan air dan energi karena menyulitkan pengisian waduk untuk kebutuhan PLTA dan irigasi yang menuntut manajemen sumber daya air yang lebih adaptif.

Dari sisi kesehatan, kemarau basah memicu peningkatan penyakit tropis, seperti demam berdarah akibat genangan air, gangguan pernapasan, dan penyakit lain seperti diare dan leptospirosis akibat kelembapan tinggi. Hujan yang tak terduga juga mengganggu aktivitas harian dan memperburuk kemacetan, khususnya di wilayah perkotaan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan saat menghadapi kemarau basah

Pejalan kaki menggunakan payung saat hujan deras di kawasan Thamrin, Jakarta.

Masyarakat harus tetap siaga dan adaptif dengan perubahan cuaca ekstrem yang dapat terjadi kapan saja. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam menghadapi kondisi ini, yaitu:

  1. Waspadai potensi banjir dan tanah longsor, terutama di wilayah rawan. Siapkan rencana evakuasi bila diperlukan dan hindari berteduh di bawah pohon besar atau baliho saat hujan disertai angin dan petir.

  2. Rutin membersihkan saluran air dan selokan guna mencegah genangan yang bisa menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk penyebab penyakit.

  3. Jaga daya tahan tubuh dengan pola makan sehat, cukup istirahat, dan hidrasi yang baik. Gunakan pelindung seperti topi, payung, atau sunscreen saat beraktivitas di luar dan periksa ke fasilitas kesehatan jika mengalami gejala penyakit.

  4. Tetap hemat air meski curah hujan tinggi, karena pengelolaan air jangka panjang tetap penting.

  5. Meskipun terasa lembap, kemarau basah tetap memiliki risiko kebakaran di area kering sehingga pembakaran terbuka harus dihindari.

  6. Pantau situs resmi BMKG (bmkg.go.id), aplikasi InfoBMKG, atau media sosial @infoBMKG untuk mendapatkan informasi cuaca terbaru dan merencanakan aktivitas dengan aman.

Itulah ulasan mengenai definisi, penyebab, dan dampak dari fenomena kemarau basah. Bagaimana dengan daerah sekitarmu, Bela? Apakah juga merasakan dampaknya? Yuk, bagikan ceritamu di kolom komentar!

Editorial Team

EditorAyu Utami