Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Popbela lainnya di IDN App
instagram.com/prillylatuconsina96
instagram.com/prillylatuconsina96

Intinya sih...

  • Prilly Latuconsina kembali memegang peran penting sebagai Ketua Program FFI 2025.

  • Proses kurasi terbuka dan inklusif, dengan penilaian melalui beberapa tahap oleh tim kurasi, Akademi Citra, dan asosiasi film.

  • FFI 2025 mengusung tema “Puspawarna Sinema Indonesia” dan tidak membatasi genre film yang bisa masuk nominasi.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Tak terasa, Festival Film Indonesia (FFI) 2025 sudah di depan mata. Tahun ini, Prilly Latuconsina kembali memegang peran penting sebagai Ketua Program FFI 2025. 

Dalam perbincangan nya bersama tim Popbela, aktris berusia 29 tahun itu mengungkapkan bagaimana FFI mencoba mendekatkan diri ke generasi muda, terutama Gen Z, agar lebih sadar dan peduli dalam perkembangan industri film Indonesia.

Bagi Prilly, FFI bukan sekadar ajang penghargaan bergengsi, tapi juga wadah apresiasi dan pembelajaran yang bisa membuka mata anak muda tentang luasnya dunia sinema Tanah Air. Penasaran seperti apa pembahasannya? Simak melalui artikel ini ya, Bela!

Proses kurasi yang terbuka dan inklusif

youtube.com/Popbela

FFI 2025 akan berlangsung pada 20 November 2025 mendatang. Tahun ini mereka mengusung pendekatan yang lebih terbuka dan modern. Daftar film yang dikurasi diumumkan lewat media sosial agar publik bisa ikut terlibat.

Proses penilaian dilakukan melalui beberapa tahap oleh tim kurasi, Akademi Citra, dan asosiasi yang terdiri dari para produser, sutradara, hingga aktor.

Tak hanya dinilai melalui alur cerita atau akting, tapi aspek seperti sinematografi, musik, dan tata rias juga menjadi bagian penting dalam penilaian. Setiap film yang masuk pun melewati proses diskusi panjang untuk memastikan kualitas terbaiknya.

Mengangkat tema Puspawarna Sinema Indonesia

youtube.com/Popbela

Mengusung tema “Puspawarna Sinema Indonesia”, FFI tahun ini kembali menyoroti keberagaman genre dan warna dalam industri film Indonesia.

Menurut co-Founder Sinemaku Pictures itu, dalam 5–10 tahun terakhir, film lokal semakin variatif—mulai dari drama keluarga, komedi, hingga horor yang berakar pada budaya lokal.

youtube.com/Popbela

Prilly juga menyoroti fenomena film horor viral yang banyak diangkat dari kisah mistis masyarakat Indonesia.

Nggak bisa kita pungkiri, film horor atau yang berbau mistis pasti menarik perhatian masyarakat kita. Makanya yang viral itu pasti film horor dan keviralan ini pasti ditangkep, dong, sama produser-produser film. Kalau bisa dijadiin film kenapa nggak,” tutur Prilly melalui YouTube Popbela's Club. 

Namun, Prilly juga mengingatkan agar keviralan tak mengorbankan kualitas. Terkadang ada kekhawatiran cerita viral yang dijadikan film namun di bawah standar, sehingga pada akhirnya menggeser judul film lainnya yang berkualitas.

Semua genre film punya peluang yang sama di FFI 2025

youtube.com/Popbela

Berbeda dari stigma yang sering melekat, FFI 2025 tidak membatasi genre film yang bisa masuk nominasi. Menurut Prilly, film komersial, horor, animasi, hingga drama punya peluang yang sama selama punya kualitas penggarapan yang baik.

Sebenernya balik lagi kayak ‘film yang bagus tuh seperti apa, sih?’ nggak harus film yang memang slow burn, nggak harus yang dianggap festival banget, film yang komersil selagi itu penggarapannya sangat bagus dan kualitasnya bagus, mengangkat isu yang menarik, ya itu adalah film yang bagus,” jelas Prilly.

Industri film harus adaptif di era modern

instagram.com/prillylatuconsina96

Ketika ditanya soal perubahan industri film masa kini, Prilly menekankan pentingnya adaptif terhadap perkembangan zaman. Menurutnya, film adalah media yang efisien untuk menyampaikan pesan, tapi cara menyampaikannya harus relevan dengan kebiasaan penonton saat ini.

Kalau aku ya, tujuan membuat film karena aku merasa film itu sebagai media yang sangat efisien untuk menyampaikan pesan. Jadi, saat aku bikin film, aku harus tahu apa yang ingin disampaikan ke publik. Sepenting apa pesan ini sampe harus dibikin film,” ungkapnya.

Oleh karena itu, film dengan alur cepat dan konflik sejak awal kini lebih diminati. Salah satu contohnya adalah Pengepungan di Bukit Duri, film dengan tempo cepat yang berhasil masuk nominasi FFI 2025.

Kenapa Gen Z harus lebih dekat dengan industri film Indonesia?

instagram.com/prillylatuconsina96

Meski FFI sudah menjadi ajang bergengsi nasional, Prilly mengaku masih banyak Gen Z yang belum tahu apa itu FFI. 

PR aku sebagai ketua program selama 3 tahun ini adalah bagaimana kita bisa raise awareness tentang FFI ke anak muda. Bahwa FFI ini ajang penghargaan paling tinggi, lho, di Indonesia. Bahkan, film yang bisa masuk nominasi itu adalah suatu prestasi yang membanggakan,” ucapnya.

Melalui berbagai program, FFI kini aktif merangkul Gen Z lewat kegiatan edukatif. Salah satunya dengan mengajak mahasiswa untuk nonton bareng film festival, berdiskusi dengan produser atau filmmaker, bahkan memberikan kesempatan untuk submit karya film pendek dan ikut workshop bersama penulis film.

Dengan pendekatan tersebut, FFI 2025 tak hanya menjadi ajang penghargaan, tapi juga sebagai wadah tumbuh bagi generasi muda. 

Prilly juga berharap akan semakin banyak anak muda yang ikut mengenal, mengapresiasi, dan bahkan berkarya di industri film Indonesia. Semoga artikel ini bermanfaat ya, Bela.

Editorial Team