Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Popbela lainnya di IDN App
Kurnia Meiga, Ellyas Pical, dan Tati Sumirah. (Berbagai sumber)
Kurnia Meiga, Ellyas Pical, dan Tati Sumirah. (Berbagai sumber)

Intinya sih...

  • Banyak mantan atlet Indonesia yang dulu harum namanya, kini harus hidup sulit setelah pensiun karena minimnya dukungan jangka panjang.

  • Ada yang jadi pemulung, pekerja serabutan, pengamen, hingga sopir taksi online, meski dulu pernah mengharumkan nama bangsa di level dunia.

  • Kisah ini jadi pengingat pentingnya sistem perlindungan dan dukungan berkelanjutan bagi para pahlawan olahraga agar tak lagi "dielu-elukan lalu dilupakan".

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Seiring berjalannya waktu, dunia olahraga kerap menghadirkan setiap insan yang membuat bangsa ini bangga. Nama mereka begitu dielu-elukan ketika medali kemenangan tergantung di dada sembari "Indonesia Raya" berkumandang lantang di panggung dunia.

Namun sayangnya, tak sedikit kisah manis itu berujung pahit. Di balik sorotan tersebut, rupanya ada sederet mantan atlet Indonesia yang harus berjuang keras demi sekadar bertahan hidup.

Lantas, siapa saja mereka?

1. Kurnia Meiga (sepak bola)

Kurnia Meiga, mantan kiper tangguh di Arema dan Timnas Indonesia. (Situs suara.com)

Siapa yang tak ingat dengan Kurnia Meiga, kiper tangguh dari klub Arema dan Timnas Indonesia? Ia sempat bersinar di Piala AFF 2016, sebelum didiagnosis papiledema (pembengkakan saraf mata) pada 2017 yang memaksanya gantung sarung tangan lebih cepat.

Demi biaya pengobatan, Meiga bahkan menjual medali dan penghargaan bersejarahnya, termasuk dari Piala AFF dan SEA Games. Hidup semakin berat saat rumahnya rusak diterpa bencana.

Ia pun bertahan dengan berjualan online dan aktif di TikTok, sembari tetap berlatih ringan di rumah. Dukungan publik juga berdatangan, termasuk dari Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, yang pernah memberinya akses pemeriksaan medis melalui tim Pertamedika.

2. Suharto (balap sepeda)

Suharto, mantan atlet balap sepeda peraih medali emas SEA Games 1979. (Situs pojokreview.com)

Nama Suharto, peraih emas SEA Games 1979, mungkin jarang terdengar generasi kini. Padahal, ia pernah mengharumkan Indonesia lewat raihan medali internasional. Sayangnya, setelah pensiun, hidupnya berbalik 180 derajat.

Suharto sempat jadi tukang becak hingga pemulung di Gresik, dengan tinggal di gubuk kecil di samping makam umum. Kisah pilunya pun viral hingga mengetuk hati Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, yang kemudian mengangkatnya sebagai pegawai UPT Bapenda Gresik.

Meski begitu, Suharto sempat mengaku menyesal menjadi atlet lantaran merasa perjuangannya tak sebanding dengan penghargaan yang diterima.

3. Hasan Lobubun (tinju)

Hasan Lobubun, mantan petinju juara nasional kelas bantam junior 1987. (Situs sports.sindonews.com)

Mantan petinju Indonesia, Hasan Lobubun pernah menjadi juara nasional kelas bantam junior 1987. Namun, selepas gantung sarung tinju, ia sempat dilaporkan hidup sebagai pemulung di Jakarta lantaran tidak memiliki pekerjaan tetap.

Ia tinggal di tempat yang sangat sederhana, bahkan pernah menumpang di emperan puskesmas dan gubuk kecil untuk bertahan hidup. Kondisinya juga semakin berat ketika ia mengalami kerusakan saraf otak, yang membuat aktivitas sehari-harinya kian sulit.

4. Denny Thios (angkat besi)

Denny Thios, mantan atlet angkat besi pemecah tiga rekor dunia serta juara internasional. (Situs kompasiana.com)

Denny Thios adalah salah satu lifter kebanggaan Indonesia yang pernah mencatat prestasi gemilang di kancah dunia. Ia tercatat sebagai juara di ajang International Powerlifting Federation (IPF) World Championships, dengan torehan tiga medali emas di Birmingham, Inggris (1991), serta Jonkoping, Swedia (1992), ditambah satu medali perunggu di Hague, Belanda (1990).

Bahkan, Denny sempat memecahkan rekor dunia dalam beberapa kejuaraan internasional tersebut. Sayangnya, selepas pensiun, kehidupannya jauh dari gemerlap panggung olahraga.

Ia pun harus berjuang menyambung hidup sebagai tukang las di bengkel kecil peninggalan orang tuanya di Makassar, menerima pesanan sederhana seperti memotong dan memperbaiki besi dengan penghasilan yang tak menentu. Perjalanan hidup sang mantan juara dunia harus berakhir pada 29 Mei 2018, ketika ia wafat di usia 49 tahun.

5. Leni Haini (dayung)

Leni Haini, atlet dayung yang pernah meraih beberapa medali emas SEA Games dan kejuaraan dunia. (Situs regional.kompas.com)

Leni Haini dulu dikenal sebagai atlet dayung yang mengharumkan nama Indonesia lewat medali emas di SEA Games 1997 dan 1999, serta prestasi di kejuaraan dunia perahu naga di Hong Kong dan Taiwan. Namun, setelah pensiun, kehidupannya juga jauh dari sorotan.

Ia sempat bekerja serabutan sebagai buruh cuci dan pelatih paruh waktu, sebelum akhirnya mendirikan Bank Sampah Dayung Habibah di Danau Sipin, Jambi. Nama bank sampah ini diketahui diambil dari putrinya, Habibah, yang menderita penyakit langka, Epidermolysis bullosa (EB).

Melalui gerakan ini, ia berhasil membersihkan 1,5 ton sampah (plastik hingga popok sekali pakai, untuk didaur ulang menjadi kompos) dari Danau Sipin setiap hari. Selain itu, ia juga membuka jalan pendidikan dengan Sekolah Dayung Habibah, yang biaya sekolahnya dibayar dengan sampah untuk diberikan ke Bank Sampah Dayung Habibah.

Atas dedikasinya, Leni meraih penghargaan Kalpataru 2022 dan ditunjuk sebagai Local Champion 2024.

6. Ellyas Pical (tinju)

Ellyas Pical, mantan atlet tinju peraih gelar juara dunia IBF Super Flyweight 1985. (instagram.com/ellyas_pical)

Dijuluki sebagai The Exocet, Ellyas Pical adalah legenda tinju Indonesia yang meraih gelar dunia IBF Super Flyweight 1985. Akan tetapi, hidupnya tak selalu mulus setelah popularitasnya sempat meredup akibat kekalahan dari Khaosai Galaxy dan Juan Polo Pérez.

Usai pensiun, Ellyas pernah mengalami kesulitan ekonomi, ditipu manajer, bahkan harus bekerja sebagai satpam di sebuah diskotik hingga menjadi petugas kebersihan di KONI. Pada 2005, ia sempat terseret kasus hukum terkait narkoba dan divonis tujuh bulan penjara, meski jaksa maupun pengacaranya mengakui ia bukan pengedar melainkan korban dari situasi yang rumit.

Perlahan bangkit, ia pun akhirnya bekerja di KONI Pusat sebagai asisten ketua KONI kala itu, Agum Gumelar, serta pernah menerima penghargaan dari Kementerian Sosial sebagai lansia berprestasi pada peringatan Hari Lanjut Usia Nasional 2021. Meski sempat tiga kali terkena serangan jantung, termasuk pada Februari 2025 hingga harus menjalani pemasangan ring keempat di RS Harapan Kita, Jakarta, kondisi Ellyas tetap kuat berkat dukungan keluarga dan doa publik.

7. Tati Sumirah (bulu tangkis)

Tati Sumirah, mantan atlet bulu tangkis juara Piala Uber 1975. (Situs timesindonesia.co.id)

Siapa sangka kalau legenda bulu tangkis yang membawa Indonesia menjadi juara Piala Uber 1975 ini pernah bekerja sebagai kasir apotek selama dua dekade di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Di masa kejayaannya sebagai atlet, Tati Sumirah mengukir sejarah lewat kemenangan pertama tim nasional, bersama Theresia Widiastuti, Imelda Wiguna, Utami Dewi, Minarni Sudaryanto, dan Regina Masli.

Mereka berhasil menumbangkan Jepang di partai final, dengan Tati menyumbang poin penting. Kariernya pun berlanjut hingga ia meraih medali perunggu di Kejuaraan Dunia IBF tahun 1980, sebelum akhirnya memutuskan pensiun pada 1981.

Meski sempat ditawari untuk melatih, Tati menolak karena merasa tidak memiliki bakat di bidang tersebut. Beruntungnya, berkat uluran tangan sejawatnya sekaligus legenda bulu tangkis, Tati kemudian mendapat pekerjaan di perusahaan oli milik Rudy Hartono, yakni Top 1, sebagai tenaga perpustakaan.

Sayangnya, perjalanan hidupnya harus berakhir pada 13 Februari 2020, ketika ia wafat di usia 68 tahun setelah dirawat di ICU RSUP Persahabatan akibat komplikasi paru-paru dan kadar gula darah tinggi.

8. Marina Segedi (pencak silat)

Marina Segedi, mantan atlet pencak silat peraih emas SEA Games 1980. (Situs harianriau.co)

Peraih emas SEA Games 1980 ini tercatat dalam sejarah sebagai penyumbang medali emas ketika pencak silat pertama kali dipertandingkan antarnegara Asia Tenggara di Singapura. Di masa mudanya, Marina Segedi dikenal sebagai pendekar tangguh dan menjadi salah satu ikon pencak silat yang mengharumkan nama bangsa di kancah internasional.

Walaupun begitu, kehidupan setelah pensiun pada 1987 rupanya tak semanis masa kejayaannya. Ia bahkan mencoba berbagai usaha: berjualan sembako, membuka warung makan, hingga mendirikan tempat latihan silat, meski tak bertahan lama.

Marina lalu banting setir menjadi sopir taksi konvensional, hingga akhirnya bekerja sebagai pengemudi taksi online dengan mobil pribadi yang ia cicil. Pilihan itu tak lepas dari kecintaannya pada dunia otomotif yang sudah tumbuh sejak remaja. Bahkan, ia sempat merantau ke Sulawesi untuk bekerja sama dengan salah satu pelanggan taksinya, namun kembali ke Jakarta karena orang tuanya sakit.

Atas jasanya di dunia olahraga, ia pernah mendapat penghargaan sebagai mantan atlet berprestasi dalam sebuah acara khusus yang digelar Kemenpora pada 2011. Hal tersebut menjadi pengakuan atas kontribusinya memperkenalkan pencak silat ke panggung internasional.

9. Yuni Astuti (bulu tangkis)

Yuni Astuti, mantan atlet bulu tangkis peraih raih juara pertama nomor ganda putri di Pekan Olahraga Nasional (PON) 1986. (Situs http://paramadinadino.blogspot.co.id)

Yuni Astuti adalah mantan atlet bulu tangkis nasional yang pernah mengukir prestasi gemilang dengan meraih juara pertama ganda putri di Pekan Olahraga Nasional (PON) 1986 di Jakarta. Saat itu, kemenangannya menjadi kebanggaan tersendiri bagi dunia bulu tangkis Indonesia.

Akan tetapi, takdir berkata lain. Sebuah kecelakaan membuat kaki kanannya lumpuh, memaksanya pensiun dini dari lapangan bulu tangkis meski masih berada di usia produktif dan memiliki potensi besar.

Kehidupan setelah pensiun tak mudah bagi Yuni. Tabungan hasil jerih payahnya sebagai atlet habis untuk kebutuhan sehari-hari dan biaya pengobatannya.

Ia juga tidak menerima jaminan hidup atau dukungan berkelanjutan dari lembaga olahraga, sehingga harus berjuang sendiri demi bertahan hidup. Yuni menjalani hari-harinya sebagai pengamen di Terminal Purabaya (Bungurasih), Surabaya, sekaligus sesekali tampil sebagai penyanyi kafe.

10. Wempi Wungau (binaraga)

Wempi Wungau, mantan atlet binaraga peraih medali emas di ajang SEA Games 1989-1997 dan medali perak ASEAN Games 2002. (instagram.com/xfition)

Binaragawan kebanggaan Indonesia ini telah mengoleksi medali emas dari SEA Games 1989–1997 dan perak di Asian Games 2002. Namun, selepas pensiun, janji pekerjaan tak kunjung datang, hadiah dipotong oknum, dan ia pun harus bertahan hidup dengan pekerjaan serabutan, termasuk jadi pengemudi ojek online.

Meski kenyataan hidupnya jauh berbeda dari masa kejayaan, Wempi Wungau masih merindukan dunia binaraga, ia sesekali berusaha menjaga kondisi fisiknya dan berharap suatu hari ia bisa kembali berlatih

11. Martha Kase (lari jarak jauh)

Martha Kase, mantan atlet lari jarak jauh peraih medali perak di SEA Games 1987 dan medali emas di Pekan Olahraga Nasional (PON). (Situs penatimor.com)

Atlet asal NTT ini merupakan peraih medali perak pada nomor 3.000 meter putri di SEA Games 1987 serta berturut-turut meraih medali emas di tiga edisi Pekan Olahraga Nasional (PON). Sejak masa sekolah dasar, Martha Kase sudah menekuni atletik dan berhasil menorehkan catatan gemilang baik di tingkat nasional maupun internasional.

Namun, usai pensiun, ia mencari nafkah dengan berjualan di sebuah kafe tenda kecil di kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, yang telah ia tekuni lebih dari 20 tahun tanpa izin resmi.

Pahitnya kehidupan semakin terasa ketika pada 27 Oktober 2018, ia sempat mengalami kekerasan fisik dari sejumlah oknum keamanan GBK yang kala itu tengah menertibkan pedagang menjelang Jakarta Marathon. Meski hidup sulit hingga harus menjual beberapa medali prestasinya, dukungan publik mulai berdatangan, salah satunya lewat acara Made in Indonesia Run 2025.

Donasi khusus akhirnya datang kepadanya bersama mantan atlet lain, Hapsani, sebagai bentuk penghargaan atas jasa mereka yang pernah mengharumkan nama bangsa.

12. Jovika Indri Steven (atletik)

Jovika Indri Steven, mantan atlet atletik peraih medali perunggu pada ajang Porprov Lampung ke-VIII 2017. (Situs regional.kompas.com)

Jovika Indri Steven adalah mantan atlet atletik asal Lampung Selatan yang pernah berjaya di lompat jauh dan lari sprint pada periode 2014 hingga 2019. Ia mulai aktif sebagai atlet sejak duduk di bangku kelas 2 SMP dan dikenal sebagai salah satu andalan daerahnya.

Sepanjang kariernya, Jovika berhasil meraih medali perunggu pada ajang Porprov Lampung VIII 2017 di nomor lompat jauh, serta mengoleksi medali emas, perak, dan perunggu di berbagai kejuaraan tingkat kabupaten. Namun, setelah tidak lagi aktif karena batasan usia, perjalanan hidupnya berubah drastis.

Ia pun tinggal bersama ibunya di rumah semipermanen dan membantu bertani untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, sejak ayahnya meninggal pada 2017. Meski prestasinya banyak, Jovika mengaku kesulitan mencari pekerjaan dan belum pernah mendapat bantuan pemerintah.

Ia pun masih berharap diberi kesempatan mengabdi kembali untuk daerahnya.

Kisah-kisah di atas menjadi pengingat bahwa perjuangan seorang atlet tidak berhenti saat mereka meninggalkan dunia olahraga. Tentu saja, daftar yang Popbela rangkum kali ini hanyalah sebagian kecil di antaranya.

Masih ada banyak mantan atlet Indonesia lain yang diam-diam juga berjuang mempertahankan hidupnya. Semoga kisah mereka bisa jadi inspirasi untuk kita semua, sekaligus dorongan agar bangsa ini lebih peduli pada para pahlawan olahraga.

Editorial Team

EditorAyu Utami