Tutup
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
unfortunately

Zonk! 11 Live Action Anime Ini Dianggap Buruk

Tak bisa penuhi ekspektasi penonton

Zikra Mulia Irawati

Animasi khas Jepang alias anime memiliki jalan cerita yang cukup unik. Oleh karena itu, ada saja rumah produksi yang ingin mengadaptasinya ke dalam format live action.

Bukannya lebih baik, adaptasi tersebut justru dianggap memperburuk cerita dengan alasan alur yang terlalu cepat atau karakternya yang dangkal. Penasaran ada apa saja? Lanjut scroll, yuk!

1. Fullmetal Alchemist

Live action pertama Fullmetal Alchemist ditayangkan oleh Netflix pada 2017. Sayangnya, kesuksesan versi manga-nya tak diikuti oleh versi live action-nya. Penggemar menilai adaptasi ini terlalu memadatkan cerita, sehingga pengembangan karakter para tokohnya kurang terasa.

Meskipun demikian, kelanjutan live action Fullmetal Alchemist akan dirilis dalam waktu dekat. Berdasarkan kabar yang berembus, musim kedua yang berjudul Fullmetal Alchemist The Revenge of Scar, tayang pada 20 Agustus. Sementara itu, musim ketiga yang berjudul Fullmetal Alchemist The Final Alchemy akan tayang 24 September. Akankah ada perubahan yang lebih baik?

2. Avatar: The Last Airbender

Anime Avatar cukup terkenal di Indonesia karena sempat ditayangkan di salah satu stasiun televisi swasta. Namun, live action dari kisah ini justru banjir kritikan dari berbagai pihak. Hampir seluruh aspeknya mendapatkan komentar buruk, mulai dari alur yang terlalu dipadatkan, buruknya akting para pemain, hingga elemen visual lainnya yang dinilai tak sepadan dengan versi animenya. Duh, sayang banget, ya?

3. Death Note

Adaptasi karya sudah seharusnya mempertahankan ciri khas yang telah ada. Namun, hal lain terjadi pada live action Death Note. Selain set lokasinya yang berubah, hal serupa terjadi pada peraturan Death Note—bahkan karakter Light Yagami. Bukannya menjadi sosiopat dengan God complex, ia malah menjadi seorang remaja emosional. Hm, harus belajar untuk tidak berekspektasi berlebihan, nih, Bela!

4. Attack on Titan

Cerita asli yang terlalu bagus dalam Attack on Titan jadi problema utama saat kisah ini diadaptasi menjadi sebuah live action. Karakter yang harusnya memiliki sifat rumit justru dieksekusi secara dangkal. Hal ini jelas membuat penonton kecewa.

Hal lain yang turut disayangkan, penggambaran Titan dalam live action ini dinilai tidak seseram versi animenya meski didukung oleh CGI yang cukup apik.

5. Dragon Ball: Evolution

Banyak pihak menilai Ben Ramsey, sang penulis naskah, memperlakukan live action Dragon Ball: Evolution hanya untuk mencari keuntungan. Kekecewaan muncul usai asal-usul Goku dan awal ia menjadi Saiyan tak diperlihatkan. Selain itu, tim produksi juga malah memilih aktor non-asia, Justin Chatwin, untuk memerankan Goku.

6. Ouran High School Host Club

Live action Ouran High School Host Club dinilai punya plot yang terlalu terburu-buru karena berusaha menyatukan 20 episode anime ke dalam film berdurasi 105 menit. Hal ini kemudian berdampak kepada karakternya yang menjadi dangkal dan tak berkembang. Film ini dijuluki sebagai salah satu anime yang seharusnya tidak memiliki versi live action.

7. Parasyte

Genre horor, thriller, dan sci-fi bergabung dalam Parasyte yang dijadikan dua film live action. Namun, efek khususnya justru membuat penonton bertanya-tanya. Adegan pertarungan manusia dan aliennya pun dianggap buruk.

Selain eksekusinya, versi live action ini kurang dapat menangkap inti dan karakter cerita aslinya. Meskipun demikian, jumlah penonton Parasyte mengungguli film Hollywood Fury, yang pada 2014 tayang bebarengan di bioskop Jepang.

8. Black Butler

Campur aduk dan tidak konsisten adalah kekecewaan terbesar penonton live action Black Butler. Karena terdapat perbedaan yang cukup mencolok dari segi latar dan karakter, penggemarnya harus menelan kekecewaan. Lagi-lagi, berekspektasi terlalu tinggi itu tidak baik, ya?

9. Gantz

Dalam Gantz yang terdiri dari dua film live action ini, penggambaran karakternya masih dinilai terlalu dangkal. Ekspresi beberapa pemainnya saat bertarung pun masih terasa berlebihan.

Sebagian mengatakan aspek visual dalam live action ini tidak terlalu buruk. Jika ingin lebih terpuaskan, masih ada opsi untuk menonton versi full CGI-nya, ya.

10. Devilman

Meski mengangkat tema cerita yang cukup sadis, Devilman Crybaby merupakan salah satu anime yang digemari di Jepang. Pada 2004, muncul versi live action berjudul Devilman untuk cerita ini.

Sayangnya, versi tersebut gagal memenuhi ekspektasi penonton. Selain akting para pemainnya yang berlebihan, CGI yang buruk seolah mendeklarasikan budget rendah yang dimiliki film ini secara terang-terangan.

11. Blood: The Last Vampire

Terakhir, ada live action dari anime Blood: The Last Vampire. Meski dibintangi oleh Gianna Jun alias Jun Ji Hyun, film adaptasi ini tetap tak selamat dari komentar pedas penonton. Aspek visual yang harusnya memanjakan mata, justru dinilai murahan. Lagi-lagi, akting berlebihan para pemeran pendukung juga membuat penonton gerah dan tak tahan untuk protes.

Mengadaptasi karya yang sudah punya popularitas besar benar-benar jadi tantangan tersendiri, ya, Bela? Jika pernah menonton salah satu dari deretan film di atas, bagaimana pendapatmu?

IDN Media Channels

Latest from Working Life