Tutup
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
unfortunately

Start-Up Menjamur di Asia Tenggara Selama Masa Pandemi, Apa Alasannya?

Anak muda masa kini lebih memilih mengambil risiko

Niken Ari Prayitno

Tahun 2020-2021 menjadi tahun yang berat bagi semua orang. Sebab, tak ada yang menyangka dunia akan berubah dalam sekejap karena pandemi virus baru, COVID-19. Akibatnya, banyak orang di dunia terpaksa kehilangan pekerjaan mereka karena perusahaan tempat mereka bekerja tidak mampu beradaptasi dengan situasi pandemi ini. Bukan hanya itu, banyak perusahaan juga kehilangan keuntungan mereka karena kebiasaan manusia yang berubah semenjak pandemi ini.

Di tengah kondisi ekonomi yang sedang lesu ini, justru ada temuan menarik, Bela. Melansir dari Smartweek.it, perusahaan rintisan alias start-up menjamur di kawasan Asia Tenggara. Sebanyak 27 start-up tersebut bahkan sudah mencapai unicorn atau memiliki valuasi paling sedikit $1 miliar. Di antaranya, Grab, Gojek, hingga Lazada.

Sebenarnya, apa yang membuat anak muda di Asia Tenggara begitu bersemangat membangun bisnis start-up di tengah situasi ekonomi yang sedang sulit ini? Berikut beberapa alasannya.

Mindset anak muda saat ini yang lebih senang mengambil risiko

Unsplash.com/Lena Kudryavtseva

Melansir dari Bloomberg.com, Managing Director TOP Ventures, Luck Saraya mengatakan bahwa ada perbedaan besar pada mindset anak muda saat ini dibandingkan dengan anak muda pada dua puluh tahun yang lalu. Luck mengatakan, anak muda saat ini lebih memilih dan berani untuk mengambil risiko, dibandingkan bekerja dengan nyaman di perusahaan yang sudah stabil.

"Generasi muda ini lebih berani mengambil risiko untuk bekerja di start-up dan itu adalah pola pikir yang tidak ada sebelumnya. Beberapa tahun lalu, anak muda ingin bekerja di perusahaan besar dengan keamanan kerja yang tinggi. Sekarang, mereka justru seolah berlomba mendirikan perusahaan milik mereka sendiri yang berbasis teknologi, meski risiko yang dihadapinya cukup besar," kata Luck.

Hal ini terbukti dari jumlah proposal yang masuk ke TOP Ventures bertambah berkali-kali lipat di tahun 2020 dan 2021, dibandingkan tahun sebelumnya. TOP Ventures sendiri telah membiayai empat start-up sepanjang tahun 2021 dengan valuasi hingga US$18 juta. Perusahaan ini terpilih setelah melewati proses seleksi yang cukup ketat.

Anak muda mampu melihat peluang, sejalan dengan solusi yang dibutuhkan masyarakat

Dok. Internet

Alasan lain dari menjamurnya perusahaan start-up di Asia Tenggara juga diungkapkan oleh CEO Gojek, Kevin Aluwi. Melansir dari CNBC.com, Kevin menilai bahwa anak muda di Asia Tenggara begitu jeli dan peka terhadap permasalahan masyarakat di sekitarnya. Dari masalah yang ada itu, munculah solusi terbaik yang ternyata memiliki nilai bisnis.

"Yang benar-benar unik dan hebat dari Indonesia dan Asia Tenggara adalah adanya keselarasan yang mendalam antara apa yang baik untuk bisnis dan juga apa yang baik untuk masyarakat. Start-up yang hadir saat ini bukan hanya untuk kepentingan bisnis semata, di baliknya tersimpan solusi untuk masyarakat," jelas Kevin.

Memanfaatkan teknologi dan masyarakat yang sedang belajar mengikuti perkembangannya

Unsplash.com/Microsoft Edge

Bagi masyarakat di Asia Tenggara, teknologi berupa smartphone merupakan barang baru yang hadir beberapa tahun belakangan ini. Sampai saat ini, masih banyak dari mereka yang baru berkenalan atau mempelajarinya. Melansir dari Businesstimes.sg, pandemi ternyata turut membantu percepatan penetrasi teknologi ke dalam kehidupan masyarakat di Asia Tenggara. Sebab, mau tak mau, semua kegiatan beralih dari konvesional ke daring demi alasan keselamatan dan kesehatan.

Kondisi ini ternyata cukup menguntungkan bagi pendiri start-up. Sebab, penerimaan masyarakat yang masih terus belajar soal teknologi jauh lebih besar, dibandingkan masyarakat yang sudah terbiasa menggunakan teknologi di kehidupan sehari-harinya.

"Kami (perusahaan start-up) mendapat manfaat dari menumbuhkan perusahaan teknologi di pasar yang sedang berkembang. Kita bisa sama-sama belajar dan menimba inspirasi, serta ilmu dari satu sama lain, sehingga bisnis berkembang bersama dengan pertumbuhan masyarakatnya," lanjut Kevin lagi.

Meski menggiurkan, tetap ingat bahwa tidak semua orang bisa menjadi enterpreneur

Unsplash.com/Adeolu Eletu

Melansir dari Bloomberg.com, di tahun 2021 ini banyak investor menggelontorkan dana mereka untuk mendukung start-up yang sedang berkembang. Misalnya saja, investor asal Thailand yang tergabung dalam Thai Oil Pcl, telah memberikan suntikan dana sebesar US$30 juta untuk perusahaan start-up.

Jumlah yang cukup menggiurkan bukan? Tapi, jangan langsung tergiur mentah-mentah, Bela. Meski start-up menjanjikan ladang bisnis yang cukup 'hijau', namun tetap harus diingat bahwa tidak semua orang bisa menjalankan bisnis dan menjadi seorang wirausaha.

"Membangun perusahaan itu sulit dan sering membuat frustrasi. Dan calon wirausahawan harus yakin bahwa mereka bersedia menghadapi kegagalan, yang telah sepaket dengan kesuksesannya. Jika tidak memiliki pendirian yang kuat, jangan mempertaruhkan waktu dan uang di bidang ini. Sebab, tidak semua orang bisa menjadi enterpreneur," jelas Kevin lagi.

Itulah tadi alasan-alasan mengapa di Asia Tenggara start-up begitu menjamur di masa pandemi ini. Kamu sendiri, kira-kira tertarik bekerja di start-up atau bahkan, tertarik untuk membuatnya sendiri juga, tidak?

IDN Media Channels

Latest from Working Life