instagram.com/fortune.idn
Membicarakan media, kebanyakan perusahaan media di Indonesia didirikan oleh laki-laki. Menurut data, pada umumnya, sangat sedikit founder atau pemilik media yang keseluruhannya adalah perempuan.
Jika digali, ada banyak isu dan keresahan yang dirasakan oleh perempuan. Kurangnya kesempatan untuk mengartikulasi gagasan, ide, keresahan, kemarahan—terutama dalam percakapan publik—karenanya penting bagi kita untuk bangga dengan profesi sebagai seorang jurnalis.
Di sisi lain, Najwa Shihab dan kedua rekannya—seluruhnya adalah perempuan—mendirikan Narasi untuk memiliki media yang total independen. Ditambah dengan kemajuan teknologi yang mengubah banyak hal, termasuk cara untuk mengkonsumsi informasi, maka berdirilah Narasi dalam bentuk media digital.
Popbela.com/Aisyah Banowati
“Kesetaraan dunia kerja tidak akan mungkin tercapai kalau tidak ada kesetaraan pembagian pekerjaan rumah tangga. Kuncinya demokrasi domestik,” tutur Najwa Shihab.
Perempuan selalu dihadapkan dengan banyak pilihan-pilihan sulit. Jargon “Girls can do with all” berubah menjadi “Women we have to do with all”, seolah-olah semua harus dikerjakan oleh perempuan. Mulai dari urusan domestik—pekerjaan rumah—yang harus tetap beres dan karier yang tetap cemerlang jika memutuskan untuk bekerja.
Najwa Shihab menuturkan, "Kita tidak bisa hanya berharap pada perubahan individu perilaku saja. Kalau kita mau ada perubahan yang signifikan harus dilakukan di semua level. Di level individu, level organisasi, di perusahaan, dan tentunya bagaimana kita mengubah mindset dan stereotip. Dan itu tentunya butuh waktu yang banyak, butuh tenaga yang besar, dan butuh percakapan terbuaka di ruang publik, di media. Perlu ada perubahan kebijakan, legislasi yang lebih afirmatif terhadap perempuan. Ini usaha besar, panjang, yang harus dilakukan konsisten," tegasnya.