Sebagai minuman nasional, soju adalah minuman keras sulingan Korea yang memiliki sejarah menarik dan sudah berlangsung selama periode Tiga kerajaan (The Three Kingdoms). Semenanjung Korea mempunyai tradisi pembuatan alkohol yang sudah berlangsung lama—bahkan lebih lama dibandingkan di Korea.
Sejarah soju sendiri dimulai menjelang akhir Dinasti Goryeo, Ketika bangsa Mongol telah menguasai sebagian besar Asia, Timur Tengah, dan sebagian Eropa Timur. Pax Mongolia membawa teknik penyulingan dari Suriah modern ke Korea modern. Di kota kerajaan Gaesong, minuman ini dulu dan sekarang masih dikenal sebagai arakju, diambil dari nama minuman keras arak Arab.
Soju sulingan juga muncul di kota Andong yang lebih selatan. Hal ini karena bangsa Mongol menggunakan Andong sebagai basis operasi mereka dalam kampanye mereka yang gagal di Jepang.
Di luar Andong, soju dikaitkan dengan orang Korea Utara. Bangsawan muda dari utara akan turun ke selatan menuju ibu kota untuk mempersiapkan ujian meritokrasi. Banyak dari orang utara ini berkumpul di lingkungan Gongdeok di Seoul modern. Istri mereka membuat soju sulingan dan menjualnya untuk mendapatkan keuntungan. Itulah salah satu cara soju memasuki masyarakat Seoul.
Sehingga tidak heran, jika Jinro—salah satu merek soju nomor satu di dunia saat ini, juga lahir di Korea Utara, tepatnya pada tahun 1924. Namun setelah perang Korea, bisnis ini pindah ke Korea Selatan.
Sempat mengalami gejolak politik dari zaman penjajahan hingga pasca kemerdekaan Korea, menariknya, istilah soju (secara harfiah diterjemahkan menjadi “minuman keras yang dibakar”) awalnya mengacu pada minuman sulingan dengan ABV 35%, atau alkohol berdasarkan volume. Namun, pada tahun 1965, ABV yang lebih rendah menjadi populer karena larangan pemerintah Korea Selatan untuk menyuling soju dari beras. Karena larangan ini, berbagai jenis soju yang terbuat dari ubi jalar dan tapioka diciptakan untuk memenuhi permintaan minuman keras.
Perusahaan minuman pun menciptakan soju encer sebagai alternatif yang lebih mudah dan murah. Soju tiba-tiba menjadi sangat murah. Makgeolli pada saat itu kurang bagus, terutama yang terbuat dari gandum dan bahan kimia kaustik karena pembatasan beras. Soju encer baru ini memiliki kandungan alkohol yang lebih rendah dibandingkan soju sulingan tradisional. Hal ini pula yang akhirnya membuat soju mendominasi pasar.