Pujian berikutnya saya berikan kepada ansambel pemain. Semua pemain–mulai dari tokoh utama, pemeran pendukung, hingga extras–mendapat treatment yang sama. Hal ini terlihat dari bagaimana gestur mereka, ekspresi, hingga blocking yang mereka lakukan, benar-benar terlihat natural dan begitu meyakinkan.
Pujian paling besar tentu saya tujukan untuk dua aktor utama, Morgan Oey dan Omara Esteghlal. Permainan emosi dan development karakter mereka sepanjang film benar-benar patut mendapat acungan jempol. Morgan Oey, berhasil membius penonton dengan karakternya sebagai sosok yang tumbuh dengan trauma, namun berhasil survive melewati masa lalunya yang kelam.
Sementara Omara, menurut saya, ini adalah penampilan terbaiknya sepanjang 14 tahun berkarier sebagai aktor sejak 2011 silam. Menjadi tokoh dengan karakter brutal akibat selalu mendapat siksaan dari ayahnya, serta perasaan marah yang tak terbendung membuat Jefri tumbuh menjadi sosok yang beringas. Omara, dengan segala kemampuan aktingnya, membuktikan bahwa ia pantas menjadi salah satu aktor yang patut diperhitungkan di industri film saat ini.
Untuk para pemain lainnya pun tentu tak luput dari perhatian saya. Hana Malasan yang cocok memerankan sosok guru konseling yang sabar; Endy Arfian yang begitu pas memerankan anak SMA baik-baik di tengah teman-temannya yang beringas; hingga penampilan singkat namun berkesan dari Emir Mahira, semuanya membekas dan memberikan penampilan terbaik mereka.