Secara rating dari beberapa situs rating film menyebutkan jika film animasi besutan sutradara Peter Sohn ini memiliki skor rata-rata saja. Yakni, 6.9/10 di IMdB.com dan 75% di Rotten Tomatoes. Kali ini, saya harus menyebutkan jika saya tidak setuju dengan rating tersebut. Ups, sorry!
Alasannya? Di tengah gempuran film horor lokal yang merajai bioskop Tanah Air, setidaknya ada satu film ‘berwarna’ yang ringan untuk ditonton karena visualnya yang begitu fresh. David Bianchi dan Jean-Claude Kalache sebagai cinematografer dari film ini berhasil menghidupkan Element City yang penuh warna dan menggambarkan dengan detail Fire Town sebagai kota pinggirannya. Semua visual ini benar-benar memanjakan mata.
Harus diakui, jalan cerita yang dihadirkan secara benang merah memang klise. Yakni bagaimana mengejar passion dan mengutarakan hal tersebut kepada orang tua yang strict. Meski benang merahnya klise, Peter Sohn, John Hoberg, Kat Likkel dan Brenda Hsueh sebagai tim penulis naskah berhasil menulis skrip dengan apik, sehingga cerita tidak sedikit pun terasa membosankan.
Bukan hanya menggunakan bahasa yang mudah dipahami, tim penulis tersebut juga memasukkan beberapa istilah baru yang membuat film ini semakin unik. Beberapa istilah tersebut diambil dari bahasa Tionghoa (karena kedengarannya seperti itu). Namun, ada pula istilah yang mirip dengan bahasa Indonesia, yakni ba Kso yang dalam film tersebut memiliki arti penghormatan untuk orang tua.
Apakah kamu menyadari istilah-istilah tersebut, Bela?