Satu hal yang membuat saya kagum akan film ini adalah mengetahui bahwa Blink Twice menjadi debut Zoë Kravitz sebagai sutradara. Meski menjadi film pertama, Zoë Kravitz berhasil menghadirkan film yang tak asal jadi. Tapi juga, jalan cerita yang kaya, kritis, sekaligus menyenangkan untuk diikuti.
Dalam sebuah wawancara, Zoë Kravitz menggambarkan perjalanan hidupnya yang tumbuh di antara orang-orang berpengaruh. Ketika kecil, dia melihat dunia dengan pandangan yang jujur, namun seiring bertambahnya usia, realitas menjadi lebih kompleks dan terdistorsi. Sebagai perempuan dewasa, dia semakin menyadari permainan kekuasaan yang terjadi, terutama dalam ruang-ruang yang diisi oleh perempuan. Dalam pikirannya, muncul pertanyaan tentang apa yang akan terjadi jika perempuan berhenti mengikuti aturan yang ada dan mulai menyadari realitas yang sebenarnya—bahwa "Taman Eden" hanyalah ilusi yang membatasi mereka.
Zoë memutuskan untuk mengeksplorasi tema ini melalui sebuah cerita yang berfokus pada isolasi karakter, mengubah "taman" menjadi pulau, mirip dengan konsep dalam Lord of the Flies. Dia mulai menulis cerita ini pada tahun 2017, terinspirasi oleh pengungkapan skandal Harvey Weinstein dan Jeffrey Epstein. Meskipun cerita ini tidak didasarkan pada satu orang tertentu, Zoë ingin menyoroti bagaimana perempuan sering kali ditekan untuk "tersenyum" dan mengabaikan momen-momen ketidaknyamanan serta penyalahgunaan dalam hidup mereka.
Dalam filmnya, Zoë ingin menciptakan sebuah narasi yang jujur sekaligus menghibur, mengajak penonton untuk melihat lebih dalam pada kompleksitas dan brutalitas manusia. Film ini bukan tentang pemberdayaan, melainkan tentang kekuasaan itu sendiri—bagaimana kita mengejarnya dan apa yang kita lakukan untuk mendapatkannya.