Masa SMA kata orang adalah masa yang paling indah. Saya setuju dengan pernyataan itu. Sebab, meski seolah saya didera masalah, tapi hanya dengan pulang ke rumah dan tidur, semua masalah terasa selesai tanpa saya benar tahu bagaimana ujungnya.
Mengingatkan kembali ke masa SMA yang saya alami beberapa tahun lalu, menyaksikan Balada Si Roy benar-benar membuat saya masuk ke mesin waktu. Sama seperti Roy (Abidzar Al-Ghifari), masalah yang saya alami saat itu muncul seolah tak berhenti. Bukannya selesai, malah ada lagi masalah baru yang muncul dan harus dihadapi oleh Roy yang baru berusia 18 tahun itu--usia yang sama dengan saya saat SMA.
Banyak konflik yang dihadapi dalam film berdurasi hampir dua jam itu, membuat saya merasa sangat relate pada tokoh utamanya. Namun, bukankah kehidupan semua remaja yang sedang mencari jati diri memang begitu adanya?
