Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Popbela lainnya di IDN App
Ilustrasi perayaan Maulid Nabi. (pexels.com/Ryan L)
Ilustrasi perayaan Maulid Nabi. (pexels.com/Ryan L)

Intinya sih...

  • Di Indonesia, Maulid Nabi dirayakan dengan pengajian, selawat, tradisi lokal, dan pembagian makanan. Tanggal peringatan umumnya jatuh pada 12 Rabiul Awal.

  • Di Arab Saudi, Maulid Nabi tidak dijadikan hari istimewa secara resmi karena mengikuti pandangan Salafi yang menekankan pemurnian ajaran Islam hanya pada Al-Qur’an dan sunah.

  • Mesir merayakan Maulid Nabi sebagai festival budaya dan agama dengan tradisi khas seperti kasidah, zikir, makanan khas, dan pemerintah menetapkan perayaan ini sebagai hari libur nasional.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Di Indonesia, Maulid Nabi Muhammad SAW menjadi salah satu momen keagamaan yang paling hangat dirayakan. Masjid-masjid ramai dengan pengajian, lantunan selawat menggema, dan berbagai tradisi lokal menambah kemeriahan.

Mulai dari pembagian makanan, arak-arakan, hingga festival rakyat, semuanya menandai rasa cinta umat kepada Rasulullah. Peringatan ini umumnya jatuh pada 12 Rabiul Awal, tanggal yang diyakini banyak ulama sebagai hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Namun, sebagian di antaranya berpendapat kelahiran beliau jatuh pada 8 atau 9 Rabiul Awal.

Namun, suasana ini rupanya tidak selalu sama di negara-negara Arab. Di beberapa tempat, Maulid Nabi diperingati secara meriah bahkan dijadikan hari libur nasional, lengkap dengan tradisi budaya dan kuliner khas.

Sementara di sisi lain, ada pula negara yang sama sekali tidak mengakuinya sebagai perayaan keagamaan. Bahkan, di Arab Saudi, tempat Nabi Muhammad SAW dilahirkan, Maulid Nabi tidak dijadikan hari istimewa secara resmi, lho! Lantas, mengapa demikian?

Arab Saudi tidak merayakan Maulid Nabi karena mengikuti pandangan Salafi

Ilustrasi negara Arab Saudi. (Scopio/Abdullah Ghazal)

Sebagai pusat agama Islam, Arab Saudi secara resmi tidak merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW. Hal ini berkaitan erat dengan pandangan ulama Salafi, aliran yang menjadi dasar mazhab resmi kerajaan.

Salafi menekankan pemurnian ajaran Islam hanya pada Al-Qur’an dan sunah, serta menolak praktik baru yang tidak dilakukan Rasulullah maupun para sahabat. Dalam pandangan mereka, Maulid Nabi termasuk bidah (inovasi dalam agama) sebagaimana hadis Nabi dari riwayat Tirmidzi:

"Berhati-hatilah terhadap hal-hal yang baru (dalam agama), karena setiap bidah adalah kesesatan."

Ilustrasi negara Arab Saudi. (Scopio/Buthaynah AlHarthi)

Selain alasan teologis, perayaan Maulid juga kerap dikritik karena dianggap berlebihan. Sejarawan Ibnu Khallikan menggambarkan perayaan pada masa awal Fathimiyah dengan musik, tarian, hingga pesta besar-besaran yang dinilai melalaikan ibadah.

Meski begitu, kenyataannya tidak semua wilayah Arab Saudi sama. Di Hijaz, kawasan barat yang mencakup Makkah dan Madinah, sebagian masyarakat tetap memperingati Maulid dengan sederhana. Mereka membaca riwayat Nabi, melantunkan syair dan selawat, hingga berbagi makanan kepada fakir miskin.

Mufti Agung Arab Saudi, Syekh Abdul Aziz Al-Asheikh, menegaskan bahwa perayaan Maulid termasuk bidah yang baru muncul setelah tiga abad pertama Islam. Namun, ada juga ulama Arab Saudi yang lebih moderat, seperti Dr. Qais bin Muhammad Al-Sheikh Mubarak, yang menilai tidak ada salahnya memperingati hari lahir Nabi sepanjang tidak berlebihan.

Mesir merayakan Maulid Nabi sebagai festival budaya dan agama

Ilustrasi negara Mesir. (pixabay.com/shadyshaker)

Berbeda jauh dengan Arab Saudi, Mesir justru menjadi negara Arab yang paling meriah dalam merayakan Maulid Nabi. Sejak masa Dinasti Fathimiyah, tradisi ini diwarnai dengan kasidah, zikir, dan makanan khas seperti halawet al-mawlid (permen kacang manis).

Ada juga tradisi permen boneka (arouset al-mawlid) dan permen sultan di atas kuda yang keduanya terbuat dari gula, biasanya diberikan kepada anak-anak. Pemerintah pun menetapkan perayaan ini sebagai hari libur nasional.

Bagi masyarakat Mesir, Maulid Nabi bukan hanya perayaan agama, tetapi juga momen budaya yang mempererat kebersamaan. Jalan-jalan dihiasi lampu, anak-anak mendapat hadiah, dan keluarga ikut berkumpul dalam suasana hangat.

Sejumlah negara di Afrika Utara juga merayakan Maulid Nabi secara resmi

Ilustrasi negara Maroko. (pixabay.com/creative_capture)

Di negara-negara Afrika Utara seperti Maroko, Aljazair, dan Tunisia, Maulid Nabi juga dirayakan secara resmi. Festival rakyat, pengajian, dan zikir akbar menjadi agenda tahunannya.

Di Maroko, kota Fez bahkan dikenal dengan festival Maulid yang penuh dengan musik sufi dan syair pujian kepada Nabi. Seperti Mesir, di sini Maulid juga menjadi hari libur nasional.

Yordania, Palestina, Suriah, Lebanon merayakan Maulid Nabi dengan religius

Ilustrasi negara Palestina. (pexels.com/Thắng-Nhật Trần)

Di kawasan Levant, peringatan Maulid Nabi berlangsung khidmat dan religius. Pemerintah biasanya mengadakan acara resmi, sementara masyarakat mengisi masjid dengan pengajian, ceramah, dan lantunan selawat.

Suasananya jadi penuh hikmah dan mempererat ikatan umat.

Irak dan Yaman juga merayakan Maulid Nabi, meski ada perbedaan tradisi

Ilustrasi negara Irak. (pexels.com/Nature Akre)

Di Irak dan Yaman, peringatan Maulid Nabi berlangsung meriah dengan tradisi yang berbeda. Baik Sunni maupun Syiah punya caranya masing-masing.

Di Yaman, kelompok Syiah Zaidiyah (Houthi) bahkan menjadikannya sebagai momen nasional dengan pawai dan zikir akbar.

Negara di kawasan Teluk merayakan Maulid Nabi secara terbatas

Ilustrasi negara Uni Emirat Arab. (unsplash.com/Aldo Loya)

Berbeda dengan Mesir atau Maroko, negara-negara Teluk seperti Kuwait, Qatar, UEA, dan Bahrain umumnya tidak merayakan Maulid Nabi secara besar-besaran. Perayaannya hanya sebatas pengajian kecil atau acara privat di beberapa masjid atau komunitas tertentu.

Namun, ada pengecualian di Oman, yang masih menetapkan Maulid Nabi sebagai hari libur resmi dan memberi ruang lebih luas bagi masyarakat untuk memperingatinya.

Meski berada di tanah Arab, peringatan Maulid Nabi ternyata tidak berlangsung seragam lantaran semuanya punya alasan dan tradisi masing-masing. Ada negara yang merayakannya dengan festival besar, ada yang hanya sederhana, dan ada pula yang sama sekali tidak mengakuinya sebagai perayaan resmi.

Namun, satu hal yang pasti adalah rasa cinta dan hormat kepada Rasulullah SAW tetap menjadi inti dari Maulid Nabi di seluruh dunia.

Editorial Team

EditorAyu Utami