Dalam berbagai literatur sejarah Indonesia, mulai dari buku hingga mengutip dari Historia, Kapitan Pattimura bernama asli Thomas Matulessy. Ia lahir di Haria, Saparua, Maluku Tengah pada 8 Juni 1783.
Ayahnya bernama Frans Matulesia dan ibunya bernama Fransina Silahoi, serta memiliki saudara laki-laki bernama Johannis. Thomas Matulessy dikenal karena memimpin perlawanan rakyat Maluku terhadap penjajahan Belanda.
Sosok dan leluhur atau latar belakang Pattimura tertulis dalam 'Kapitan Pattimura' karya IO Nanulaita yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, Jakarta, tahun 1985.
perpustakaan.kemendagri.go.id
Buku tersebut menulis bahwa leluhur keluarga Matulessia berasal dari Pulau Seram (sekarang Provinsi Maluku). Leluhur Matulessia kemudian berpindah ke Haturessi (sekarang Negeri Hulaliu). Kemudian, seorang moyang Thomas Matulessy berpindah ke Titawaka (sekarang Negeri Itawaka).
Di antara keturunannya ada yang menetap di Itawaka dan ada yang berpindah ke Ulath, ada yang kembali menetap di Hulaliu, dan ada yang berpindah ke Haria. Keturunan di Haria inilah yang menurunkan ayah dari Thomas Matulessy, yakni Frans Matulessia/Matulessy. Ibu Thomas berasal dari Siri Sori Serani.
Thomas tidak menikah dan tidak memiliki keturunan, sedangkan Johannis menurunkan keluarga Matulessy yang sekarang berdiam di Haria. Ahli waris yang memegang surat pengangkatan Kapitan Pattimura sebagai pahlawan nasional selepas Indonesia merdeka.
Di rumah keluarga Matulesia itu pula disimpan pakaian, parang, dan salawaku dari pahlawan Pattimura. IO Nanulaita juga menulis bahwa keluarga Matulessia beragama Kristen Protestan. Nama Johannis dan Thomas diambil dari Alkitab.
Nama Matulessy disebut pula sebagai Matulessia, berasal dari kata 'matatulessi', artinya adalah 'mati dengan lebih' (ma=mati; tula=dengan; lessi=lebih). Nama 'matatulessi' berubah menjadi 'matulessia'.
Berdasarkan catatan IO Nanulita, menurut beberapa orang yang berfam (nama famili) Matulessy, mengalami diskriminasi oleh pemerintah kolonial Belanda. Belanda tidak mau menerima raja, patih, murid, pegawai, serdadu atau agen polisi, yang bernama Matulessia. Fam itu harus diganti.
Dani wid-Trip to Saparua Previously published Facebook
"Lalu ada keluarga yang berganti fam menjadi Matulessy atau Matualessy. Ada pula yang tetap memakai nama Matulessia. Di Hulaliu keluarga itu mengganti namanya menjadi Lesiputih, artinya putih lebih, yang mengandung makna orang putih yang menang," tulis Nanulita.
Pada 1920, atas permintaan dari keluarga tersebut, Gubernur Jenderal Van Limburg Stirum memutuskan mengizinkan keluarga Lesiputih memakai nama Matulessy lagi.